Selasa, 19 November 2013

KESADARAN ALAM SEMESTA ~ AL QUR’AN SEBAGAI SUMBER FILOSOFI BAGI SAINS (18)

Salah satu kajian yang semakin menarik dewasa ini adalah soal kesadaran semesta. Benarkah alam semesta memiliki kesadaran, ataukah sebaliknya semesta bergantung kepada kesadaran manusia. Dengan kata lain, manakah yang lebih substansial: alam semesta ADA dikarenakan adanya KESADARAN MANUSIA, ataukah manusia ADA dikarenakan adanya KESADARAN SEMESTA? Ataukah, kedua-duanya merupakan akibat saja dari Suatu KESADARAN yang LEBIH TINGGI? Al Qur’an memberikan ‘clue’ dalam ayat-ayatnya, terkait dengan sistem informasi yang berkesadaran itu.
-----------------------------------------------------------------------------------------

Kesadaran bukanlah entitas yang bersifat material. Karena itu, tidak bisa dipegang. Tidak bisa difoto ataupun divideo. Tidak bisa didengar. Tidak bisa dikecap. Pendek kata tidak bisa dijangkau oleh panca indera. Sehingga, sains yang bersifat materialistik memang sudah tidak mampu lagi untuk memahaminya. Tapi, apakah karenanya, entitas kesadaran itu tidak ada? Tentu saja berlebihan kalau ada orang yang berpendapat seperti itu. Sains bukanlah segala-galanya. Terlalu banyak realitas alam semesta yang tidak bisa diungkap dengan sains. Sehingga, menjadi konyol kalau kita memutlakkan sains sebagai satu-satunya ukuran bagi eksistensi segala peristiwa.Yang kalau tidak terukur oleh sains lantas kita katakan sesuatu itu tidak ada.

Kesadaran juga bukanlah energi. Meskipun ia bisa memicu munculnya energi. Atau, setidak-tidaknya menyebabkan energi berdinamika. Misalnya, dengan kesadaran yang kita miliki, kita lantas bisa menggerakkan tangan, kaki, mata, dan seluruh anggota tubuh. Ada energi yang menggerakkan anggota tubuh, berdasar perintah kesadaran. Jika kesadaran kita itu tidak berkehendak, maka energi tubuh kita pun tetap diam alias tidak berdinamika. Energi itu bisa saja berbentuk energi kimia, atau mekanik, atau elektrik, ataupun energi potensial apa pun. Tapi intinya, kesadaran bukanlah energi, dan energi bukanlah kesadaran.

Kesadaran juga bukanlah ruang ataupun waktu. Karena, kedua variabel ini pun bersifat mati. Kesadaran adalah sistem informasi yang memiliki kecerdasan, dan hidup. Saya perlu menegaskan hal ini, karena rupanya masih ada yang terjebak dengan kesimpulan yang kurang tepat, yang menganggap energi itu hidup. Dan bisa memerintah diri sendiri, serta memiliki kehendak, dan tujuan. Saya kira, perlu dilakukan perenungan lebih jernih tentang variabel-variabel alam semesta terkait dengan apa yang disebut sebagai makhluk hidup. Karena keempat variabel itu - materi, energi, ruang & waktu – sampai kapan pun, tidak akan bisa menghasilkan makhluk hidup yang berkehendak dan memiliki kecerdasan. Kecuali diintervensi oleh ‘Sesuatu’ dari luar variabel, yang memiliki Kehendak dan Kecerdasan.

Kalaupun mau dibahas secara saintifik, atau setidak-tidaknya menggunakan terminologi sains, persoalan ruh dan jiwa itu tidak cocok dibahas hanya dengan ilmu Kimia, Fisika, Matematika, dan Biologi yang materialistik. Yang agak sesuai dengan wilayah ruh dan jiwa itu adalah Psikiatri. Tetapi sayangnya oleh sebagian orang yang mengklaim dirinya saintis, Psikiatri ini dianggap sebagai ‘sains abal-abal’ alias pseudo science, karena pembahasannya tidak sepenuhnya obyektif, melainkan sudah melibatkan subyektivitas.

Seorang Sahabat saya - Prof. Dr. dr. Suhartono Taat Putra MS - yang ahli Psycho Neuro Imunology, mengatakan bahwa ilmu pengetahuan manusia tentang makhluk hidup di masa depan akan menjadi sedemikian kompleksnya. Melebihi kerumitan memahami penciptaan alam semesta yang obyektif. Jika untuk memahami alam semesta kita membutuhkan Astrofisika, Astrokimia, Astromatematika, dan sebagainya, maka untuk memahami manusia itu kita tidak hanya membutuhkan Biokimia, Biofisika, Biologi, dan Biokuantum yang masih di wilayah obyektif, melainkan harus memasuki wilayah yang subyektif. Karena ternyata, seluruh proses yang bersifat Biokimia, Biofisika dan Biokuantum itu hanya merupakan akibat saja dari dinamika ‘sesuatu’ yang sangat subyektif di dalam diri manusia.

Selain Psikiatri, sains modern yang agak mendekati wilayah ruh dan jiwa itu adalah teori informasi. Dimana dewasa ini, peradaban sedang ‘dikuasai’ oleh bidang ini. Materi dan energi tidak lagi menjadi 'aktor utama' dalam ilmu ini. Ia hanya menjadi alat alias media saja. Kalau kita bicara soal handphone misalnya, yang kita bahas tidak lagi bahannya apa. Atau, baterainya apa. Melainkan fitur-fitur informasinya.

Bicara tentang ruh dan jiwa, tidak lagi bicara soal materi dan energi, melainkan bicara soal fitur-fitur informasi yang ada di dalamnya. Karena itu, jangan terjebak pada memahami ruh dan jiwa sebagai entitas energi. Karena energi hanya menjadi media bagi jiwa untuk menyalurkan informasi yang sinyalnya berasal dari ruh.

Ibarat handphone, sistem informasi itu tidak bisa mewujud dengan sendirinya tanpa ada sosok gadget dan tanpa ada energi dari baterai. Tetapi, gadget yang sudah ada baterainya pun tidak akan bisa berfungsi jika tidak ada sistem informasinya. Memang, analogi ini tidak persis betul dengan manusia. Karena, dalam diri manusia, yang disebut kehidupan itu termasuk di dalam ‘fitur’ ruh. Di dalam ruh itu ada beragam sifat ketuhanan ataupun fitur kehidupan yang menghidupkan. Sedangkan pada handphone ‘kehidupan’ itu ada karena baterai.

