Minggu, 05 Februari 2012

nafsu dan hawa itu 2 hal yg berbeda

Oleh Mehdy Riza pada 4 Februari 2012 pukul 12:45
QS Anazi'at diterangkan bahwa nafsu itu harus di pisah dari hawa, nafsu harus di cegah dari hawa. "wa ammaa man khoofa maqooma robbihi wanahan nafsa 'anil hawaa fainnal jannata hiyal ma'waa" artinya "dan adapun orang yg takut akan kedudukan tuhannya dan mencegah nafsu dari hawa, maka sesungguhnya surga itulah tempatnya"
Di dalam ayat ini tidak menggunakan kalimat "tsumma" (artinya : kemudian), tetapi "langsung" yakni bila kamu pisahkan nafsu dari hawa maka surga-lah tempatnya, jadi 'langsung', tidak pakai 'kemudian'. tapi jika nafsu tidak dipisahkan dengan hawa maka 'neraka'.
Jadi antara hawa dengan nafsu itu adalah dua hal yang berbeda.

Adapun hawa itu mutlak jelek dan tidak memiliki tingkatan:
QS al jatsiyah "tidakkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa sebagai tuhannya"
QS al a'rof  "dan orang yg mengikuti hawanya, perumpamaannya laksana anjing"

Sedangkan nafsu itu ada tingkatannya:
1. Nafsu Amarah
QS yusuf "innan nafsa la-AMMAAROTUN bissuu-i" "sesungguhnya nafsu itu pasti perintah kepada kejelekan"
amarah artinya: perintah maksudnya perintah pada kejelekan.
Nafsu yg tingkat amaroh ini adalah nafu yg liar, tidak tahu benar dan salah, tidak tahu bedanya, semua halal. pedomannya "pokok hasil", tujuan menghalalkan segala cara yang penting hasil.
2. Nafsu Lawwamah

Apabila sudah kelihatan agak baik, sudah tahu bedanya benar dan salah, baik dan buruk, maka meningkat menjadi nafsu lawwaamah. 
Nafsu ini sudah tahu baik dan sudah tahu jelek, tapi dalam prakteknya masih sering pada jeleknya.

Secara bahasa, "lawwamah" artinya "tercela".
Contoh: Seseorang yang sudah tahu kalo puasa ramadhan itu diperintahkan untuk dilaksanakan, dan ia juga mampu menjalankannya, tapi ternyata dia tidak mau berpuasa, dan lalu mencari warung yang tersembunyi untuk makan atau minum. Nafsu ini masih malu juga, tapi sayang malunya hanya kepada manusia.
Sedangkan Nafsu Amaroh itu liar, di bulan ramadhon ia makan di tengah jalan pada siang hari.
QS al qiyamah "walaa uqsimu binafsil LAWWAAMAH "dan aku tidak bersumpah dgn nafsu lawwaamah (nafsu yg tercela)
3. Nafsu Shulfiyah
Nafsu Shulfiyah artinya nafsu yg bening, bersih. 
Jadi, meskipun masih mengerjakan keburukan tapi persentasinya masih banyak dalam kebaikan.
QS asy syamsi "qod aflaha man zakkaahaa" (shulfiyah artinya bersih, zaka artinya juga bersih) "sunguh2 beruntung orang yg membersihkan nafsunya"
Nafsu ini sdh bisa menjaga perbuatannya dari kejelekan tapi masih menggerutu.
Contohnya: Seseorang yang berdoa meminta 100 ribu, tapi ketika diberi Allah rejeki hanya 50 ribu, maka dia akan menggerutu.
4. Nafsu Muthmainnah
Muthmainnah itu maknanya tenang, tidak goncang.
Bagi orang yang berada di tingkatan Nafsu Muthmainnah, apabila menerima bermacam-macam cobaan, akan dihadapinya dengan tenang, menerima rejeki yamg besar ia tenang, dalam segala keadaan selalu dihadapi dengan tenang. dikritik tenang, di puji tenang, di puji tidak tingi hati, dicela tdk putus asa.
5. Nafsu Rodliyah
Tingkatan Rodiyah adalah nafsu yg sudah ridlo, ikhlas. ibadahnya ridlo ikhlas.
Seperti dlm kisah hamba yg tekun ibadah, maka nafsu rodliyahnya di uji. "hai fulan, setekun apapun kamu beribadah kepada Allah, maka kamu tetap tidak aku beri rejeki dan kamu tetap aku takdirkan menjadi orang miskin terus, dan nanti di akhiratpun kamu tetap dimasukkan neraka, tdk akan dimaukkan surga" bagaimana jawaban si hamba? " saya ini ibadah bukan karena surga, saya ibadah juga bukan karena neraka, tujuan saya hanyalah ridloNya Allah Taala. bila Allah ridlo saya masuk neraka maka itulah surga saya, tapi jika Allah
tidak ridlo, maka itulah neraka saya, terserah ridlonya Allah. 
Nabi Ibrohim yang dimasukkan lautan api tapi Allah ridlo maka tdk ada bahaya apa-apa."
6. Nafsu Mardliyah
QS fajri ayat 8 "yaa ayyatuhan nau MUTHMAINNAH irji'ii ilaa robbiki ROODLIYATAN MARDLIYYAH"
ayat ini menerangkan:
"yaa ayyatuhan nafsul muthmainnah irji'ii" "wahai nafsu muthmainnah, kembalilah"

kembali kemana?

