Minggu, 14 Oktober 2012

CATATAN PAMUNGKAS Tentang 'KETIDAK-KEKALAN AKHIRAT'

~ AYAT MUTASYABIHAT YANG MUHKAMAT ~
oleh Agus Mustofa pada 14 Oktober 2012 pukul 8:23

Rasanya aneh juga membaca judul di atas. Masa ada ayat mustasyabihat yang muhkamat? Bukankah ayat mustasyabihat itu bermakna ‘samar’ dan butuh penjelasan panjang serta mendalam? Sedangkan ayat muhkamat adalah ayat-ayat yang ‘gamblang’ tanpa perlu dijelaskan secara ‘njlimet’, apalagi muter-muter. Jangan-jangan, nanti ada ayat yang sebaliknya: muhkamat tapi mustasyabihat?

Menurut saya, memang bisa terjadi demikian. Karena ‘samar’ dan ‘gamblang’ itu memang relatif. Bagi saya gamblang, bagi Anda belum tentu. Sebaliknya, bagi Anda gamblang, bagi saya juga belum tentu. Itulah sebabnya, tidak ada seorang ahli tafsir pun yang berani secara tegas mengelompokkan ayat-ayat mana yang mutasyabihat, dan ayat-ayat mana yang muhkamat. Bagi saya, semua firman Allah memiliki makna yang sangat gamblang sekaligus mendalam. Tergantung seberapa luas ilmu yang kita miliki untuk memahami ayat-ayat tersebut.

Termasuk ayat-ayat tentang akhirat yang selama sembilan tahun terakhir kontroversial, tetap saja masuk kategori mutasyabihat dan muhkamat. Yang bagi saya muhkamat, ternyata bagi orang lain bisa mutasyabihat. Sebaliknya, yang bagi orang lain muhkamat bagi saya ternyata mutasyabihat. Itulah salah satu sebab, kenapa saya mengangkat kembali tema akhirat tidak kekal ini. Memang temanya sama, tetapi banyak penjelasan baru yang tadinya mutasyabihat, ternyata sekarang semakin muhkamat. Dan saya berharap, ini bisa menjadi penjelasan tambahan dan syukur-syukur pelengkap, sehingga saya tak perlu lagi menjelaskan lebih jauh.

Seiring dengan terbitnya buku ‘’TERNYATA AKHIRAT Masih TIDAK KEKAL’ ini, saya ingin mengangkat satu ayat utama sebagai pokok bahasan dalam memungkasi tema ‘Akhirat Tidak Kekal’ yang mutasyabihat ini menjadi lebih muhkamat. Karena secara logika agama maupun logika ilmu pengetahuan saya sudah bicara cukup panjang lebar: note 1 s/d 9 (bagi yang belum baca silakan baca dulu di notes sebelumnya, biar nyambung dengan note pamungkas ini). Bahwa, Tauhid Islam mengajarkan tidak ada satu pun yang berhak menyandang sifat Allah secara mutlak, mulai dari sifat melihat, mendengar, berbicara, berkehendak, berkuasa, dan sebagainya. Termasuk sifat Kekal.

Karena apa yang dimiliki oleh makhluk pasti TERBATAS dan TERGANTUNG kepada yang lain. Misalnya, penglihatan dibatasi oleh keberadaan mata, pendengaran dibatasi oleh keberadaan telinga, berbicara dibatasi oleh keberadaan pita suara, dan sebagainya. Langit dan bumi beserta segala isinya pun dibatasi oleh keberadaan ruang dan waktu. Kalau dimensi ruang & waktu dilenyapkan, maka seluruh isinya akan ikut lenyap. Meskipun, itu langit dan buminya akhirat.

Sementara itu, Allah bersifat mandiri, yang di dalam istilah Tauhid dikenal sebagai sifat Qiyamuhu Binafsihi – berdiri sendiri tidak membutuhkan apa pun. Atau di dalam Al Qur’an disebut dengan istilah laisa kamitslihi syai-untak ada sesuatu pun yang menyamai-Nya, QS. 42: 11. Jika ada seseorang yang masih menyamakan sifat makhluk dengan sifat Allah, maka patut dipertanyakan kepahaman Tauhidnya.

Sedangkan secara logika sains, juga tidak bisa dihindari bahwa alam semesta ini pasti akan berakhir. Planet Buminya berakhir - dengan cara apa pun - yang sudah saya jelaskan dalam notes sebelumnya. Dan alam semesta pun bakal berakhir – dengan cara apa pun – juga sudah saya jelaskan di notes. Kita boleh berbeda pendapat tentang mekanismenya, tetapi hampir pasti tidak berbeda dalam menyimpulkan ‘bakal kiamatnya’ alam semesta ini. Apalagi cuma planet Bumi, meskipun itu Buminya Akhirat. Pasti kiamat..!

Kalimat ‘kalau Allah menghendaki kan bisa saja dikekalkan’ sungguh tak bisa digunakan sebagai argumentasi untuk mengatakan bahwa akhirat itu kekal. Karena, kalimat yang sama itu pun bisa digunakan untuk alasan sebaliknya: ‘’Yaah, kalau Allah menghendaki kan juga bisa menghancurkan akhirat sehingga menjadi tidak kekal’... :(

Jadi logika tauhid maupun logika sains memiliki kesimpulan yang sama, bahwa alam semesta – dunia maupun akhirat – pasti bakal kiamat. Kiamatnya dunia disebut kiamat sughra atau ‘kiamat kecil’, sedangkan kiamatnya akhirat disebut kiamat kubra alias ‘kiamat besar’.

Yang masih ada perbedaan itu kan masalah teknis penjelasannya. Mekanismenya. Termasuk penafsiran ayat-ayat Al Qur’annya. Mereka yang menganggap ini termasuk masalah mutasyabihat, mencoba menjelaskan dengan segala ‘kerumitannya’. Sedangkan yang menganggap ini masalah muhkamat, menjelaskan hal ini dengan ‘sederhana’ saja.

Berikut ini adalah salah satu ‘ayat pokok’ yang menginspirasi saya untuk berkesimpulan bahwa Akhirat itu memang Tidak Kekal. Bagi saya ayat ini termasuk muhkamat, karena bisa dijelaskan dengan kaidah bahasa yang sangat sederhana. Bahkan tak perlu dengan logika tauhid dan sains yang saya uraikan di atas.