Kalaupun mau dianalogikan secara lebih baik, energi listrik dan operating system itulah RUH. Software aplikasinya adalah JIWA. Sedangkan sosok gadget adalah TUBUH. Seluruh kendali atas fungsi handphone itu bergantung pada OS (Operating System), termasuk kendali on-off-nya. Tetapi fungsi-fungsi aplikasinya ada pada software aplikasi yang mewakili jiwa. Dimana software itu bisa di upgrade ataupun di downgrade, sebagaimana jiwa manusia juga bisa dididik menjadi lebih baik ataupun dipengaruhi lingkungan untuk menjadi lebih buruk.

Nah, terkait dengan manusia, kesadaran itu bukanlah di sistem materi dan sistem energinya, melainkan di sistem informasi. Bahkan, masih perlu ditambahkan ‘sistem informasi yang hidup’. Itulah yang telah saya tulis di notes sebelum-sebelumnya – saat membahas ruh sebagai sistem informasi – tetapi rupanya belum tertangkap substansinya. Sehingga, masih ada yang berkutat pada sistem energi yang mati, padahal materi dan energi tak lebih hanya berfungsi sebagai media belaka.

Lebih jauh, sistem informasi ini bukan hanya berhenti di dalam diri manusia, karena sebagaimana telah kita bahas, alam semesta pun memiliki sistem informasi yang cerdas itu. Maka, terkait dengan pembahasan soal kesadaran ini, kita menangkap benang merahnya. Jika sistem informasi terkait dengan kesadaran, maka kesadaran itu sebenarnya tidak hanya berhenti di diri manusia. Melainkan juga dimiliki oleh alam semesta. Dan manusia, ataupun makhluk hidup hanya merupakan bagian saja dari ‘kesadaran semesta’.

Alam semesta adalah sistem informasi yang sangat canggih, ibarat dunia maya alias internet. Segala macam gadget berupa handphone, laptop, desktop, tablet, dan sebagainya adalah terminal-terminal dalam sistem informasi itu. Mereka bisa saling berhubungan lewat sistem informasi yang menjadi backbone dunia maya itu. Apakah sistem informasi dunia maya itu ada dengan sendirinya? Tentu saja tidak. Ada yang mengaturnya. Bahkan ada yang menciptakannya. Sekaligus mengendalikannya.

Sistem yang canggih itu, hanya media saja bagi ‘kecerdasan-kecerdasan’ yang ada di balik sistem materi dan energi yang terlibat di dalam beroperasinya internet. Semua bagian dari sistem itu adalah sesuatu yang mati, dan butuh ‘kecerdasan’ ataupun ‘kesadaran’ sehingga 'menghidupkan' media internet dengan lalu lintas informasi di dalamnya.

Alam semesta ini hanya menjadi media bagi lalu lintasnya informasi dari para pemilik kesadaran dan kecerdasan. Karena, semua variabel penyusun alam semesta ini memang tak lebih dari variabel mati belaka. Seluruh makhluk hidup di alam semesta ini tak lebih hanyalah ‘terminal-terminal’ kesadaran yang menggunakan media berupa ‘badan’ dengan fitur-fitur yang ada di dalam ‘jiwa’nya. Tetapi operating system harus sinkron dan terintegrasi dengan seluruh sistem informasi yang ada. Yang semua itu dikendalikan oleh Sang Pencipta seluruh sistem informasi yang sedang berjalan ini..!

'Perpindahan alam' dari satu gadget ke gadget lainnya, dari handphone ke laptop, ke tablet, ke smart phone, ke BB, ke PC, ke satelit, atau apa pun namanya, dan dimana pun lokasinya, tidak menjadi masalah selama ia sinkron dengan sistem informasi tersebut. Dalam skala kehidupan manusia, pindah dimensi dari alam dunia ke alam barzakh, atau pun ke alam akhirat tidak masalah, semua itu terintegrasi dalam sistem informasi yang memang bisa lintas dimensi sebagaimana telah saya jelaskan di note sebelumnya.

Ringkas kata, seluruh alam semesta sebenarnya adalah sistem informasi terintegrasi yang server-nya ada  di sisi-Nya, sedangkan terminal-terminalnya tersebar di seluruh penjuru alam semesta. Seluruh kejadian di mana pun bakal terekam dan masuk ke server itu, disamping juga terekam oleh terminal-terminal informasi yang saling berinteraksi. Tetapi, yang perlu Anda catat, bahwa semua lalu lintas informasi itu tidak akan terjadi jika tidak ada sosok-sosok ‘berkecerdasan’ dan ‘berkesadaran’ yang berkehendak untuk melakukan komunikasi. Karena sesungguhnya, semua ini cuma manifestasi dari Zat yang Maha Cerdas dan Maha Berkehendak..!

QS. Al An’am (6): 59
Dan di sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang gaib. Tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri. Dan Dia mengetahui apa yang terjadi di daratan dan di lautan. Dan tidak sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya. Dan tidak jatuh sebutir biji pun di dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan semuanya tertulis di dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)"

Wallahu a’lam bissawab
~ salam ~

Minggu, 17 November 2013

KETIKA DI ALAM BARZAKH TERASA SEBENTAR ~ AL QUR’AN SEBAGAI SUMBER FILOSOFI BAGI SAINS (17)

Selain memberitakan tentang ‘masih hidupnya’ orang yang sudah mati, Al Qur’an juga memberikan 'clue' tentang adanya siksa kubur. Memang tidak dalam bentuk siksa badan, karena badannya sudah hancur. Melainkan dalam bentuk siksa jiwa. Sehingga, bagi orang yang beriman terhadap ayat-ayat Al Qur’an, memang akan terasa aneh jika kita menganggap di alam barzakh itu tak ada ‘kehidupan’. Karena ayat-ayatnya sangat eksplisit mengatakan: ‘’Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya’’. Tapi, tentu saja kehidupan yang dimaksudkan berbeda dengan kehidupan duniawi, karena jasadnya memang sudah tidak berfungsi.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Allah membuat analogi yang menarik antara orang tidur dan orang mati. Bahwa, orang mati maupun orang tidur, jiwanya ‘diangkat’ oleh Allah. Diangkat sementara bagi orang yang tertidur, dan diangkat seterusnya bagi orang yang mati, sampai nanti datangnya hari berbangkit. Ibarat peralatan video, saya mengistilahkan ‘hidup’ adalah play, ‘tidur’ adalah paused dan ‘mati’ adalah stop. Berikut ini saya kutipkan kembali ayatnya.