"ilaa robbiki" "kepada tuhanmu"
"roodliyatan mardliyyah" "dengan nafsu rodliyah dan mardliyah"

Nafsu Amaroh, Nafsu Lawwamah dan Nafsu Shulfiyah, tidak dipanggil oleh Allah, adapun yg dipangil adalah Nafsu Muthmainnah, karena tenang sehingga bisa mendengar panggilan Allah itu.
Nafsu Amaroh itu tuli sehingga tidak mendengar, ribut dengan urusan sendiri.
 Nafsu Amarah dan Lawwamah itu ribut dengan sendirinya sendiri, jadi sampai besok ya ribut terus.
7. Nafsu Kamilah 
"fadkhulii fii ibaadi wadkhulii jannatii" "maka masuklah didalam golongan hambaku"
mengaji dari kyai MM

Rabu, 01 Februari 2012

FAKTA KELAM ABU HURAIRAH

Oleh Yahia Rahman pada 31 Januari 2012 pukul 16:52
Note : Ini adalah fakta sejarah! Namun anda tidak perlu khawatir, karena tidak akan merusak kesucian Islam. Allah tidak pernah menyuruh kita untuk mengikuti perkataan Abu Hurairah, dan Abu Hurairah bukanlah seorang nabi. Selamat membaca!


Ada berapa banyak Hadits yang diriwayatkan kepada kita? Dan siapakah sebenarnya Abu Hurairah?
Riwayat hadits yang berhasil dikumpulkan (dan diatasnamakan kepada Nabi Muhammad) jumlahnya ratusan ribu. Kurang lebih sekitar 700.000. riwayat. Namun tahukah anda bahwa 99% dari hadits-hadits tersebut ternyata adalah kebohongan belaka dan telah ditolak oleh ulama-ulama terdahulu, di mana mereka bisa mengidentifikasi sendiri hadits mana yang benar, dan hadits mana yang merupakan kebohongan.

Mari kita tengok beberapa pengumpul hadits yang terkenal, dan pelajari bagaimana cara mereka mengumpulkannya!

1) Malik ibn Anas telah mengumpulkan sekitar 500 hadits, dan membukukannya dalam kitab karangannya yang terkenal, “Al-Muwatha”.

2) Ahmad ibn Hanbal telah mengumpulkan 700.000. hadits. Dari sejumlah itu, ia hanya menggunakan 40.000. hadits yang dianggap otentik, dan membukukannya dalam kitab terkenalnya “Musnad”. Dengan kata lain ia beranggapan bahwa 660.000. hadits lainya sebagai kebohongan dan belum terbukti keotentikannya. Maka berarti 94% hadits yang dikumpulkannya adalah tidak otentik.

3) Bukhari mengumpulkan 700.000. hadits dan hanya menerima 7275 hadits saja dan dibukukan dalam kitab “Shahih Bukhari” yang terkenal. Dengan kata lain 99% hadits yang dikumpulkannya adalah tidak otentik.

4) Muslim mengumpulkan 300.000. hadits dan hanya mengambil 4000 saja yang dibukukan dalam “Kitab Shahih Muslim” yang terkenal. Dengan kata lain ia telah menganggap 296.000. atau 99% dari hadits yang dikumpulkannya sebagai tidak otentik.

Fakta ini seharusnya membuka mata anda tentang bagaimana korupsi dan distorsi telah memasuki agama Islam tercinta ini lewat pintu belakang!

Maka sekarang kita mulai mengerti mengapa Allah berjanji untuk memelihara sendiri kemurnian dari kitab suci yang diturunkan-Nya, yaitu satu-satunya hadits otentik, yang harus diterima, dan terbaik, yaitu Qur’an!

“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (Al Hijr : 9)

Tidak ada jaminan yang bisa ditawarkan kepada perkataan-perkataan bohong oleh para pembohong, yang mencoba mengacak-acak isi Qur’an, sambil berkata bahwa Qur’an itu tidak lengkap, tidak detail, dan tidak sempurna, dan berpendapat bahwa Qur’an masih harus dilengkapi dengan kitab-kitab lain!

Siapakah Abu Hurairah sebenarnya?

Nama Abu Hurairah muncul hampir di seluruh periwayatan hadits, di mana ia hampir selalu menjadi mata rantai awal dalam periwayatan hadits. Ini berarti dia mengaku sebagai orang pertama yang mendengarkan perkataan-perkataan Nabi Muhammad.

Abu Hurairah berasal dari Yaman, dan bergabung di Madinah pada tahun ke-7 Hijriyah, dan menyatakan diri masuk Islam. Kebersamaannya dengan Rasulullah tidak lebih dari dua tahun saja. Nama julukan Abu Hurairah dalam bahasa Arab berarti “Bapak Dari Para Kucing.”