QS. Huud [11]: 107-108
Mereka KEKAL di dalamnya (neraka) SELAMA ada LANGIT dan BUMI, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki.

Adapun orang-orang yang berbahagia, maka tempatnya di dalam surga, mereka KEKAL di dalamnya SELAMA ada LANGIT dan BUMI, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain); sebagai karunia yang tiada putus-putusnya.

Kata ‘khaalidiina’ dalam ayat tersebut sengaja saya terjemahkan sebagai ‘KEKAL’, mengikuti terjemahan pada umumnya, agar kita memperoleh makna yang sesungguhnya tentang kata KEKAL tersebut. Apakah ia ‘benar-benar kekal’, ataukah ‘kekal yang terbatas’, yang dengan kata lain sebenarnya ‘tidak kekal’.

Ini mirip dengan sifat ‘melihat, mendengar, berkehendak, dlsb’ yang melekat pada makhluk. Bahwa sifat-sifat itu sebenarnya adalah semu. Kita sebenarnya tidak ‘melihat, mendengar, dan berkehendak’, karena yang sesungguhnya Melihat, Mendengar dan Berkehendak itu adalah Allah. Sedangkan makhluk itu hanya ‘seakan-akan’ saja. Atau, setidak-tidaknya ‘terbatas’. Artinya, meskipun melihat ternyata banyak yang tidak terlihat. Meskipun mendengar banyak yang tak terdengar. Meskipun berkehendak, ternyata ‘hanya bisa memilih’ dengan segala keterbatasannya.

Karena itu, ketika bercerita tentang KEKEKALAN surga dan neraka itu pun, Allah MEMBATASI dengan kalimat SELAMA ADA LANGIT DAN BUMI. Kebanyakan penafsir terkecoh oleh kalimat ini, sehingga menafsirinya sebagai ungkapan KEKEKALAN. Biasanya ditambahkan kalimat untuk meyakinkan, bahwa itu adalah ungkapan orang Arab untuk mengatakan kekekalan. Saya justru berpendapat sebaliknya. Bahwa, kalimat ini menjadi PEMBATAS kekekalan alam akhirat.

Boleh saja akhirat dan segala isinya disebut khaaliduun (diterjemahkan ‘kekal’), tetapi kekalnya itu sebatas keberadaan langit dan bumi. Jika langit dan buminya dilenyapkan oleh Allah, alam akhirat beserta segala isinya pun bakal ikut lenyap.

Bagaimana penjelasannya? Sangat sederhana, yakni dengan menggunakan logika bahasa saja. Untuk itu, marilah kita bahas ayat tersebut, dengan membaginya dalam 3 frase.

Frase 1: Mereka kekal di dalam neraka SELAMA ada LANGIT dan BUMI,
Frase 2: KECUALI jika Tuhanmu menghendaki (yang lain).
Frase 3: Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki.

Jika frase 1 dimaknai sebagai ‘kekal selama-lamanya’, maka frase 2 haruslah bermakna sebaliknya, dikarenakan adanya kata penghubung ‘KECUALI’. Sehingga kalimat itu menjadi setara dengan kalimat ini:

‘’Mereka KEKAL di dalam neraka SELAMA-LAMANYA, kecuali jika Tuhanmu menghendaki YANG LAIN (yakni: menghendaki TIDAK KEKAL)...’’

Atau alternatif kedua, justru frase 1 itu bermakna TIDAK KEKAL, sehingga kalimatnya akan menjadi begini:

‘’Mereka KEKAL di dalam neraka SELAMA ada langit dan bumi (artinya TIDAK KEKAL), kecuali jika Tuhanmu menghendaki YANG LAIN (yakni: KEKEKALAN)...’’

Kata penghubung KECUALI mengharuskan kedua frase itu bermakna ‘berlawanan’. Sehingga para penafsir pun memberikan kalimat penjelas dalam kurung (YANG LAIN). Artinya, berbalikan dengan frase sebelumnya. Kalau di frase di depannya KEKAL, maka frase di belakang harus bermakna TIDAK KEKAL. Dan sebaliknya.

Dua altenatif itu akan sama-sama membawa konsekuensi ketidak-kekalan akhirat.

Alternatif 1:
‘’Mereka KEKAL, kecuali jika Allah menghendaki TIDAK KEKAL.

Alternatif 2:
‘’mereka TIDAK KEKAL, kecuali jika Allah menghendaki KEKAL’’.

Silakan Anda pilih salah satunya, karena Anda tidak bisa memaksakan kedua frase itu KEKAL SEMUANYA, sehingga kalimat itu menjadi ANEH:

‘’Mereka KEKAL di dalamnya, KECUALI Allah menghendaki KEKAL...’’ (???)

Nah, masalah ini akan menjadi semakin jelas, kalau kita membahas ayat selanjutnya, yakni

QS. Huud [11]: 108.
Adapun orang-orang yang berbahagia, maka tempatnya di dalam surga, mereka KEKAL di dalamnya SELAMA ada LANGIT dan BUMI, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain); sebagai karunia yang tiada putus-putusnya.

Frase 1: Adapun orang-orang yang berbahagia, maka tempatnya di dalam surga.
Frase 2: mereka KEKAL di dalamnya SELAMA ada LANGIT dan BUMI.
Frase 3: kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain);
Frase 4: sebagai karunia yang tiada putus-putusnya.

Sebagaimana pembahasan sebelumnya, jika frase ke-2 dimaknai KEKAL, maka kalimat itu menjadi ‘kalimat aneh’ begini:

‘’Mereka KEKAL di dalam surga selama-lamanya, kecuali jika Tuhanmu menghendaki KEKAL, sebagai karunia yang TIADA PUTUS-PUTUSNYA.’’ (???)

Kalimat ini jelas-jelas tidak pada tempatnya. Pilihannya hanya ada dua, dimana keduanya menempatkan frase ke-2 dan ke-3 dalam makna yang berbalikan:
1.   ‘’Mereka TIDAK KEKAL, kecuali jika Tuhan menghendaki KEKAL.’’ Atau,
2.   ‘’Mereka KEKAL kecuali Tuhan menghendaki TIDAK KEKAL’’.

Tetapi karena frase 4 mengandung kalimat: ‘karunia yang TIADA PUTUS-PUTUSNYA’, maka adalah lebih masuk akal untuk memaknai frase ke-2 sebagai TIDAK KEKAL. Sehingga, kalimat di atas, mau tidak mau, harus disetarakan begini:

‘’Mereka TIDAK KEKAL, kecuali Allah menghendaki ‘kekekalan’, yaitu karunia yang tiada putus-putusnya.