QS. AzZumar [39]: 42
Allah mengangkat  jiwa (anfus) ketika matinya dan jiwa yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain (yang tidur) sampai waktu yang ditetapkan (saat kematiannya kelak). Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir.

Saya ingin menyoroti lebih fokus analogi yang diberikan Al Qur’an antara orang tidur dan orang mati, bahwa kedua-duanya terkait dengan fungsi jiwa. Jiwa orang yang sedang tidur maupun mati berada di dalam 'genggaman' Allah. Ketika orang yang tidur itu terbangun, maka jiwanya dikembalikan. Sedangkan orang yang mati, jiwanya tidak dikembalikan ke jasad. Secara normal, saya kira kita sudah bisa mengambil kesimpulan bahwa entitas jiwa dan badan itu dapat disatukan maupun dipisahkan.

Apalagi ketika dikaitkan dengan QS. Al Baqarah [2]: 154 yang dengan eksplisit menjelaskan mereka tetap hidup di alam barzakh. Sulit bagi kita untuk menafikan adanya ‘kehidupan’ di alam barzakh itu, kecuali kita memang ‘tidak menganggap’ ayat ini ada. Lain lagi persoalannya. Demikian pula QS. Ali Imran [3]: 169, yang menegaskan lagi adanya kehidupan di alam barzakh itu. Bagi yang tidak mengimani ayat ini, ya silakan saja. Atau, jika tidak sependapat, silakan memberikan tafsirannya secara lugas dan fokus terhadap kedua ayat tersebut.

Bahkan ayat berikut ini menjelaskan orang yang berada di alam barzakh itu bisa menyesali diri dan putus asa. Suatu keadaan yang menggambarkan mereka mempunyai memori terhadap kehidupan sebelumnya. Dan memahami adanya konsekuensi terhadap kejahatan-kejahatan yang telah dilakukannya selama di dunia. Meskipun tubuhnya – termasuk otaknya – sudah hancur dimakan tanah, ternyata mereka tetap memiliki kesadaran secara kejiwaan. Itulah tubuh energial yang disebut sebagai jiwa alias nafs.

QS. Mumtahanah [60]: 13
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu jadikan penolongmu kaum yang dimurkai Allah. Sesungguhnya mereka telah putus asa terhadap negeri akhirat sebagaimana orang-orang kafir yang telah berada di dalam kubur berputus asa.

Maka, secara informasi Qur’ani, hampir tak ada peluang bagi kita untuk membuat tafsiran yang mengatakan kematian adalah ‘ketiadaan’. Atau, di alam barzakh tak ada kehidupan. Yang bisa kita lakukan adalah memberikan pemahaman lanjutan, bahwa yang disebut kematian itu sebenarnya adalah sekedar rusaknya jasad belaka. Bukan rusaknya kesadaran jiwa. Sehingga, kita lantas bisa memahami ayat berikut ini yang mengatakan bahwa kematian memang bukan akhir dari segalanya. Melainkan, justru menjadi pintu masuk bagi kehidupan selanjutnya.

QS. AL Haaqqah [69]: 27
Wahai kiranya kematian itulah yang menyelesaikan segala masalah.

Sebuah ungkapan penyesalan yang mendalam dari orang-orang yang berdosa, dimana mereka kecele, karena mengira kematian adalah akhir dari drama kehidupan. Padahal ternyata bukan. Sehingga, di alam barzakh pun banyak orang berdosa yang menyesali kebodohan dan kesombongannya. Apalagi, di saat hari kebangkitan, dimana mereka harus mempertanggung jawabkan segala perbuatannya di dunia.

Terkait dengan analogi kematian dan tidur itu, Allah memberikan gambaran lagi di ayat berikut ini. Khususnya bagi mereka yang berdosa, mereka menyesal saat dibangunkan dari ‘tidurnya’.

QS.Yaasiin [36]: 52
Mereka berkata: "Aduhai celakalah kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat-tidur kami (kubur)?." Inilah yang dijanjikan (Tuhan) Yang Maha Pemurah dan benarlah Rasul- rasul(Nya).

Dan menariknya, orang-orang yang dibangkitkan dari dalam kubur itu merasa keberadaannya di dalam kubur ataupun di muka bumi tidaklah lama. Meskipun sudah meninggal ribuan tahun misalnya, mereka seakan-akan mengalaminya hanya sehari atau setengah hari belaka.

QS. Al Israa’ [17]: 52
Yaitu pada hari Dia memanggilmu, lalu kamu mematuhi-Nya sambil memuji-Nya. Dan kamu mengira, bahwa kamu tidak berdiam (di dalam kubur) kecuali sebentar saja.

QS. Al Mukminuun [23]: 112-114
Allah bertanya: "Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi? Mereka menjawab:"Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung. Allah berfirman: "Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu sungguh-sungguh mengetahui.’’

Itulah kondisinya, bahwa orang yang baru dibangkitkan dari kematiannya mirip dengan orang yang baru dibangunkan dari tidurnya. Katakanlah sudah tertidur 10 jam, tetapi ketika dibangunkan dan ditanya, ia akan menjawab ‘tidak tahu’ berapa lama ia tertidur, rasanya sih cuma sebentar. Dan ketika melihat jam dinding ia baru tahu bahwa ia sudah tertidur sekian jam. Mirip dengan itulah orang yang dibangkitkan dari kematian.

Fase alam barzakh dirasakannya cuma sebentar, bukan karena tidak merasakan atau bahkan tidak bisa merasakan, melainkan lebih dikarenakan adanya ‘relativitas waktu’ yang bersifat subyektif antara ‘dunia kematian’ dan ‘dunia kehidupan’. Ada lompatan kesadaran diantara keduanya disebabkan melewati 'lorong kesadaran' antara mati dan hidup, atau antara tidur dan terjaga.