Para sejarawan muslim tidak tahu menahu siapa nama aslinya. Abu Hurairah telah meriwayatkan 5374 hadits dalam kurun waktu kurang dari dua tahun kebersamaannya dengan Rasulullah. Bandingkan saja dengan orang-orang yang telah bersama dengan Rasulullah untuk waktu yang lama namun hanya sedikit meriwayatkan hadits, seperti Aisyah, Abu Bakar, Umar, dan Ali.

Sebagian besar hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah berstatus “Ahad” alias tunggal, yang berarti saksi atas kebenaran hadits itu hanya Abu Hurairah sendri yang mengetahui (Hukum kebenaran atas kesaksian yang mewajibkan minimal dua orang sebagai saksi telah digugurkan demi memperjuangkan seorang Abu Hurairah!)

Aisyah, istri Rasulullah, dan beberapa sahabat telah menuduh Abu Hurairah sebagai seorang pembohong yang telah membuat-buat berita bohong tentang Rasulullah, demi menaikkan status pribadinya saja.

Umar ibn Khattab, khalifah kedua, pernah mengancam akan mengasingkan Abu Hurairah, jika ia tidak berhenti mengucapkan kebohongan-kebohongan tentang Nabi Muhammad. Abu Hurairah memang menghentikan kebiasaan buruknya tersebut. Namun setelah Umar dibunuh, ia memulai lagi kebohongan-kebohongan itu. Ia tetap melanjutkan cerita-cerita bohongnya demi menyenangkan hati Khalifah Mu’awiyah, dan ia pun hidup dalam kemewahan di Istana sang khalifah di Syria. Bahkan Abu Hurairah sendiri pernah mengakui bahwa ia pernah diancam cambukan oleh Umar jika ia tetap berkisah tentang hadits.

Periwayatan Abu Hurairah menjadi meragukan, dalam beberapa kasus, ketika ia mengaku menjadi saksi atas kejadian seputar Rasulullah, sementara fakta sejarah tidak mendukung kesaksiannya tersebut.

Sebagai contoh, ia berkata : “Aku memanggil Ruqayyah, putri Rasulullah, istri Usman, ketika ia sedang memegang sisir di tangan ...”

Tunggu! Itu tidak mungkin ...

Ruqayyah telah wafat pada tahun ke-3 Hijriyah setelah kemenangan dalam Perang Badr, sementara Abu Hurairah baru datang bergabung dan memeluk Islam pada tahun ke-7 Hijriyah! Informasi ini bisa dibaca dalam kitab “Mustadrak” volume 2, hal 48, oleh Hakim dan juga kitab “Talkees ul-Mustadrak” oleh Zahabi.

Empat khalifah awal, adalah Abu Bakar, Umar ibn Khattab, Utsman ibn Affan, dan Ali ibn Abi Thalib. Melalui intrik politik yang kotor, Ali telah dibunuh dan digulingkan dari kekuasaannya, dan direbut oleh Mu’awiyah. Abu Jafar Al-Iskafy menceritakan bahwa Khalifah Mu’awiyah telah mengangkat beberapa pejabat, termasuk Abu Hurairah, dan memerintahkan mereka untuk mengarang-ngarang hadits yang isinya bertujuan untuk menjelek-jelekkan Ali dan keluarganya. Hal ini bertujuan untuk memperkuat legitimasi Mu’awiyah sebagai khalifah yang sah. Abu Hurairah tinggal di istana kekhalifahan Mu’awiyah, dan melayaninya dengan berbagai kebijakan politik. Ia telah meriwayatkan hadits-hadits yang isinya merupakan penghinaan terhadap Ali, demi menyenangkan hati Mu’awiyah.

Pada masa kekuasaan Mu’awiyah itulah, dengan bantuan Abu Hurairah, banyak hadits “diterbitkan”, yang isinya banyak mendukung bahwa Khalifah dan Imam haruslah ditaati sebagaimana orang beriman menaati Allah dan Rasul-Nya, di mana hal ini nyata-nyata bertentangan dengan perintah dalam Qur’an bahwa segala permasalahan dan pemecahannya haruslah melalui mekanisme musyawarah mufakat. Banyak sekali hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah nyata-nyata mengandung kontradiksi : baik dengan hadits yang diriwayatkannya sendiri, hadits riwayat orang lain, Qur’an, dan kewajaran dalam kehidupan.

Abu Hurairah sebagaimana Kaab Al Ahbar, seorang Yahudi yang mencoba merusak isi Qur’an dengan mencampurkan aturan dan hukum yang diambil dari kitab-kitab Yahudi. Mereka telah memproduksi hadits-hadits yang tidak masuk akal, yang berdasarkan cerita-cerita Talmud, yang sangat bertentangan dengan Qur’an.