Sehingga kalimat ‘selama ada langit dan bumi’ itu justru lebih cocok dimaknai sebagai PEMBATAS kekekalan (khaalidiina). Yakni: mereka ‘kekal’ di dalam surga/ neraka SELAMA langit dan buminya masih ada. Jika langit dan buminya hancur, surga dan neraka pun menjadi ikut hancur.

Kesimpulannya:
Mereka KEKAL di dalamnya ‘SELAMA ada LANGIT dan BUMI’ = TIDAK KEKAL.

Dengan demikian, ini meruntuhkan pendapat bahwa kalimat ‘selama langit dan bumi masih ada’ itu bersifat ungkapan ‘kekekalan akhirat’. Yang benar, kalimat itu bermakna harfiah, bahwa akhirat memang ‘kekal’ KALAU alam semesta MASIH ADA. Ini sama dengan sifat-sifat makhluk lainnya, seperti sifat hidup, melihat, mendengar, dan lain sebagainya. Semua sifat itu masih berfungsi JIKA tubuhnya, matanya, telinganya, dan lain sebagainya masih ada. Kalau semua itu hancur, ya sifat-sifat itu pun akan ikut lenyap.

Karena, yang KEKAL memang ya hanya ALLAH semata..!

Wallahu a’lam bishsawab

~ salam ~

Jumat, 05 Oktober 2012

DALIL MIRAJ: SURAH ANNAJM

Detail Surat An-Najm Ayat 13
ولقد   : dan sesungguhnya
رءاه  : dia telah melihatnya
نزلة   : satu kali turun
أخرى : yang lain

Detail Surat An-Najm Ayat 14
عند    : di sisi
سدرة   : Sidratil
المنتهى : Muntaha

Detail Surat An-Najm Ayat 15
عندها   : di sisinya
جنة    : surga
المأوى : tempat tinggal

Detail Surat An-Najm Ayat 16
إذ      : ketika
يغشى  : meliputi
السدرة : Sidratil
ما     : apa/sesuatu
يغشى  : yang meliputi

Detail Surat An-Najm Ayat 17
ما      : tidak
زاغ    : berpaling
البصر : penglihatan
وما    : dan tidak
طغى   : melampaui batas

Detail Surat An-Najm Ayat 18
لقد     : sesungguhnya
رأى    : dia telah melihat
من     : dari/sebagian
ءايت   : tanda-tanda
ربه    : Tuhannya
الكبرى : Maha Besar

pada ayat di atas ada kata SIDRATIL (سدرة : Sidratil)

Siin-Dal-Ra = untuk membelah (pakaian), hang atau dikecewakan pakaian, kehilangan (rambut seseorang), terpesona / bingung / bingung, terpesona oleh hal di mana yang tampak.

sidratun - Lote-pohon. ketika bayangan pohon bidara-menjadi padat dan ramai itu sangat menyenangkan dan dalam iklim panas dan kering Arabia wisatawan lelah dan lelah berteduh dan menemukan beristirahat di bawah itu dan dengan demikian itu dibuat untuk melayani sebagai sebuah perumpamaan untuk naungan surga dan berkah pada rekening ampleness bayangannya. Kualifikasi Sidrah oleh kata al-muntahaa menunjukkan bahwa itu adalah tempat yang luar pengetahuan manusia tidak pergi.

Sidrah n.f. (gb. sidrun) 34:16, 53:14, 53:16, 56:28
-----------
المنتهى : Muntaha

Nun-ha-Waw/Ya = untuk mencegah, melarang, menegur diri, melarang, membuat satu untuk berhenti dari, menahan, melarang, menghambat, berhenti, menahan diri.

muntaha n.m. 53:14, 53:42, 79:44

===========
Detail Surat An-Najm Ayat 13
ولقد : dan sesungguhnya
رءاه : dia telah melihatnya
نزلة : satu kali turun
أخرى : yang lain 

Detail Surat An-Najm Ayat 14
عند di sisi
سدرة Sidratil / POHON BIDARA/ LOTE TREE
المنتهى Muntaha / (untuk) MENAHAN DIRI

Detail Surat An-Najm Ayat 15
عندها : di sisinya
جنة : surga/TAMAN
المأوى : (untuk) tempat tinggal

Detail Surat An-Najm Ayat 16
إذ : ketika
يغشى : meliputi
السدرة : Sidratil / POHON BIDARA/ LOTE TREE
ما : apa/sesuatu
يغشى : yang meliputi

Detail Surat An-Najm Ayat 17
ما : tidak
زاغ : berpaling
البصر : penglihatan
وما : dan tidak
طغى : melampaui batas

Detail Surat An-Najm Ayat 18
لقد : sesungguhnya
رأى : dia telah melihat
من : dari/sebagian
ءايت : tanda-tanda
ربه : Tuhannya
الكبرى : Maha Besar (Al Kabir)...... gk tau kok Akbar di bilang Maha Besar?????
========================

Kalo pada terjemahan di atas, kok keliatannya, kasus terjadi masih di bumi, dimana terjadinya di tempat yg ada pohon bidara yg berfungsi untuk bersantai, menghindari sengatan sinar matahari...... dan ketika Muhammad berteduh di pohon bidara itu, Muhammad justru melihat tanda2 kekuasan Allah. 



Minggu, 16 September 2012

9 CARA JITU MENGHINA NABI, AJARAN, DAN UMATNYA SEKALIGUS!

Copas dari
Assalamualaikum, ana dapet tulisan lucu ini dari sebuah milis yang bertaut ke blog si penulisnya (guh)….ana rasa tulisan menarik ini bisa menjadi reflexi umat untuk tidak terpancing ke hal-hal yang merusak keislaman kita…

Membuat kartun amatiran, lalu menyertakan ayat-ayat palsu dan cuplikan hadis supaya hinaan tampak sesuai dengan kebenaran? Menurut saya itu cara tak bermutu. Hanya bombastis beberapa saat lalu lenyap. Paling ada yang terprovokasi dan marah-marah sedikit, tapi nama baik Nabi yang dijadikan sasaran tidak cacat sedikitpun.

Berikut ini beberapa cara menghina yang saya pikir punya efek sangat destruktif terhadap nama baik target. Tak sebatas merusak nama baik, tapi citra ajaran dan citra umatnya juga akan ikut hancur hingga taraf sulit diperbaiki. Trik ini dapat digunakan untuk menghina Nabi, ajaran dan umat manapun.