Contoh gampangnya begini. Suatu ketika Anda mengalami kecapekan bekerja, dan kemudian tertidur sekitar 5 menit. Lantas, teman Anda membangunkan Anda, karena memang saat itu sedang jam kerja. Saat terbangun Anda bercerita kepada teman Anda itu bahwa Anda sempat bermimpi. Katakanlah mimpi dikejar anjing. Wow, Anda bisa bercerita panjang sekali: berlari kencang, lompat pagar, lompat sungai dan seterusnya jatuh bangun, sampai Anda benar-benar terbangun karena dibangunkan teman Anda. Aneh kan, Anda bermimpi hanya dalam waktu 5 menit saja, tetapi ceritanya bisa panjang seakan-akan kejadian berjam-jam.

Itulah kurang lebih analogi antara dunia kematian dan kehidupan. Orang yang berada di dalam alam barzakh bisa mengalami siksaan jiwa selama bertahun-tahun, sehingga menyesali perbuatannya, dan bahkan digambarkan berputus asa. Serasa ingin keluar dari ‘mimpi’ alam barzakh itu, tetapi tidak bisa keluar darinya. Sampai datanglah waktu kebangkitan, dimana ia seperti orang yang terbangun dari mimpi panjangnya. Tetapi, ketika ia ditanya: berapa lama berada di dalam kubur, ia hanya merasa sehari atau bahkan setengah hari belaka..!

Ada dua alam yang memiliki hukum berbeda. Yang satu adalah alam berdimensi tiga, yang lainnya adalah alam berdimensi lebih tinggi, entah dimensi berapa. Karena, alam semesta yang multiverse ini memang sangat boleh jadi memiliki ruang-ruang berdimensi tinggi dalam jumlah tak berhingga. Sangat mudah bagi Allah untuk memilihkan salah satunya untuk diisi jiwa-jiwa yang telah mati. Dan perlu Anda ketahui, menurut M-Theory, hukum-hukum yang berlaku disana bisa sama sekali berbeda dengan yang terjadi disini. Karena, segala gaya yang membentuk peristiwa di alam dunia ini memang sudah runtuh di 'depan pintu langit' yang menjadi lorong menuju ke alam berdimensi lebih tinggi itu. Kecuali arus informasi yang menembus seiring dengan gaya gravitasi..!

Wallahu a’lam bissawab
~ salam ~

Sabtu, 16 November 2013

SIAPAKAH YANG HIDUP DI ALAM BARZAKH ~ AL QUR’AN SEBAGAI SUMBER FILOSOFI BAGI SAINS (16)

Al Qur’an membedakan istilah Ruh dan Jiwa dalam arti yang substansial. Bahwa keduanya memang dua entitas yang berbeda, tetapi saling terkait. Ruh berfungsi sebagai sumber potensial sifat-sifat ketuhanan bagi jiwa manusia, sekaligus menghidupkannya. Sedangkan, jiwa menjadi belahan energial dari tubuh yang bersifat material. Karena itu, Al Qur’an memberikan clue bahwa Jiwa bisa terlepas dari badan material, dan tetap hidup di alam energial.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Cukup banyak ayat-ayat di dalam Al Qur’an yang memberikan clue bahwa ruh dan jiwa adalah dua entitas yang berbeda. Meskipun kebanyakan kita memandangnya sebagai sesuatu yang satu. Sehingga, tak jarang penafsir pun menyebut keduanya secara rancu: nafs dimaknai sebagai ruh, atau sebaliknya. Padahal kalau kita cermati, keduanya sesungguhnya berbeda.

Mulai dari istilahnya pun sudah berbeda: ruh dan nafs. Secara penggunaan juga berbeda, misalnya kata ruh tidak pernah disebut jamak oleh Al Qur’an, sedangkan kata nafs banyak dipakai dalam bentuk jamak menjadi anfus. Ruh tidak pernah bergandengan dengan kata menciptakan, artinya Allah tidak pernah menginformasikan ‘menciptakan ruh’, melainkan meniupkan atau menghembuskan dari entitas yang sudah ada. Sedangkan untuk nafs, Allah menyebutkan sebagai hasil penciptaan. Ruh tidak pernah digambarkan sebagai entitas yang berubah-ubah secara kualitas, sedangkan nafs adalah entitas yang berubah secara kualitas. Dan kemudian, Allah tidak pernah menggambarkan ruh sebagai entitas yang terlepas dari badan saat kematian, sebaliknya Allah menggambarkan nafs adalah entitas yang bisa terpisah dari badan, dan melanjutkan ‘kehidupan’ di alam barzakh.

QS. Al Baqarah (2): 154
Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.

QS. Ali Imran (3): 169
Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezki.

Dengan sangat jelas Allah memberikan informasi, bahwa setelah rusaknya badan material, sebenarnya seseorang itu masih hidup. Mereka masih memiliki kesadaran kemanusiaannya. Dan hidup dengan badan yang bukan badan material, melainkan dengan badan energial. Dan itu bukan ruh, melainkan jiwa alias nafs.

Al Qur’an menjelaskan di ayat yang berbeda bahwa nafs manusia bisa dipisahkan dari badannya saat kematian melandanya, dan kelak akan dikembalikan lagi saat hari kebangkitan. Bahkan, pada saat tidur pun digambarkan jiwa itu ‘diambil’ Allah, dan kemudian dikembalikan lagi ketika ia terbangun.

QS. Az Zumar (39): 42
Allah mengambil  jiwa (anfus) ketika matinya dan jiwa yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain (yang tidur) sampai waktu yang ditetapkan (saat kematiannya kelak). Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir.

Di ayat yang lain lagi, Allah memberikan gambaran tentang jiwa yang terlepas dari badan. Kita ditantang oleh Allah untuk mengembalikannya ke dalam raganya, bila kita mampu. Hal itu menegaskan, bahwa badan dan jiwa adalah dua entitas yang berbeda. Artinya, nafs tidak identik dengan jism atau jasad, meskipun saat hidup keduanya menyatu. Sehingga, digambarkan malaikat maut mencabut nyawa orang-orang yang ingkar dengan keras dan menyakitkan.

QS. Al Waaqi’ah (56): 83-87
Maka mengapa ketika (nyawa) sampai di kerongkongan, padahal kamu ketika itu melihat, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada kamu, tetapi kamu tidak melihat. Maka mengapa jika kamu tidak dikuasai (oleh Allah) kamu tidak mengembalikan (nyawa) itu (ke badannya) jika kamu adalah orang-orang yang benar?