Para sejarawan Islam mengisahkan bahwa Abu Hurairah menjadi sangat kaya ketika ditunjuk sebagai Gubernur Bahrain. Umar sangat marah dan memanggilnya seraya berkata, “Kamu adalah musuh Allah karena kamu telah mencuri uang yang bukan hak! Aku telah menjadikanmu Amir di Bahrain, bahkan ketika itu kamu tidak mampu membeli sepasang sepatu pun! Dari mana kamu dapatkan uang sebanyak ini (400.000. Dirham)???”

Abu Hurairah juga sangat dikenal karena kebenciannya terhadap kaum wanita dan anjing, serta memasukkan prasangkanya itu ke dalam hadits-haditsnya. Ia telah meriwayatkan hadits-hadits yang merendahkan martabat kaum wanita, dan hadits-hadits yang memerintahkan pembunuhan terhadap anjing.

Jika kita menerima kriteria yang diajarkan Bukhari dan Muslim tentang bagaimana kita bisa menilai apakah seorang periwayat itu layak atau tidak dipercaya kebenarannya, maka Abu Hurairah adalah orang pertama yang gagal dalam ujian itu, dan hadits-haditsnya adalah yang pertama akan tertolak.

Dalam kitab terkenal “Ta’wil Mukhtalaf Al Hadith” oleh Ibn Qutaibah Al Dinuri, mengisahkan bahwa Aisyah berkata keras kepada Abu Hurairah : “Kamu telah mengatakan tentang Rasulullah yang mana kami sendiri tidak pernah mendengarnya dari beliau!” Maka Abu Hurairah berkata : “Kamu selama ini terlalu sibuk berhias di depan cermin saja!” Aisyah menjawab lagi : “Kamulah yang terlalu sibuk memikirkan perutmu sendiri! Kamu selama ini selalu mengemis-ngemis di jalanan meminta makanan kepada orang yang lewat, sementara mereka enggan menolongmu, dan pada akhirnya kamu kembali dan berhenti di depan kamarku. Dan orang-orang menganggapmu gila !”

Berikut adalah perbandingan hadits-hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah dengan yang diriwayatkan Aisyah, Abu Bakar, Utsman, dan Ali.

Dijelaskan dalam buku “Hadith Literature : Its Origin, Development, and Special Features” oleh Muhammad Zubair Shidiq. Angka pertama menunjukkan peringkat, angka kedua menunjukkan berapa banyak hadits yang diriwayatkan.

1) Abu Hurairah : 5374 hadits.
4) Aisyah : 2210 hadits.
10) Umar ibn Khattab : 537 hadits.
11) Ali ibn Abi Thalib : 536 hadits.
31) Abu Bakar : 142 hadits.

Bandingkan jumlah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Bakar dengan Abu Hurairah! Ingat bahwa Abu Bakar adalah sahabat paling setia yang menemani Nabi Muhammad selama lebih dari 23 tahun, sementara Abu Hurairah hanya kurang 2 tahun bersama Nabi Muhammad!

Apakah mata dan pikiran anda telah terbuka sekarang?

Damai beserta kita!

Minggu, 29 Januari 2012

KETIKA ‘KEHENDAK’ MENENTUKAN SEGALANYA ~ SEKULARISME vs KETAUHIDAN ILMU (4-habis) ~

oleh Agus Mustofa pada 28 Januari 2012 pukul 11:36 ·

MUNCULNYA realitas alam semesta beserta segala isinya, diceritakan oleh Al Qur’an dengan hirarki yang menarik. Bahwa segala sesuatu ini bermula dari SANG KEHENDAK. Kehendak-Nya itulah yang mewujud menjadi INFORMASI penciptaan sebagai kalimat ‘KUN’. Dan lantas, mewujud menjadi SUNNATULLAH, dalam bentuk hukum-hukum alam yang mengendalikan ruang-waktu-materi-energi sebagai penyusun semesta.

Sedangkan ILMU, adalah pengetahuan atas segala realitas itu. Yakni, bentuk INFORMASI yang ‘terurai’ seiring dengan berkembangnya alam semesta. Seiring dengan proses penciptaan yang terus berlangsung. Seiring dengan proses pemahaman ‘siapa’ yang ingin menguasai ilmu itu.

Jika kita mengarahkan ‘ilmu’ itu sebagai ilmu-Nya, maka dengan sederhana kita bisa memahami, bahwa ilmu-Nya pasti meliputi seluruh alam semesta. Sebagaimana berulang kali Dia firmankan di dalam kitab suci. Pengetahuannya pasti meliputi langit dan bumi, karena ruang-waktu-energi-materi ini memang adalah perwujudan dari kalimat-Nya belaka. Sedangkan ‘kalimat’ itu muncul atas kehendak-Nya. Dan ‘kehendak’ itu adalah salah satu sifat-Nya. Jadi pengetahuan-Nya terhadap realitas bersifat mutlak.

Di sisi lain, 'ilmu manusia' berkembang seiring proses pembelajaran. Sepanjang usianya. Sepanjang peradabannya. Yang baru ‘ribuan tahun’ belaka. Dan tak akan pernah bisa memahami alam semesta yang demikian luasnya itu dengan ilmunya. Mengingat, dimensi ruang yang maha raksasa, dimensi waktu yang tiada terkira panjangnya, dimensi materi-energi yang semakin misterius di skala makrokosmos maupun mikrokosmos.