1)  Menikahi anak dibawah umur sambil mengaku sedang mencontoh perbuatan Nabi. Kemudian berkomplot dengan kroni-kroni yang ada diberbagai level, terutama dari elit partai religius, pemuka agama, penguasa agama dan elit pemerintahan untuk beramai-ramai membenarkan aksi tersebut.

Ini sama dengan mengatakan beramai-ramai bahwa Sang Nabi adalah orang yang mengajarkan untuk menikahi anak dibawah umur.

2)   Menikah lagi tanpa persetujuan istri dan anak-anaknya, sambil mengaku dirinya berbuat begitu karena sedang mengikuti teladan Nabi.

Ini sama dengan mengatakan bahwa Nabi adalah lelaki yang karena ngebet ingin kawin lagi, jadi tidak tidak peduli pada perasaan istri dan anak kandungnya sendiri.

3) Mengawini banyak perempuan, koleksi banyak sekali Istri, dan mengembor-gemborkan ke seluruh dunia bahwa dirinya sedang mengikuti petunjuk nabi.

Sama dengan mengatakan bahwa Nabi adalah orang yang suka kawin dan mengajak umatnya untuk doyan kawin.

4)   Membantai sebanyak mungkin orang tak bersalah (bisa pakai bom), lantas menuduh para korban yang berjatuhan sebagai kafir yang pantas dibunuh, kemudian menyatakan bahwa aksi itu sangat sesuai dengan ajaran sang Nabi. Mengaku melakukannya sepenuh hati demi memperjuangkan ajaran sang Nabi. Kemudian dibantu media-media televisi, terus-menerus menyatakan ke seluruh dunia bahwa aksi biadab itu benar-benar sesuai dengan ajaran sang Nabi. Penghinaan ini semakin efektif saat ada ratusan massa (yang seolah-olah mewakili seluruh umat target) terus menyanjung dan memuja para pelaku pembantaian sebagai pahlawan yang membela ajaran sang Nabi.

Ini sama dengan mengatakan pada manusia sedunia bahwa Nabi mengajarkan ajaran sadis penuh terror yang berbahaya dan harus sangat diwaspadai.

5) Dalam setiap diskusi selalu berbelit-belit sambil menghina, mengutuk,memberi cap kafir, dan menuduh sesat kepada pihak yang berbeda pendapat, sambil menyatakan bahwa dirinya adalah orang yang lebih tahu, lebih berilmu, paling benar dan paling setia pada ajaran sang nabi.

Ini sama saja dengan mengatakan bahwa Nabi mengajarkan cara berpikir dan berdiskusi yang aneh. Menampilkan bahwa ajaran sang Nabi adalah racun yang membuat manusia jadi penuh permusuhan, merasa paling benar sendiri, gampang marah dan sulit diajak bertukar pikiran.

6)  Mengajarkan anak-anak sejak kecil untuk membenci siapapun yang berbeda agama, memusuhi yang berbeda keyakinan. Mencuci otak anak-anak agar percaya bahwa semua orang yang berbeda adalah musuh yang harus dicurigai. Tentunya sambil menanamkan bahwa ajaran sang nabi adalah yang paling benar karena yang lain salah, musuh, boleh dibunuh dan diperlakukan semena-mena.

Selain sama dengan mengatakan bahwa Nabi anti kebersamaan dan ajarannya tidak cocok bagi masyarakat plural. Penghinaan seperti ini juga bisa digunakan dalam rangka mempersiapkan agen-agen yang siap digunakan dalam aksi-aksi penghinaan dimasa datang.

7)   Mempolitisir ajaran nabi, menggunakannya untuk menggalang dukungan dan memaksa orang untuk tunduk. Denganmengatasnamakan Tuhan, menyingkirkan setiap lawan dengan menuduhnya tidak sesuai dengan ajaran Nabi. Berkuasa secara otoriter sambil terus mengaku sedang menjalankan ajaran nabi.

Ini sama dengan menampilkan bahwa Nabi adalah seseorang penggiat teokrasi yang haus kekuasaan. Ini juga membuat umat yang memeluk ajarannya tampak seperti orang-orang yang selalu menunggu kesempatan untuk menggulingkan pemerintahan di negara manapun mereka berada. Kalau ada penghinaan terhadap Tuhan, itu hanyalah bonus.

8)   Sering beraksi anarkis, barbar, hobi marah-marah dan penuh kekerasan sambil terus berteriak-teriak bahwa aksinya sesuai ajaran nabi. Dengan pongah mengaku dirinya sedang membela dan memperjuangkan ajaran nabi.

Ini sama dengan menyatakan keseluruh dunia bahwa Nabi sifatnya gampang marah-marah dan suka menyelesaikan setiap masalah dengan cara kekerasan. Dan beliau menularkan sifat itu pada pengikutnya.

9)  Memaksakan pendapat, memaksakan budaya asing, memaksakan keseragaman, memecah belah negara, menghina saudara sebangsa, menghina kebudayaan lokal sebagai biadab sambil mengatakan dirinya melakukan itu karena sedang melaksanakan dan memperjuangkan ajaran sang nabi.

Ini sama dengan menyatakan bahwa Nabi mengajarkan ajaran ga beres yang sangat cocok dipakai kaum penjajah sebagai alat mempersiapkan wilayah jajahan: Cabut penduduk dari kebudayaannya, pecah belah, adu domba lalu keruk sepuasnya.

Sedikit catatan:

Untuk bisa efektif, cara-cara diatas harus dilakukan dari dalam. Bisa memanfaatkan para penyusup atau para munafik yang tampil paling suci padahal perilakunya paling merusak.

Akan jauh lebih efektif jika pelaku penghinaan adalah seorang munafik yang dianggap sangat taat kepada ajaran Nabi target. Memang perlu waktu untuk menyusupkan agen perusak sampai sedalam itu, tapi hasilnya memang sesuai, pasti menghancurkan.

Tapi… seperti biasa… tak ada cara yang sempurna… termasuk dalam cara menghina Nabi.

Walaupun cara-cara diatas memang efektif untuk menghina dan menghancurkan citra Nabi, citra Umat dan citra Ajarannya sekaligus…. Masih ada sedikit kekurangan yang cukup serius: Nabi dan Umat yang dijadikan target harus mau berpikir agar bisa merasa terhina dan tersinggung. Dan itu adalah bagian yang tersulit. Memaksa orang untuk berpikir adalah hal yang sangat tidak mudah. Bahkan Tuhan pun hanya bisa sebatas menyuruh.