QS. Al Anfaal (8): 50
Seandainya kamu melihat ketika para malaikat mengambil jiwa orang-orang yang kafir seraya memukul muka dan punggung mereka: "Rasakanlah olehmu siksa neraka yang membakar".

Ringkas kata, saya cuma ingin menegaskan bahwa manusia terdiri dari 3 lapisan entitas. 
1. Yang paling kasar adalah badan material yang disebut jism atau jasad. 
2. Yang kedua adalah badan energial yang lebih halus, disebut nafs alias jiwa. 
3. Dan yang ketiga adalah ‘sistem informasi’ yang menghidupkan badan dan jiwa itu, yang disebut sebagai ruh.

Kehidupan yang paling sempurna bagi seorang manusia adalah ketika ketiga entitas itu menyatu dalam diri seseorang. Mereka disebut sebagai manusia seutuhnya yang hidup. Tetapi, suatu saat badan materialnya bisa rusak, dan jiwa berserta ruhnya lepas dari badan. Inilah yang disebut sebagai kematian. Hanya raganya yang rusak, tetapi jiwa –badan energialnya– masih dalam naungan ‘sistem informasi’ ruh bisa hidup di alam berdimensi lebih tinggi, yang disebut sebagai alam barzakh.

Ketika memasuki alam barzakh tanpa badan material itu, seorang manusia masih memiliki kesadarannya. Juga rasa takut. Termasuk daya ingat akan kehidupannya selama di dunia. Sehingga dalam ayat berikut ini, seseorang yang mati bisa mengalami penyesalan, dan meminta kepada Allah dikembalikan ke dunia untuk berbuat kebajikan yang selama ini dia tinggalkan.

QS. Al Mukminuun (23): 99-100
(Demikianlah keadaan orang-orang yang ingkar itu), hingga apabila datang kematian kepada salah seorang dari mereka, dia berkata: "Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku bisa berbuat amal kebajikan yang dulu aku tinggalkan. Sekali-kali tidak (bisa). Sesungguhnya itu cuma ucapan yang dilontarkannya saja. Karena, di belakang mereka ada barzakh (dinding dimensi yang membatasi) sampai hari mereka dibangkitkan.

Jadi, semakin jelas saja clue yang diberikan Al Qur’an bahwa manusia bisa hidup dengan badan material-energial di dunia tiga dimensi ini, ataupun badan energial saja di alam berdimensi lebih tinggi. Tentu saja, kedua-duanya berada dalam pengaruh ‘sistem informasi’ yang menghidupkan mereka, yaitu ruh.

Di hari kiamat kelak, badan material manusia akan diutuhkan kembali. Dan jiwa beserta ruhnya akan dikembalikan bersatu dengan raganya untuk menjalani fase kehidupan akhirat. Itulah yang disebut sebagai hari kebangkitan dari dalam kubur, dimana setiap diri akan mempertanggung jawabkan apa yang telah diperbuatnya selama hidup di fase dunia.

QS. Yaasiin (36): 52
Mereka berkata: "Aduhai celakalah kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat tidur (kuburan) kami? Inilah yang dijanjikan (Tuhan) Yang Maha Pemurah dan benarlah Rasul-rasul-(Nya).

QS. Al Hajj (22): 7
Dan sesungguhnya hari kiamat itu pastilah datang, tak ada keraguan padanya. Dan bahwasanya Allah membangkitkan semua orang di dalam kubur.

QS. Ibrahim (14): 48
(Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit, dan mereka semuanya berkumpul menghadap ke hadirat Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa.

Sebagian manusia yang tidak beriman meragukan datangnya hari kebangkitan itu. Tetapi, dengan sangat logis Al Qur’an memberikan argumentasi kepada mereka. Bahwa, bagi Allah yang Maha Pencipta soal kebangkitan itu adalah masalah kecil. Lha wong, dulu dari tidak ada aja Allah bisa menciptakannya menjadi ada, sekarang apa sulitnya bagi Allah untuk sekedar mengulangi: menjadikan makhluk yang sudah ada menjadi hidup kembali.

QS. Ar Ruum (30): 27
Dan Dialah yang menciptakan (manusia) dari permulaan, kemudian menghidupkannya kembali. Dan menghidupkan kembali itu (tentu) lebih mudah bagi-Nya. Dan bagi-Nyalah sifat yang Maha Tinggi di langit dan di bumi. Dan Dia adalah (Tuhan) Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

QS. Ar Ruum (30): 17-19
Maka bertasbihlah kepada Allah waktu kamu berada di petang hari dan waktu kamu berada di pagi hari, dan bagi-Nyalah segala puji di langit dan di bumi dan waktu kamu berada di petang hari maupun waktu kamu berada di siang hari. Dialah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan (Dia pula) yang menghidupkan bumi sesudah matinya. Dan seperti itulah kamu semua bakal dikeluarkan (dari dalam kubur).

Wallahu a’lam bissawab
~ salam ~


Jumat, 15 November 2013

RUH PUN MENEMBUS ALAM LINTAS DIMENSI ~ AL QUR’AN SEBAGAI SUMBER FILOSOFI BAGI SAINS (15)

Meskipun Al Qur’an menyebut ilmu tentang ruh itu cuma sedikit, sebenarnya tidak ada larangan untuk mempelajari tentang ruh. Dan Al Qur’an sendiri memberikan clue sebanyak belasan ayat tentangnya. Memang, ini jauh lebih sedikit dibandingkan dengan informasi tentang jiwa yang mencapai ratusan ayat. Dari jumlah informasi yang sangat sedikit itu kita mencoba untuk memahami sedikit-banyak soal karakteristik ruh.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Sebagaimana telah kita bahas sebagian di notes sebelum-sebelumnya, ruh adalah sistem informasi yang hidup dan membawa sifat-sifat ketuhanan. Sedangkan alam semesta hanyalah sekedar kanvas bagi ‘perasaan’ yang diekspresikannya. Perasaan itulah yang saya sebut sebagai sistem informasi yang hidup. Dimana, alam semesta saya sebut sebagai media tempat menjalarnya informasi itu.