Ilmu manusia terus bergerak dalam koridor ‘dugaan-dugaan’ secara trial and error. Pemahaman yang lalu ternyata ‘keliru’, maka diperbaiki dengan pemahaman hari ini yang ‘seakan-akan’ sudah benar. Tetapi, sepanjang sejarah ilmu pengetahuan kita selalu menjumpai fakta, bahwa ‘dugaan-dugaan’ sains itu selalu ‘keliru’ dalam berbagai skalanya.

Dulu mengira materi terkecil adalah atom, ternyata ‘keliru’. Setelah itu mengira partikel sub atomic, ternyata juga ‘keliru’. Setelah itu mengira quark, mungkin juga akan ‘keliru’. Dan seterusnya. Sains menyebutnya sebagai ‘perkembangan’ ilmu. Tetapi, Al Qur’an menyebutnya sebagai ‘dugaan-dugaan’ yang selalu ‘keliru’ dalam memahami realitas secara holistik. Hanya ‘benar’ dalam skala parsial dan kondisional.

QS. An Najm (53): 28-30
Dan mereka tidak mempunyai pengetahuan tentang itu. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti dugaan-dugaan semata, padahal sesungguhnya dugaan-dugaan itu tidak berfaedah untuk (membuktikan hakikat) kebenaran.

Maka berpalinglah dari orang yang tak menghiraukan peringatan Kami, dan tidak mengingini kecuali hanya kehidupan duniawi.

Itulah sejauh-jauh pengetahuan mereka. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang palingmengetahui siapa yang keliru dari jalan-Nya dan Dia pulalah yang paling mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.

Maka kalau kita berbicara dalam ranah hakikat kebenaran, kita harus mengacu kepada sang pemilik kebenaran itu. Informasi-informasi yang akurat. Bukan trial & error seperti yang ditunjukkan Sains. Karena, sebagaimana saya ungkapkan di note sebelumnya, sains dimulai dari ‘ketidaktahuan’ dan akan berakhir di ‘ketidaktahuan’ pula. Itu sudah terbukti selama ribuan tahun perkembangannya. Itulah ‘sejauh-jauh’ ilmu yang dimiliki manusia, kata Allah dalam ayat di atas.

Nah, Allah menganjurkan para pencari kebenaran, untuk memandu proses pengetahuannya dengan kitab suci. Karena dengan kitab suci inilah Allah mengarahkan proses keilmuan agar tetap berada di koridor yang benar. Dan segera mencapai tujuan final dalam usia manusia yang terbatas. Karena, tanpa petunjuk kitab suci, usia manusia tidak akan cukup untuk menemukan hakikat kebenaran. Meskipun ditambah dengan seluruh usia peradaban.

Apakah hakikat kebenaran itu? Adalah realitas. Apakah hakikat realitas? Adalah ruang-waktu-materi-energi. Apakah hakikat ruang-waktu-mater-energi itu? Adalah informasi. Apakah hakikat informasi itu? Adalah kalimat KUN. Apakah hakikat ‘kun’? Adalah ‘Kehendak’. Dan apakah hakikat ‘kehendak’ itu? Ialah Diri-Nya. Lantas, apakah hakikat DIA itu? Adalah laisa kamitslihi syai-un ~ ‘Tidak Bisa Dijelaskan’. Karena kita semua berada di dalam-Nya, sehingga tidak mungkin bisa menjelaskan tentang Dia, kecuali parsial. Itupun dipandu oleh Dia sendiri lewat firman-firman-Nya.

QS. Thaahaa (20): 110
Dia mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan apa yang ada di belakang mereka, sedang ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya.

QS. Ath Thalaaq (65): 12
Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.

Nah, ketika sudah sampai di hakikat segala kebenaran ini, ilmu manusia sudah tidak mungkin menjangkau-Nya. Inilah yang berulangkali diceritakan oleh Al Qur’an. Bahwa manusia tidak memiliki pengetahuan yang cukup, sehingga mesti berpatokan pada kitab suci yang menerangi pemahaman kita.

QS. Al Hajj (22): 8
Dan di antara manusia ada orang-orang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan, tanpa petunjuk dan tanpa kitab (suci) yang bercahaya.

QS. Luqman (31): 20
Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia ada yang membantah tentang (eksistensi) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan.

Jangankan tentang Allah, tentang yang gaib-gaib seperti akhirat saja misalnya, pengetahuan manusia sudah tidak mencukupi untuk menjelaskannya. Allah menyebutnya dengan kalimat: pengetahuan mereka ‘tidak sampai’ kesana. Bahkan, ditegaskan mereka ‘buta’ tentang akhirat.

QS. An Naml (27): 66
Sebenarnya pengetahuan mereka tentang akhirat tidak sampai, malahan mereka ragu-ragu tentang akhirat itu, bahkan mereka buta tentangnya.