Jadi kalau yang dicita-citakan hanya provokasi ga mutu, dan targetnya hanyalah umat yang tidak mau berpikir atau malahan mengharamkan kegiatan berpikir, maka tidak usah repot membuang energi untuk menerapkan cara penghinaan canggih yang destruktif seperti diatas.

Sekian. Terimakasih. Silakan menambahkan, mengoreksi dan mengklarifikasi jika dirasa perlu. Siapa tahu ada poin yang anda anggap bukan hinaan, tapi justru sebagai pujian? Silakan dikritisi.


10 ALASAN MENGAPA HADITS PATUT DIPERTANYAKAN


ALASAN 1 :
QUR’AN MEMPERTANYAKAN HADITS

Ini adalah alasan terpenting. Beberapa ayat dalam Qur’an mempertanyakan baik isi hadits (perkataan-perkataan) yang dibuat oleh manusia maupun orang-orang yang mengikutinya.

QS. Al-‘An’am [6]: 114-116
Maka patutkah aku mencari hakim SELAIN daripada ALLAH, padahal Dialah yang telah menurunkan kitab (Qur'an) kepadamu dengan TERPERINCI? Orang-orang yang telah Kami datangkan kitab kepada mereka, mereka mengetahui bahwa Al Qur'an itu diturunkan dari Tuhanmu dengan sebenarnya. Maka janganlah kamu sekali-kali termasuk orang yang ragu-ragu.

Telah SEMPURNALAH kalimat Tuhanmu (Qur'an), sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat merubah-rubah kalimat-kalimat-Nya dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Dan jika kamu menuruti KEBANYAKAN orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti PERSANGKAAN belaka, dan mereka tidak lain hanyalah BERDUSTA (terhadap Allah).”

QS. Az-Zumar [39]: 23
Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Qur'an yang SERUPA (konsisten/tidak saling bertentangan) lagi berulang-ulang... “

QS. An-Nahl [16]: 89
Dan Kami turunkan kepadamu Kitab (Qur'an) untuk MENJELASKAN SEGALA SESUATU dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.”

QS. Al-Jathiyah [45]: 6
Itulah ayat-ayat Allah yang Kami membacakannya kepadamu dengan sebenarnya; maka dengan HADITS (perkataan) MANA LAGI mereka akan beriman sesudah (kalam) Allah dan keterangan-keterangan-Nya.

ALASAN 2:
(ADA) HADITS ITU SENDIRI MELARANG HADITS (SEBAGAI HUKUM)

Ada hadist yang melarang penggunaan hadits sebagai hukum Islam. Ini adalah beberapa contoh :

“Nabi berkata: ‘ JANGAN tuliskan apa pun dariku SELAIN Qur’an.”

“Nabi berkata: ‘ JANGAN tuliskan apa pun dariku SELAIN Qur’an. Siapa saja yang telah menuliskan perkataanku SELAIN daripada Qur’an, hendaknya MENGHAPUSNYA.”

“Zaid bin Tsabit (penulis wahyu yang terdekat dengan Nabi) mengunjungi Khalifah Mu’awiyah (lebih dari 30 tahun setelah wafatnya Nabi) dan menceritakan kisah kehidupan Nabi. Mu’awiyah menyukai kisah itu dan memerintahkannya untuk menulisnya dalam buku. Akan tetapi Zaid berkata: “Rasulullah MELARANGKU untuk menuliskan perkataan-perkataan (hadits) beliau.”

“Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah diberi tahu bahwa beberapa orang menuliskan perkataan-perkataan beliau. Nabi membawa orang-orang itu ke masjid dan berkata: “Apa yang telah kalian tulis? AKU HANYALAH MANUSIA BIASA! Siapa saja yang telah menuliskan perkataan-perkataanku hendaklah menyerahkannya disini”. Abu Hurairah berkata: “Kami mengumpulkan tulisan-tulisan tersebut dan membakarnya.”

(Ironis : Abu Hurairah mengisahkan hadits lebih banyak dari siapa pun!)

“Abu Said Al-Khudry berkata: “Aku meminta izin kepada Rasulullah untuk menuliskan perkataan-perkataan beliau, namun beliau menolak memberikan izin tersebut.”

Saya pribadi tidak senang dengan kenyataan bahwa saya harus menggunakan hadits untuk membuktikan argumen saya. Qur’an seharusnya sudah cukup untuk meyakinkan anda betapa berbahayanya mengada-adakan hukum yang diatasnamakan kepada Rasulullah.

Qur’an sangat jelas mengatakan:

QS. Ash-Shu’ara’ [26]: 221-223
Apakah akan Aku beritakan kepadamu, kepada siapa setan-setan itu turun? Mereka turun kepada tiap-tiap pendusta lagi yang banyak dosa. Mereka BERPURA-PURA MENDENGAR, akan tetapi kebanyakan mereka adalah PENDUSTA.”


ALASAN 3:
TERDAPAT BANYAK KONTRADIKSI PADA HADITS

Qur’an mengatakan:

QS. An-Nisa’ [4]: 82
Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur'an? Kalau kiranya Al Qur'an itu bukan dari sisi Allah, tentulah BANYAK TERDAPAT PERTENTANGAN (kontradiksi) di dalamnya.”

Kontradiksi adalah hal yang sering saya temukan di dalam hadits, yaitu:

1). Bertentangan dengan Qur’an.
2). Bertentangan dengan antar sesama hadits.
3). Bertentangan dengan logika dan kewajaran.


ALASAN 4 :
TELAH TERJADI DISTORSI PADA MAKNA KATA “SHAHIH”.

Hadits yang dianggap benar biasa disebut “shahih”. Keaslian atau keotentikan dari perkataan Nabi lebih didasarkan pada “kredibilitas” rantai periwayat hadits (perawi) daripada isi dari hadits itu sendiri.

Para periwayat hadits seringkali disebut dengan “sahabat Nabi”. Ini adalah kata yang telah diselewengkan!

Umat Islam menyebut kata “sahabat” sebagai orang-orang yang dekat dengan Nabi. Sebagian besar dari mereka menolak kenyataan bahwa kata “sahabat” tidak selalu berarti orang yang dekat dan loyal kepada Nabi.