Bukan hanya di alam semesta yang berdimensi tiga, melainkan lintas dimensi ke alam-alam yang lebih tinggi. Dimana arus informasi terus mengalir lewat 'pintu-pintu langit' yang tersebar di seluruh penjuru jagat semesta, melalui lorong gravitasi antar dimensi.

Dalam teori String yang telah disempurnakan menjadi M-Theory, disebutkan bahwa seluruh gaya alam semesta – nuklir kuat, nuklir lemah, dan elektromagnetik, minus gaya gravitasi – tidak bisa menembus batas dimensi-dimensi langit. Namun, khusus gaya gravitasi justru bisa melepaskan diri dari jebakan batas dimensi. Dan oleh sebab itu, terbentuklah alam semesta berdimensi lebih tinggi. Contoh kasusnya, adalah apa yang terjadi pada black hole sebagaimana telah kita bahas sebelum ini. Bahwa, di saat gaya-gaya lain runtuh di lubang hitam, gaya gravitasi justru malah menguat.

Kenapa hal ini bisa terjadi? Karena, sesungguhnya seluruh gaya itu hanyalah penampakan saja dari suatu gaya tunggal, sebagaimana dirumuskan oleh teori penyatuan gaya The Grand Unification Theory, yang dipromosikan oleh Prof Abdus Salam sehingga dia memperoleh hadiah Nobel pada tahun 1979. Abdus Salam telah berhasil menyatukan gaya-gaya fundamental yang semula dipersepsi sebagai gaya-gaya yang terpisah itu.

Awalnya, gaya elektromagnetik adalah dua gaya yang terpisah, yang terdiri dari gaya listrik dan gaya magnet. Tetapi, kemudian terbukti bahwa kedua gaya itu bisa disatukan menjadi gaya elektromagnetik. Dengan berdasar pada keyakinannya tentang ketauhidan di dalam Islam – bahwa segalanya adalah tunggal – Abdus Salam menyodorkan teori penyatuan gaya yang memperoleh Nobel itu. Dia telah berhasil menyatukan gaya elektromagnetik dengan gaya nuklir lemah yang disebutnya sebagai Electroweak Force alias Gaya Elektrolemah. Secara teoritis, dia juga memprediksikan gaya Elektrolemah itu bakal bisa disatukan dengan gaya nuklir kuat. Dan ujung-ujungnya, seluruh gaya itu akan ‘bertauhid’ ketika bisa disatukan dengan gaya gravitasi.

Teori penyatuan ini memberikan gambaran yang menarik, bahwa seluruh gaya akan tampak sebagai entitas yang terpisah-pisah hanya ketika berada pada kondisi energi rendah. Dan, kemudian menjadi sebuah ‘gaya alam semesta’ yang tunggal belaka ketika berada pada energi tinggi. Salah satu keadaan itu terjadi di black hole, yakni ketika gaya-gaya nuklir lemah, kuat dan elektromagnetik runtuh berganti dengan menguatnya gaya gravitasi.

Tergambar, bahwa sebenarnya jumlah gaya-gaya tersebut adalah tetap. Hanya penampakannya saja yang berubah. Sehingga, kekuatan gaya yang semula muncul dalam bentuk gaya nuklir dan elektromagnetik terkonversi menjadi gaya gravitasi yang menjadi lebih kuat. Disinilah saya bayangkan, seluruh informasi yang tadinya terkandung di dalam gaya-gaya yang runtuh itu berpindah ke dalam gaya gravitasi, dan kemudian masih bisa tetap ‘menyembur’ dari jebakan black hole. Bukan hanya kembali ke alam tiga dimensi, melainkan juga ke alam berdimensi lebih tinggi.

Karena, jika informasi itu lenyap seiring runtuhnya gaya-gaya tersebut, alam semesta akan memiliki mekanisme yang irreversible. Padahal kenyataannya, energi sebagai sumber munculnya gaya-gaya itu bisa saling berubah menjadi satu sama lainnya, sebagaimana tergambar dari hukum kekekalan energi. Dan, gaya gravitasi pun dipersepsi sebagai gaya yang paling tua, yang menjadi sumber kemunculan gaya-gaya nuklir dan elektromagnetik yang terbentuk sesudahnya.

Dengan demikian kita telah memperoleh gambaran yang semakin konkret, bahwa arus informasi sebenarnya masih leluasa bergerak keluar masuk antar dimensi. Hanya medianya saja yang berubah, tetapi substansinya tetap sama. Bukan hanya informasi yang bersifat kebendaan alias obyektif, melainkan juga informasi yang bersifat hidup alias subyektif. Karena itu, Al Qur’an memberikan clue yang menarik tentang pergerakan para malaikat dan Ruh, sebagaimana digambarkan dalam ayat berikut ini.

QS. Al Ma’aarij (70): 4
Dari Allah, Yang mempunyai tempat-tempat untuk naik. Para malaikat dan Ruh naik (lintas dimensi) kepada-Nya dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun.

Khusus tentang Ruh dalam ayat tersebut, para mufassir memahaminya sebagai malaikat Jibril, yang tugasnya memang menyampaikan informasi alias wahyu. Namun, julukan Ar Ruh kepada malaikat Jibril itu menurut saya, tidak terlepas dari substansi ruh makhluk hidup yang juga berupa ‘sistem informasi hidup’, sebagaimana telah kita bahas di notes sebelumnya.

Ringkas kata, kita bisa membayangkan peranan sistem informasi alam semesta yang sedemikian dominan di seluruh penjurunya. Baik sistem informasi yang ‘mati’ maupun yang ‘hidup’. Dimana seluruh sistem informasi itu terurai dari kalimat KUN yang difirmankan-Nya saat menciptakan segala makhluk-Nya dari tiada menjadi ada. Ya alam semesta, ya manusia, ya beragam makhluk lainnya.

QS. Yunus (10): 3
Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah Yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di 'Arsy untuk mengatur segala urusan. Tiada seorang pun yang akan memberi syafaat kecuali sesudah ada izin-Nya. Yang demikian itulah Allah, Tuhanmu, maka sembahlah Dia. Maka apakah kamu tidak mengambil pelajaran?

QS. Al Furqaan (25): 2
yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan, dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.

QS. Maryam(19): 67
Dan tidakkah manusia itu memikirkan bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakannya dahulu, sedangkan ia (waktu itu) sama sekali tidak ada?