QS. Az Zukhruf (43): 85
Dan Maha Suci Tuhan Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; dan apa yang ada di antara keduanya; dan di sisi-Nyalah pengetahuan tentang hari kiamat dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan.

Maka, manusia yang tidak berpedoman kepada kitab suci akan terjebak pada kehidupan dunia. Mereka mengira bahwa kematian adalah akhir dari segala-galanya. Dan setelah itu tak ada kelanjutannya lagi. Oh, sungguh dia akan menyesalinya, justru setelah kematian datang kepadanya.

QS. Al Jatsiyah (45): 24
Dan mereka berkata: "Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja. Kita mati dan hidup, dan tidak ada yang membinasakan kita kecuali waktu". Padahal mereka tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga belaka.

QS. Al Haaqqah (69): 27
Wahai, seandainya KEMATIAN itulah yang MENGAKHIRI segalanya...

Penyesalan selalu datang di akhir. Padahal, sama sekali tidak ada ruginya jika kita mau lebih bijaksana. Bahwa ‘teko’ kecil yang ‘terselip’ di ruang angkasa di sela-sela galaksi maha raksasa itu adalah sebuah realitas. Sama-sama riilnya antara yang kecil dan yang besar. Sehingga menganggapnya sebagai ‘peluang kecil’ yang harus dilupakan adalah sebuah ‘kesembronoan’.

Tetapi, sebagaimana saya tuliskan di awal note ini, bahwa hakikat segala realitas ini memang adalah ‘kehendak’. Artinya, terserah kepada siapa saja yang ingin berkehendak. Apakah ia mau menelusuri realitas itu sampai kepada Sang Maha Berkehendak, ataukah berhenti pada kehendak dirinya sendiri. Karena Allah memang telah megimbaskan kehendak-Nya kepada manusia lewat ruh-Nya, sebagai ‘pilihan bebas’ dengan segala konsekuensinya. Mau menjadi atheis maupun hamba yang berserah diri hanya kepada-Nya, ya monggo-monggo saja… :)

~ Salam  Mentauhidkan Ilmu Pengetahuan ~


Jumat, 27 Januari 2012

KETIKA SAINS TAK MAMPU MENJAWAB YANG GAIB ~ SEKULARISME vs KETAUHIDAN ILMU (3) ~

oleh Agus Mustofa pada 26 Januari 2012 pukul 10:32 ·

Kalau menjawab pertanyaan ‘KENAPA’ saja Sains tak mampu, apalagi menjawab hal-hal yang GAIB, seperti: Jiwa, Ruh, Kehendak, Alam Kematian, Alam Akhirat, Kiamat, Takdir, Malaikat, Jin, dan lain sebagainya. Paling-paling, jawaban yang keluar dari seorang pakar sains hanyalah: semua itu di luar wilayah sains. Atau, itu berada dalam wilayah ‘keimanan’… :)

Hanya sebatas itulah memang ‘kemampuan’ Sains. Karena ia dikembangkan berdasar kemampuan berpikir kulit otak yang bersifat sensorik, berdasar panca indera. Sehingga, sesuatu baru diakui sebagai evidence atau bukti ketika bisa dilihat, didengar, dibaui, dikecap, dan diraba. Secara langsung, maupun setelah ditransfer ke variable-variabel yang bisa diamati oleh panca indera.

Di luar itu, Sains sudah tidak mampu. Tetapi, itu memang ‘tidak salah’. Dan tidak bisa disalahkan. Karena para pakar Sains memang sudah ‘membatasi diri’ seperti itu. Sehingga, konsekuensinya, segala sesuatu yang di luar wilayah ‘terbukti’ itu lantas dinamai dengan: pseudo-science, paranormal, metafisika dan lain sebagainya. Pada tingkat ini, saya masih bisa ‘sependapat’ atau setidak-tidaknya mengapresiasi-lah.

Yang saya menjadi tidak sependapat itu adalah: ketika para pakar Sains berpendapat bahwa SEGALA SESUATU yang tidak bisa dijelaskan oleh Sains berarti TIDAK ADA. Alias bukan realitas. Inilah masalah utamanya, sehingga kenapa saya mengeluarkan ungkapan: ‘Sains bukan segala-galanya’. Karena, Sains memang tidak bisa menjelaskan segala-galanya. Dan, sama sekali tidak benar, HANYA Sains saja yang bisa menjelaskan realitas. Selebihnya tidak bisa. Inilah yang saya sebut sebagai’ kepongahan’ itu..! Bukan kepongahan sains memang, lebih tepatnya adalah kepongahan para pakar Sains yang berpendapat seperti itu.

Woow, terlalu banyak hal yang tidak bisa dijelaskan oleh Sains. Jangankan yang ‘gaib-gaib’, yang tidak gaib saja sedemikian banyaknya. Melanjutkan sedikit, tentang ketidakmampuan Sains menjawab pertanyaan ‘kenapa’ di note saya sebelumnya; situasinya akan menjadi sangat ‘menggelikan’ ketika Anda mengejar para pakar sains dengan pertanyaan KENAPA itu.