Berdasarkan definisi yang dirumuskan oleh Bukhari, kata “sahabat” adalah: “siapa saja yang pernah bertemu dan melihat Nabi. “ (Fakta ini seharusnya menyadarkan anda!)

Qur’an menceritakan bahwa para nabi dan rasul sebelumnya juga telah dikhianati oleh para pengikutnya. Apakah anda yakin bahwa para pengikut Nabi Muhammad pasti lebih baik daripada para pengikut Nabi Isa?

Faktanya adalah: kita tidak yakin!

Qur’an telah menunjukkan sebaliknya :

QS. ‘Ali ‘Imran [3]: 52-54
Maka tatkala Isa mengetahui keingkaran mereka (Bani Israel) berkatalah dia: ‘Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk (menegakkan agama) Allah?’ Para hawariyyin (sahabat-sahabat setia) menjawab: ‘Kami lah penolong-penolong (agama) Allah. Kami beriman kepada Allah; dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berserah diri.’Ya Tuhan kami, kami telah beriman kepada apa yang telah Engkau turunkan dan telah kami ikuti rasul, karena itu masukkanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang menjadi saksi (tentang keesaan Allah)". Orang-orang kafir itu MEMBUAT TIPU DAYA, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.

QS. Al-‘Isra’ [17]: 77
(Kami menetapkan yang demikian) sebagai suatu KETETAPAN terhadap RASUL-RASUL Kami yang Kami utus sebelum kamu dan TIDAK AKAN ADA kamu dapati PERUBAHAN bagi ketetapan Kami itu. “

QS. At-Tawbah [9]: 96-97
Mereka akan bersumpah kepadamu (wahai Muhammad), agar kamu rida kepada mereka. Tetapi jika sekiranya kamu rida kepada mereka, maka sesungguhnya Allah TIDAK RIDA kepada orang-orang yang FASIK itu.”

Orang-orang ARAB Badui itu, adalah yang terburuk KEKAFIRAN dan KEMUNAFIKANNYA, dan BODOH dalam memahami hukum-hukum yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

QS. At-Tawbah [9]: 101
Di antara orang-orang ARAB Badui yang di SEKELILINGMU(wahai Muhammad) itu, ada orang-orang MUNAFIK; dan (juga) di antara penduduk Madinah. Mereka keterlaluan dalam kemunafikannya. Kamu (Muhammad) TIDAK MENGETAHUI MEREKA, (tetapi) Kami-lah yang mengetahui mereka. Nanti mereka akan Kami siksa dua kali kemudian mereka akan dikembalikan kepada azab yang besar. “

QS. Al-Baqarah [2]: 79
Maka KECELAKAAN yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Kitab dengan TANGAN MEREKA SENDIRI, lalu dikatakannya: "INI DARI ALLAH", (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan besarlah bagi mereka, akibat dari apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan besarlah bagi mereka, akibat dari apa yang mereka kerjakan.


ALASAN 5:
KEABSAHAN HADITS DIRAGUKAN

Qur’an menyatakan bahwa sebuah dokumen bisa dianggap sah jika ada minimal dua orang saksi. Namun sebagian besar hadits hanya didasarkan pada kesaksian satu orang saja. Bahkan pada peristiwa penting yaitu menjelang wafatnya Nabi yang disaksikan oleh ratusan pengikutnya, ternyata ada tiga versi hadits yang tersedia:

1. “Aku tinggalkan dua perkara untuk kalian. Selama kalian berpegang teguh dengan keduanya tidak akan tersesat selama-lamanya, yaitu KITABULLAH dan SUNNAHKU.”

2. “Aku tinggalkan dua perkara untuk kalian. Selama kalian berpegang teguh dengan keduanya tidak akan tersesat selama-lamanya, yaitu KITABULLAH dan KELUARGAKU.”

3. “Aku tinggalkan perkara untuk kalian. Selama kalian berpegang teguh dengannya tidak akan tersesat selama-lamanya, yaitu KITABULLAH.”

Jadi, versi manakah yang benar?

Carilah jawaban untuk pertanyaan ini kepada cahaya Qur’an. Insya Allah anda akan mendapat jawabannya dengan jelas!

Sangat menyedihkan melihat kenyataan bahwa setelah Nabi Muhammad wafat, pengikutnya saling berdebat, bertengkar, dan terpecah belah demi perebutan kekuasaan!

QS. Ash-Shuraa [42]: 14
Dan mereka TERPECAH BELAH melainkan SESUDAH datangnya pengetahuan (Qur’an) kepada mereka karena KEDENGKIAN antara mereka. Kalau tidaklah karena sesuatu ketetapan yang telah ada dari Tuhanmu dahulunya (untuk menangguhkan azab) sampai kepada waktu yang ditentukan, pastilah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang diwariskan kepada mereka Kitab sesudah mereka, benar-benar berada dalam KERAGUAN yang menggoncangkan tentang kitab itu. “

QS. Ar-Rum [30]: 31-32
Dengan kembali bertobat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah salat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang MEMECAH BELAH agama mereka dan mereka menjadi BEBERAPA GOLONGAN. Tiap-tiap golongan merasa BANGGA dengan apa yang ada pada golongan mereka”.


ALASAN 6 :
ISLAM TELAH “SEMPURNA” HANYA DENGAN QUR’AN JAUH SEBELUM HADITS DIBUKUKAN

Banyak orang yang tidak paham bahwa satu-satunya misi Ilahiah kepada Nabi Muhammad adalah menyampaikan kitab suci Qur’an. Beliau tidak pernah diperintahkan oleh Allah untuk mengajarkan kepada kita bagaimana beliau makan, tidur, buang air, dsb.

Kita diperintahkan untuk mengikuti Rasulullah sebagai penyampai wahyu Allah yaitu Qur’an, bukan mengikuti beliau sebagai manusia! Mematuhi Nabi adalah perintah Allah untuk mengikuti cahaya Qur’an yang telah diturunkan Allah kepada Rasul-Nya.

Mematuhi Nabi bukanlah berarti mengikuti perkataan-perkataan yang telah diatasnamakan kepada Nabi, yang disebut “Sunnah”, di mana hal ini memang TIDAK PERNAH SEKALI PUN disebut dalam Qur’an!

Satu-satunya sunnah yang diperintahkan kepada kita untuk diikuti adalah Sunatullah yaitu ketetapan Allah!