Terkait dengan ruh kehidupan, ‘sistem informasi yang hidup’ itu lantas mengurai dan meresap ke dalam struktur-struktur yang sesuai dengannya. Potensinya akan muncul semakin sempurna seiring dengan ‘media’ yang ditempatinya. Baik yang material maupun yang energial. Berupa tumbuhan, binatang, manusia, maupun jin. Di tubuh makhluk-makhluk hidup itu Ruh akan mengimbas struktur yang ada sehingga memunculkan sistem informasi yang mendorong terjadinya kehidupan. Dan terus mempertahankannya sampai ‘sistem informasi’ itu off  atau dipaksa off.

Di dalam tubuh manusia, sistem informasi ruhiyah itu akan mengimbas ke sistem genetika, sistem seluler, sistem organik, dan sistem holistik kemanusiaan, yang kesemuanya berupa sistem informasi penunjang kehidupan yang lebih sempurna. Jika sistem-sistem informasi di dalam tubuh manusia itu mengalami masalah atau kecacatan, maka perwujudan ruh sebagai sistem informasi kehidupan akan mengalami kendala. Baik secara material di performance tubuhnya, maupun yang energial di performance jiwanya.

Otak merupakan interface antara tubuh dan jiwa. Dimana kerusakan sistem informasi di otak akan mempengaruhi performance tubuh maupun jiwa. Tetapi, tidak akan berpengaruh pada ruhnya. Ruh adalah entitas yang tidak berubah-ubah, karena ia berupa potensi ilahiah sepenuhnya. Jiwa dan tubuhlah yang bisa mengalami perubahan, menjadi lebih baik atau lebih buruk. Dalam hal karakter, Al Qur’an tidak pernah menyebut ‘ruh baik’ atau ‘ruh jahat’. Yang bisa baik dan jahat itu adalah jiwa. Ada nafsul hawa yang bersifat merusak ada pula nafsul muthmainnah yang suka ketenteraman.

Jadi, jika kita melihat pemetaan seluruh sistem informasi alam semesta ini, kita akan memperoleh ketauhidannya. Bahwa semua itu bersumber dari Zat Allah. Ketika Dia berfirman KUN, maka mewujudlah sistem informasi alam semesta yang membuat segala makhluk-Nya dari TIADA menjadi ADA - tersusun dari variabel ruang, waktu, materi dan energi.

Semua variabel itu lantas menjadi media bagi menjalarnya ‘sistem informasi ilahiah’ yang menunggangi gaya dan menggerakkan seluruh peristiwa di penjuru jagat raya. Mulai dari skala partikel, atomik, molekuler, seluler, organik, planet dan tata surya, galaksi-galaksi, superkluster, sampai pada alam semesta yang bertingkat-tingkat secara dimensional. Semua itu adalah satu kesatuan tunggal, yang digerakkan oleh sistem informasi tunggal, yang bersumber dari Eksistensi Tunggal: Allah Azza Wajalla, Sang Penguasa Jagat Semesta.

Karena, seluruh alam semesta beserta segala isinya ini memang tak lain adalah perwujudan dari eksistensi-Nya belaka. Zat yang telah meliputi seluruh langit dan Bumi. Yang kemana pun kita menghadap selalu berhadapan dengan-Nya. Yang setiap saat selalu dalam ‘kesibukan’ mengurusi segala makhluk ciptaan-Nya. Subhanallaah..

QS. An Nisaa’ (4): 126
Kepunyaan Allah segala yang di langit dan yang di bumi. Dan adalah Allah Maha Meliputi segala sesuatu.

QS. Al Baqarah (2): 115
Dan kepunyaan Allah timur dan barat, maka kemana pun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui.

QS. Ar Rahman (55): 29-30
Semua yang ada di langit dan bumi selalu meminta kepada-Nya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan. Maka nikmat Tuhanmu yang mana lagikah yang kamu dustakan?

Wallahu a’lam bissawab
~ salam ~


Kamis, 14 November 2013

KETIKA DIA ‘BERKIRIM SURAT’ LINTAS DIMENSI ~ AL QUR’AN SEBAGAI SUMBER FILOSOFI BAGI SAINS (14)

Tidak sedikit ayat Al Qur’an yang menginformasikan bahwa alam semesta ini sebenarnya tidak hanya terdiri dari satu ruang saja. Kitab suci ini memberikan ‘clue’, bahwa alam semesta terdiri dari banyak ruang, mulai dari yang berdimensi rendah sampai yang berdimensi tinggi, yang disebut sebagai langit bersaf tujuh.
-------------------------------------------------------------------------------------

Teori-teori Kosmologi mutakhir mengarah kepada keberadaan alam berdimensi lebih tinggi. Awalnya, hal ini dipicu oleh kegagalan teori Einstein dalam skala mikrokosmos, dan tak berlakunya teori kuantum dalam skala makrosmos. Einstein berpendapat bahwa gaya gravitasi hanya berlaku pada benda-benda besar seperti planet, bintang dan galaksi. Serta tidak berlaku pada partikel-partikel. Tetapi, ternyata di skala mikrokosmos, gaya gravitasi malah bertambah besar seiring dengan massa yang terkonsentrasi. Contohnya, adalah apa yang terjadi pada black hole.

Teori lama mengalami kesulitan memprediksi apa yang terjadi di dalam black hole, karena tak memiliki perangkat memadai untuk memahaminya. Seluruh gaya – nuklir lemah, nuklir kuat, dan elektromagnetik – runtuh dan tersedot ke dalam black hole, tetapi gaya gravitasi tidak. Justru, gravitasi black hole menjadi semakin berlipat ganda ketika ukurannya menjadi semakin kecil. Sehingga, berbagai materi bahkan cahaya yang melintas di dekatnya pun ‘dimakan’ olehnya.

Meningkatnya gaya gravitasi di sekitar black hole itulah yang menjadi clue bagi teori kosmologi mutakhir bahwa alam semesta ini kemungkinan besar memiliki ruang-ruang berdimensi lebih tinggi. Karena, gravitasi yang terpusat kuat di dalam black hole itu bisa menjadi faktor yang membuat  ‘melar’ ruang tiga dimensi menjadi empat dimensi. Dan empat dimensi menjadi dimensi-dimensi kelima, keenam, dan seterusnya yang lebih tinggi.