Ketika saya tanyakan: KENAPA ada laki-laki dan perempuan? Dijawabnya: karena ada kromosom XY dan XX. Tapi cobalah kejar lagi dengan pertanyaan: Lha, KENAPA ada kromosom XX dan XY? Mungkin dia akan menjawab: karena diatur oleh sejumlah gen yang ada di dalam kromosom. Kemudian, Anda bertanya lagi: Lha, KENAPA kok ada gen-gen yang bisa mengatur terjadinya jenis kelamin itu? Mungkin, dia akan menjawab: yaa, karena ada seleksi alam..!

Hheehe, terus KENAPA ada seleksi alam? Kira-kira jawabannya: Mmm.., ya karena alam ini memang punya hukum untuk menyeleksi..! Hhahaa, mulai mbulet kan..?! Tapi, Anda masih bisa terus bertanya dengan ‘KENAPA’. Lhaa iya, KENAPA kok alam punya kemampuan untuk menyeleksi? Trus dijawab lagi: Ya pokoknya begitulah…!! Nah, dialog seperti inilah yang akan menjadi ‘akhir’ dari diskusi antara Atheis dan Tasawuf Modern tentang sains.

Saya tentu tidak pernah menyalahkan sains sabagai ilmu. Lha wong saya juga penggemar sains. Saya cuma ingin menunjukkan bahwa Sains bukan segala-galanya. Apalagi, Sains bekerja secara trial & error. Dicoba, kalau ‘salah’ diluruskan, dan kalau ‘benar’ diteruskan. Sehingga adalah sebuah ‘kekeliruan besar’ kalau ada orang yang begitu mengagungkan Sains, sehingga mengira hanya dengan Sains-lah manusia bisa MEMAHAMI seluruh REALITAS. Hmm, dia sedang bermimpi di siang bolong. Atau, mungkin mimpi sambil berdiri, kayak foto di wall saya itu… :)

Kecuali, dia sudah mendefinisikan bahwa yang disebut ‘realitas’ itu HANYALAH yang dipahami oleh Sains. Selebihnya bukan realitas, karena tidak bisa dipahami oleh sains. Wah, kalau sampai muncul klaim demikian, ini sudah bukan kepongahan lagi, tapi sudah arogansi. Dan, menjungkir-balikkan makna realitas. Karena, Sains sendiri masih terus berkembang secara trial & error untuk memahami realitas yang belum diketahuinya.

Jadi, masalahnya sangat SEDERHANA. Sains itu cuma SECUIL ilmu yang ada dalam REALITAS. Alam semesta ini adalah SAMUDERA ILMU. Yang sudah terungkap barulah SETETES saja. Masih jauh lebih banyak yang belum diketahui daripada yang sudah. Ibarat ruang alam semesta: lebih banyak ruang GELAP-nya, daripada kerlipan CAHAYA bintang pengisinya. Itulah yang difirmankan Allah dalam ayat berikut ini.

QS. Luqman (31): 27
Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena, dan lautan (menjadi tinta). Kemudian ditambahkan kepadanya tujuh lautan (lagi) sesudah (kering)-nya, niscaya TIDAK akan HABIS-HABIS-nya (dituliskan) kalimat (ilmu) Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

QS. Ath Thalaaq (65): 12
Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, AGAR kamu MENGETAHUI bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ILMU-Nya benar-benar MELIPUTI segala sesuatu.

Begitulah sahabat, kalau Anda men-challenge Sains dengan pertanyaan-pertanyaan mendasar secara beruntun, maka diskusinya akan berujung pada ‘ketidak-tahuan’. Ya memang itulah hakikat sains. Ia berangkat dari ‘ketidaktahuan’ dan akan berakhir dengan ‘ketidaktahuan’. Karena itu, jangan menjadikan Sains sebagai alat untuk ‘MELIHAT’ Tuhan. Sehingga, kalau Tuhan tidak bisa ‘dilihat’ dengan Sains lantas berkesimpulan bahwa TUHAN itu TIDAK ADA. Hhehe.., lha wong ‘peralatannya’ yang keliru, kok menyalahkan Realitas-Nya. Terlalu naïf kawan..!

Manusia memiliki perangkat yang jauh lebih ‘keren’ selain Pikiran Sadar yang menjadi sumber Sains itu. Yakni, Alam Bawah Sadar. Islam menyebutnya sebagai Qalb & Fu-aad. Dan kemudian diterjemahkan ke bahasa Indonesia menjadi HATI. Ada juga yang menyebutnya sebagai INTUISI. Ada lagi, INDERA KEENAM alias the sixth sense. Dan sebagainya. Ia memiliki kemampuan mengolah informasi ratusan ribu kali lipat lebih dahsyat dibandingkan Pikiran Sadar.