Bagaimana mungkin kisah-kisah tentang kehidupan Nabi yang bersifat privat bisa kita KETAHUI saat ini (entah itu fakta atau kebohongan), jika bukan orang-orang pada zaman itu MENGABAIKAN firman Allah dalam Qur’an

QS. Al-‘Ahzab [33]: 53
Hai orang-orang yang beriman, JANGANLAH kamu MEMASUKI rumah-rumah Nabi kecuali bila kamu DIIZINKAN untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak (makanannya), tetapi jika kamu diundang maka masuklah dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu TANPA asyik MEMPERPANJANG PERCAKAPAN. Sesungguhnya yang demikian itu akan MENGGANGGU Nabi lalu Nabi malu kepadamu (untuk menyuruh kamu ke luar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar...”


ALASAN 7 :
SEGALA PUJI HANYA KEPADA ALLAH SEMATA

Hanya Allah yang sempurna!

Sayangnya, banyak umat Islam yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad adalah manusia yang sempurna, tanpa cacat sedikit pun.

Dalam hal menyampaikan wahyu Allah, pendapat mereka itu 100% benar. Nabi Muhammad telah menyelesaikan tugas ini dengan menyampaikan Qur’an, dan tidak ada lain HANYA Qur’an!

Namun demikian, Nabi Muhammad seperti halnya nabi-nabi yang lainnya, hanyalah manusia biasa. Segala perkataan dan tindakan atas kemauan mereka sendiri sebagai manusia, tidaklah luput dari kesalahan.

Allah tidak akan terpengaruh dengan segala tindak tanduk para nabi, akan tetapi Dia adalah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang telah memaafkan segala kesalahan manusia, termasuk para nabi. Peristiwa ini juga bisa kita baca dalam Qur’an, contohnya:

QS. At-Tahrim [66]: 1
“Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu; kamu mencari kesenangan hati istri-istrimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Beberapa penjelasan dari Hadits tentang ayat ini telah diselewengkan maknanya, dengan dibuat seolah-olah Nabi Muhammad adalah manusia sempurna yang berhak dipuja-puja sebagaimana Allah.

Tapi ingat! Bukan berarti jika anda tidak menyimpan patung Nabi Muhammad maka anda akan terbebas dari dosa pemberhalaan!


ALASAN 8 :
QUR’AN BISA MENJELASKAN DIRINYA SENDIRI

Qur’an tidak bergantung kepada penjelasan hadits! Tidak sulit bagi Allah jika Dia berkehendak menurunkan kitab-kitab yang ditulis dengan tinta yang menghabiskan seluruh air laut. Jika anda berpendapat ada yang kurang dalam Qur’an, itu sama sekali bukan karena Allah lupa. Justru karena kemaha pemurahan-Nya, ada beberapa hal yang tidak dituliskan di dalam Qur’an. Justru Allah telah membukakan pintu ijtihad, penafsiran, dan pengembangan sebagai berkah Allah akan anugerah terbaik bagi manusia yaitu akal.

Qur’an membawa pesan universal yang bisa melintasi ruang dan waktu. Kita harus senantiasa mencari jalan keluar untuk permasalahan yang ada di sekitar kita hari ini.
Dan jawabannya tidak harus dipaksakan oleh “Hukum Islam” yang diwariskan oleh masyarakat Arab di abad pertengahan. Sudah seharusnya ulama di zaman ini melakukan evaluasi terhadap hukum-hukum masa lampau dan menggantikannya dengan pendekatan-pendekatan yang sesuai dengan kekinian, untuk menghadapi dilema yang kita hadapi saat ini.

Qur’an tidak hanya berbicara dengan masyarakat Arab di abad pertengahan, tetapi MASIH berbicara dengan umat manusia di zaman ini di belahan bumi mana pun.

Qur’an sendiri berbicara bahwa Ia (Qur’an) mudah untuk dipahami bagi orang-orang yang benar-benar beriman, dan sulit dipahami bagi orang-orang munafik dan penyembah berhala. Mereka (orang munafik dan penyembah berhala) selalu khawatir bahwa ayat-ayat itu akan membuka kebobrokan mereka.

Apakah anda menyadari bahwa betapa nyamannya bagi mereka (orang munafik) untuk mencomot-comot dalil dari Hadits untuk memutarbalikkan makna dalam ayat-ayat Qur’an?

Mari kita baca ayat berikut ini!

QS. Luqman [31]: 6
“Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan HADITS-HADITS (perkataan) YANG TIDAK BERGUNA untuk MENYESATKAN (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.”

Mereka tidak akan membiarkan ayat ini membuka kebobrokan mereka, maka mereka tidak berani menterjemahkan kata “Hadits” ini apa adanya. Biasanya mereka menterjemahkan menjadi “perkataan”, bahkan ada yang keterlaluan dengan menterjemahkannya menjadi “nyanyian dan musik!”

Selalu lebih mudah bagi orang-orang yang selalu merasa paling benar sendiri itu untuk mengacungkan jari telunjuk ke arah orang lain yang tidak sepaham, daripada introspeksi diri dan memperbaiki kesalahan mereka sendiri!

QS. Al-‘An’am [6]: 112-113
Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-PERKATAAN YANG INDAH-INDAH UNTUK MENIPU (manusia). Jika Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan. Dan (juga) agar hati kecil orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat cenderung kepada bisikan itu, mereka merasa senang kepadanya dan supaya mereka mengerjakan apa yang mereka (setan) kerjakan.”

QS. Al-‘Araf [7]: 30
Sebahagian diberi-Nya petunjuk dan sebahagian lagi telah pasti kesesatan bagi mereka. Sesungguhnya mereka menjadikan setan-setan pelindung (mereka) selain Allah, dan MEREKA MENGIRA BAHWA MEREKA MENDAPATKAN PETUNJUK.”

QS. Muhammad [47]: 16
Dan di antara mereka ada orang yang MENDENGAR PERKATAANMU (wahai Muhammad) sehingga apabila mereka keluar dari sisimu mereka berkata kepada orang yang telah diberi ilmu pengetahuan (sahabat-sahabat Nabi): "APAKAH YANG DIKATAKANNYA (Muhammad) TADI?" Mereka itulah orang-orang yang DIKUNCI MATI HATI mereka oleh Allah dan MENGIKUTI HAWA NAFSU mereka.”


ALASAN 9 :
MEMPERTANYAKAN HADITS TIDAK MENJADIKAN ANDA KAFIR!