Dikarenakan seluruh gaya nuklir dan elektromagnetik runtuh di black hole, maka sangat dimungkinkan berbagai peristiwa yang tersedot  ke dalam lubang hitam itu runtuh terjebak disini. Kecuali, gaya gravitasi yang memang bisa lolos ke alam lain - yang paralel maupun yang berdimensi lebih tinggi. Ringkasnya, dalam penjelasan yang sederhana, black holebisa menjadi semacam pintu untuk memasuki alam berdimensi lebih tinggi. Meskipun, sampai sekarang tidak dimungkinkan untuk dilewati oleh materi dan energi. Karena, begitu ada materi dan energi masuk ke dalamnya, ia akan runtuh dan tak bisa keluar lagi.

Lantas, apa yang bisa keluar-masuk melalui black hole itu? Adalah arus informasi. Dengan mengendarai gaya gravitasi, sejumlah informasi bisa keluar-masuk menembus alam-alam berdimensi tinggi. Dan inilah clue yang digambarkan oleh Al Qur’an tentang adanya arus informasi yang menembus alam lintas dimensi itu.

QS. As Sajdah [32]: 5-6
Dia mengatur urusan (informasi/ peristiwa) dari langit ke bumi, kemudian (informasi) itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya seribu tahun menurut perhitunganmu. Yang demikian itu ialah Tuhan Yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang.

Sistem informasi adalah entitas yang bisa ‘mengendarai’ apa saja, termasuk materi, energi, ruang, waktu, dan gaya-gaya alam semesta. Dalam skala kehidupan sehari-hari, kita bisa melihat banyak contohnya. Yang paling sederhana, adalah apa yang terjadi saat kita berkirim surat. Kertas surat sekedar menjadi media bagi perasaan yang kita tuangkan di atas kertas itu dalam bentuk susunan kalimat yang bermakna. Saya kira, Anda bisa ‘merasakan’ bahwa kertas dan makna yang terkandung di dalam susunan kalimat itu adalah dua entitas yang berbeda.

Kertas adalah media, alias benda mati. Tetapi perasaan atau makna yang kita tuangkan lewat kalimat-kalimat indah itu adalah informasi yang mewakili sesuatu yang hidup. Karena, informasi itu keluar dari pikiran dan perasaan yang hidup. Ada pesan yang terkandung di dalamnya. Ada suasana batin yang mengharu biru. Ada rasa bahagia, rasa sedih ataupun nestapa. Ada arus informasi yang ditransfer oleh penulis surat kepada pembaca di seberang sana, dengan ‘mengendarai’ media kertas. Tentu saja, sistem informasi itu bukanlah kertas, dan kertas itu bukanlah sistem informasi.

Di era modern ini, berkirim surat tidak hanya dengan menggunakan media kertas yang ‘material’. Melainkan bisa juga menggunakan media gelombang elektromagnetik, yang ‘energial’. Perasaan Anda bisa Anda tuangkan ke dalam SMS, dan kemudian dikirimkan dengan ‘mengendarai’ gelombang pemancar HP ke partner Anda di seberang sana. Ini juga yang terjadi saat Anda bertelepon menggunakan suara. Ataupun, saat Anda mendengarkan informasi dari seorang penyiar radio dan televisi.

Materi dan energi hanyalah sekedar media yang mati belaka. Dan menjadi ‘kendaraan’ bagi sistem informasi atau makna yang ingin disampaikan kepada ‘sesuatu yang hidup’ dan berkecerdasan di seberang sana. Sama dengan alam semesta, seluruh materi, energi, ruang dan waktu ini hanyalah media atau kendaraan belaka bagi sistem informasi yang datang dari Subyek yang hidup dan berkecerdasan, di ‘balik’ realitas alam semesta.

Dia Yang Maha Hidup dan Maha Cerdas itu sedang ‘berkirim surat’ kepada makhluk hidup dan berkecerdasan pula, lewat kode-kode alias tanda-tanda yang dihamparkan-Nya. Sayangnya, ada yang bisa membaca informasi itu dan ada yang tidak bisa membacanya. Atau, bahkan tak sedikit yang tidak mempedulikannya. Karena, mereka hanya sibuk membahas medianya, tetapi tak memperhatikan informasinya. Ibarat orang yang sibuk mengagumi indahnya kertas surat dan warna tinta, tetapi lupa membaca dan memahami pesan yang ditulis untuknya.

QS. Yusuf [12]: 105
Dan banyak sekali tanda-tanda di langit dan di bumi yang mereka lalui, namun mereka berpaling darinya (tak mempedulikannya).

Kalimat KUN yang kita bahas di notes sebelumnya adalah sistem informasi yang mengurai menjadi berbagai ayat-ayat Allah di alam semesta. Menjadi miliaran peristiwa di langit maupun di Bumi. Mengendarai materi, mengendarai energi, mengendarai ruang dan waktu, agar bisa dibaca oleh makhluk hidup yang berkecerdasan ciptaan-Nya, diantaranya adalah jin dan manusia.

Merekalah makhluk yang memiliki ruh yang hidup dan menghidupkan. Dimana ruh itu juga berisi sistem informasi - sifat-sifat ilahiah - yang bisa menerjemahkan ‘rasa’ yang terkandung di dalam realitas alam semesta. Yang bisa merasa sedih, terharu dan bahagia. Yang bisa merasakan takjub, kagum dan terpesona. Serta, merasakan indahnya interaksi dengan Sang Penulis yang telah meng-create berjuta peristiwa di alam semesta untuknya. Bukan sekedar sibuk memahami materi dan energi yang entitas mati belaka.

QS. Luqman [31]: 20
Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untukmu segala yang di langit dan yang di bumi, serta menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia ada yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penjelasan.

QS. Luqman [31]: 29
Tidakkah kamu memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan Dia tundukkan matahari dan bulan masing-masing berjalan sampai kepada waktu yang ditentukan, dan sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

QS. An Nahl [16]: 79
Tidakkah mereka memperhatikan burung-burung yang dimudahkan terbang di angkasa bebas.Tidak ada yang menahannya selain Allah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang beriman.

QS. Luqman [31]: 27
Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh lautan (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat-kalimat Allah itu. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.


Wallahu a’lam bissawab
~ salam ~