Kadang
kita perlu mengubah kalimat pertanyaan untuk meng-crosscheck
keyakinan kita. Supaya dapat sudut pandang yang berbeda. Dan lantas
yakin bahwa kita benar-benar yakin akan suatu masalah. Dalam hal ini terkait
dengan pertanyaan di sesi sebelum ini:
Apakah
Anda termasuk dalam kategori orang yang beriman?"
Jawaban“iya” yang saya sampaikan atas pertanyaan itu
ternyata masih dianggap sebagai sebuah kesombongan. Adalah sombong, orang-orang
yang memasukkan dirinya sendiri ke dalam golongan orang-orang beriman. Karena
itu, saya merasa perlu membahas dan menegaskan kembali soal ini dengan sudut
pandang yang berbeda. Agar tidak terjadi mispersepsi dan misleading dalam memahaminya.
“Apakah Anda meyakini Keberadaan Allah?”
Bagaimana
Anda menjawab pertanyaan ini?
Kalau
pertanyaan itu diarahkan kepada saya, maka saya akan menjawabnya dengan mantap: “tentu,
sangat yakin!” Dengan kata
lain, saya “sangat beriman” atas keberadaan Allah.
Lantas,
apakah saya akan “dinilai sombong” dengan jawaban ini? Sehingga, saya sebaiknya
mengatakan saja: “hanya
Allah yang tahu”? Bagaimana menurut Anda?
Iman adalah komitmen.
Maka, ketika saya mengatakan bahwa saya beriman kepada Allah, itu adalah
komitmen saya untuk menjadikan Allah sebagai Tuhan satu-satunya dalam kehidupan
saya. Tentu yang demikian ini bukan “sombong”. Melainkan “ikrar” untuk memasuki
dan menjalani agama ini dengan benar.
Tanpa ikrar ini, proses
keberagamaan kita menjadi kehilangan arah. Tidak ada komitmen. Bersyahadat
adalah berkomitmen: hanya menuhankan Allah sebagai satu-satunya Tuhan, dan
menjadikan Rasulullah sebagai teladan kehidupan. Itu artinya kita beriman
kepada Allah dan Rasul-Nya. Lantas, apakah seseorang dikatakan “sombong” ketika
menyatakan diri: “saya beriman kepada Allah dan Rasul-Nya?”
Ketika kita sudah
berkomitmen seperti ini, maka dengan sendirinya kita sudah termasuk dalam
barisan orang-orang yang beriman. Jadi, sekarang apakah jawaban Anda ketika
diberi pertanyaan: “Apakah Anda termasuk golongan orang-orang yang beriman?”
Mudah-mudahan jawabannya
kini sudah lebih mantap: “Ya, saya termasuk dalam barisan orang-orang yang
beriman”. Beriman kepada Allah. Beriman kepada Rasulullah. Beriman kepada para
malaikat-Nya. Beriman kepada kitab-kitab-Nya. Beriman kepada Takdir. Dan
beriman kepada hari Akhir. Alhamdulillah, kini Anda sudah termasuk ke dalaman
golongan orang-orang yang beriman..
Itulah justru yang
dikehendaki oleh Allah.
Qs. Al Baqarah (2) : 136
“(Hai
orang-orang mukmin) katakanlah:"Kami beriman kepada Allah dan apa yang
diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq,
Ya'qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa
yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan
seorang pun diantara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.”.
Qs. Al Baqarah (2) : 3-4
“Mereka
beriman kepada yang gaib, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezeki
yang Kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka (juga)
beriman kepada Kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab
yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka meyakini akan adanya (kehidupan)
akhirat.”
Jadi, sekali lagi,
keimanan adalah komitmen. Dan komitmen atas keyakinan itulah yang kemudian kita
perjuangkan sepanjang hidup. Di dalamnya kita akan mengalami fase-fase
keimanan, yang lantas menjadi nilai kita di hadapan Allah.
Memang, “nilai keimanan”
itu hanya Allah yang tahu. Tetapi, “keimanan” itu sendiri adalah komitmen yang
harus kita deklarasikan, agar proses spiritual keagamaan kita memperoleh arah
yang jelas. Yang dalam ayat di atas, justru diperintahkan untuk “mengatakan”
secara eksplisit, sebagai ikrar dalam beragama.
Bagaimana
menurut Anda?
Sumber : http://agusmustofa.com/?page=ngaji&id=19
http://almanhikam89.blogspot.co.id/2017/02/siapa-pewaris-al-kitab.html
BalasHapushttp://almanhikam89.blogspot.co.id/2017/02/misteri-kejadian-alam-dan-manusia-bag1-5.html
http://almanhikam89.blogspot.co.id/2017/02/shalat-dalam-kajian-metafisika.html
http://almanhikam89.blogspot.co.id/2017/02/puasa-dan-ilmu-kedokteran-modern.html
http://almanhikam89.blogspot.co.id/2017/02/metafisika-puasa.html
http://almanhikam89.blogspot.co.id/2017/02/sebuah-kajian-metafisis.html
http://almanhikam89.blogspot.co.id/2017/02/puasa-adalah-pendidikan-jasmani-dan.html