Justru anda sedang menjalankan tepat apa yang diperintahkan Allah di dalam Qur’an! Allah berfirman kepada kita bahwa kita bertanggung jawab atas pendengaran, penglihatan, dan pola berpikir yang logis yang dikaruniakan kepada kita, dan untuk membuktikan sebuah kebenaran.

QS. Az-Zumar [39]: 18
“Yang MENDENGARKAN PERKATAAN lalu MENGIKUTI APA YANG PALING BAIK di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah PETUNJUK dan mereka itulah orang-orang yang MEMPUNYAI AKAL.

Qur’an mengatakan bahwa Nabi Muhammad kelak pada Hari Penghakiman akan berkeluh kesah kepada Allah dengan berkata, “Umatku telah menjadikan Qur’an sesuatu yang tidak diacuhkan.”

Apakah anda pernah bertanya kepada diri sendiri, siapakah yang dimaksud dengan “umatku” oleh Rasulullah? Ataukah lebih mudah menunjuk ke arah umat Yahudi dan Nasrani?

QS. Al-‘Isra’ [17]: 36
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya PENDENGARAN, PENGLIHATAN, dan HATI, semuanya itu akan diminta PERTANGGUNGAN JAWABNYA”

QS. Al-Baqarah [2]: 171
Dan perumpamaan (orang yang menyeru) orang-orang kafir adalah seperti penggembala yang memanggil binatang yang TIDAK MENDENGAR SELAIN PANGGILAN DAN SERUAN saja. Mereka TULI, BISU, DAN BUTA, maka (oleh sebab itu) mereka TIDAK MENGERTI.”

Sebagian besar Hukum Syariat dalam “Islam” yang diambil di luar Qur’an adalah berdasarkan Fikih dan Hadits. Mari kita bertanya kepada diri sendiri : berserah diri (Islam) macam apa kita ini jika berani mengingkari firman-firman Allah demi sekedar mengikuti tradisi dan Hadits?

Siapakah sebenarnya “orang-orang zalim dan fasik” itu?

Qur’an berkata :

QS. Al-Ma’idah [5]: 45
Barang siapa TIDAK MEMUTUSKAN perkara menurut APA YANG DITURUNKAN ALLAH, maka mereka itu adalah orang-orang ZALIM.”

QS. Al-Ma’idah [5]: 47
“Barang siapa TIDAK MEMUTUSKAN perkara menurut APA YANG DITURUNKAN ALLAH, maka mereka itu adalah orang-orang FASIK.”

Kediktatoran, kejahatan terhadap kemanusiaan, penindasan terhadap wanita, korupsi, pelanggaran terhadap hak berbicara/beragama/ berpandangan politik bisa kita saksikan di belahan bumi manapun. Akan tetapi mengapa kasus terbanyak terjadi di negeri-negeri mayoritas “muslim?”

QS. An-Nisa’ [4]: 60
Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang MENGAKU dirinya telah BERIMAN kepada APA YANG DITURUNKAN (Qur’an) kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak BERHAKIM kepada kemungkaran, padahal mereka telah diperintah mengingkari kemungkaran itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) PENYESATAN yang sejauh-jauhnya.“

QS. Al-Qalam [68]: 36-37
Mengapa kamu (berbuat demikian): bagaimanakah kamu MENGAMBIL KEPUTUSAN? Atau adakah kamu mempunyai sebuah KITAB LAIN yang kamu ikuti?

QS. Al-Kahf [18]: 26
“...Dia TIDAK mengambil seorang pun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan HUKUM".


ALASAN 10 :
QUR’AN ADALAH PEMBEDA ANTARA YANG “BENAR” DAN YANG “SALAH”.

QS. Al-Furqan [25]: 1
Maha Suci Allah yang telah menurunkan KITAB PEMBEDA (antara yang benar dan salah) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam,”

QS. Yunus [10]: 17-18
Maka siapakah yang LEBIH LALIM daripada orang yang MENGADA-ADAKAN KEDUSTAAN terhadap Allah atau MENDUSTAKAN ayat-ayat-Nya? Sesungguhnya, tiadalah beruntung orang-orang yang berbuat dosa. Dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudaratan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, dan mereka berkata: "Mereka itu adalah pemberi syafaat kepada kami di sisi Allah". Katakanlah: "Apakah kamu mengabarkan kepada Allah APA yang TIDAK diketahui-Nya baik di langit dan tidak (pula) di bumi?" Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan (itu).”

QS. Al-‘Ahzab [33]: 67-68
Dan mereka berkata: "Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah MENAATI PEMIMPIN dan PEMBESAR kami, lalu mereka MENYESATKAN kami dari jalan (yang benar). Ya Tuhan kami, timpakanlah kepada mereka azab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar".

QS. An-Nisa’ [4]: 48
Sesungguhnya Allah TIDAK AKAN mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang SELAIN dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang MEMPERSEKUTUKAN Allah, maka sungguh ia telah berbuat DOSA yang BESAR. “

Kembalilah kepada petunjuk Allah di dalam Qur’an, sebelum terlambat! Karena anda tidak dapat menyalahkan orang-orang yang telah menyesatkan kita pada Hari Penghakiman nanti!

Keselamatan anda tergantung pada anda sendiri, dan ampunan dari Allah!

Allah telah memudahkan agama ini bagi kita. Jika anda merasakan begitu banyak kesulitan dan kerepotan dalam berserah diri (Islam), maka patut anda pertanyakan kepada diri sendiri, Islam apakah yang sedang kita jalani?

Berserah diri hanya kepada Sunnah Allah (Sunatullah) adalah sesuatu hal yang akan dilakukan oleh orang yang benar siapa pun dia, dengan penuh kenikmatan.

Sistem Allah sangat luar biasa, hebat, humanis, dan sehat. Tidak demikian dengan sistem yang dibuat-buat sendiri oleh manusia.

Sangatlah penting bagi siapa saja, Muslim maupun Non-Muslim untuk menyadari perbedaan di antara sistem buatan Allah dan sistem buatan manusia.

Pengingkaran terhadap fakta ini akan berakibat:

QS. Al-‘An’am [6]: 26
Mereka MELARANG (orang lain) MENDENGARKAN Al Qur'an dan mereka sendiri MENJAUHKAN diri daripadanya, dan mereka hanyalah MEMBINASAKAN diri mereka sendiri, sedang mereka TIDAK MENYADARI.

Peace!