Islam mengajarkan PERPADUAN antara Pikiran Sadar dan Bawah Sadar itu secara simultan dengan panduan firman-firman Sang Pemilik Ilmu. Di dalam Al Qur’an disebut sebagai ‘tafakur’ dan ‘dzikir’. Atau, ada yang menyebut intetelektualitas dan hati. Jangan hanya digunakan salah satunya, karena bisa menjebak pada kesalahkaprahan. Orang yang hanya menggunakan ‘pikirannya’ akan terjebak kepada hal-hal yang materialistik saja. Sedangkan orang-orang yang hanya menggunakan ‘hatinya’ akan terjebak kepada ketidakpastian yang tak terkendali. Perpaduannya menghasilkan kesempurnaan yang disebut sebagai kualitas ULUL ALBAB. Tipikal orang seperti inilah yang kata Al Qur'an bakal bisa mengambil pelajaran dari Firman-Nya dengan sebaik-baiknya.

QS. Ali Imran (3): 7
… Dan TIDAK DAPAT mengambil PELAJARAN kecuali orang-orang yang menggunakan akal (ulul albab).

Maka, bagi agama Islam, pembelajaran SAINS adalah sebuah KENISCAYAAN. Sebagaimana niscayanya penggunaan HATI. Itulah yang tergambar dalam ratusan ayat-ayat Al Qur’an yang selalu menjadi landasan saya dalam menulis buku-buku Diskusi Tasawuf Modern. Sebuah pembelajaran dengan mekanisme Ulul Albab.

QS. Ali Imran (3): 190-191
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang hari terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (ULUL ALBAB), (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah (DZIKRULLAH) sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka TAFAKUR (berpikir secara ilmiah) tentang penciptaan langit dan bumi (sampai menyimpulkan): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.

Dengan perpaduan antara dzikir dan tafakur itulah umat Islam tidak TERBELENGGU ke dalam pemahaman PARSIAL dalam memahami REALITAS. Mulai dari yang bersifat materialistik, energial, maupun spiritual. Mulai dari alam dunia, alam barzakh, sampai alam akhirat. Atau, dari yang bersifat badaniyah, nafsiyah, sampai ruhiyah. Islam mengajarkan SAMUDERA ILMU kepada hamba-hamba-Nya yang ingin memahami realitas dalam arti yang sebenar-benarnya. Karena, semuanya itu memang ilmu-ilmu Allah, Dzat Maha Berilmu yang menguasai segala realitas jagat semesta. Inilah yang disebut sebagai BERTAUHID hanya kepada ALLAH itu... :)

QS. An Nisaa’ (4): 126
KEPUNYAAN Allah-lah apa yang di LANGIT dan apa yang di BUMI, dan adalah Allah Maha MELIPUTI segala sesuatu.

~ Salam Mentauhidkan Ilmu Pengetahuan ~

Rabu, 25 Januari 2012

MEMPELAJARI SAINS ADALAH IBADAH ~ SEKULARISME vs KETAUHIDAN ILMU (2) ~

oleh Agus Mustofa pada 25 Januari 2012 pukul 7:32

Bagi umat Islam belajar sains adalah ibadah. Karena sains itu sendiri adalah perwujudan dari ilmu Allah di alam semesta, yang disebut sebagai ayat-ayat KAUNIYAH. Karena itu, wahyu yang pertama turun kepada Rasulullah SAW adalah perintah membaca – IQRA’. Dan wahyu keduanya adalah AL QALAM (Pena). Jadi, betapa eksplisitnya Allah memberikan perhatian kepada ilmu pengetahuan terkait dengan proses beragama Islam.

Itulah yang saya tuliskan dalam note sebelumnya sebagai MENTAUHIDKAN ilmu pengetahuan. Bahwa agama dan ilmu bukanlah sesuatu yang terpisah. Apalagi bertabrakan. Tidak ada seorang muslim pun yang sudah memahami agamanya dengan baik, menabrakkan agama dan sains. Menabrakkan agama dan sains itu adalah pekerjaan orang-orang sekuler, termasuk di dalamnya Atheis. Karena itu, notes ini saya beri tema: Sekularisme vs Ketauhidan. Yang satu memisahkan agama & sains, yang lainnya menjadikannya dalam satu tarikan nafas sebagai praktek keagamaannya.

Cikal bakal paham sekuler yang memisahkan agama dengan sains itu sebenarnya diawali di Eropa, dimana agama yang dominan waktu itu adalah Kristen dengan kekuasaan gereja yang hampir tidak ada batasnya. Pemberontakan terhadap kekuasaan gereja dengan segala hegemoninya itulah yang memunculkan ilmuwan-ilmuwan sekuler penentang ajaran Kristen. Termasuk pemberontakan mereka terhadap ajaran agama yang dianggapnya tidak ‘ilmiah’. Karena bertentangan dengan sains. Sehingga memunculkan tragedi Galileo, misalnya.

Hal semacam ini tidak terjadi di dalam sejarah Islam. Agama Islam tidak pernah memisahkan agama dari ilmu pengetahuan. Apalagi membunuhi ilmuwan. Alih-alih menghukumnya, para khalifah malah mendukung perkembangannya. Sehingga bermunculanlah tokoh-tokoh ilmu pengetahuan kelas dunia di zaman keemasan Islam, dengan fasilitas-fasilitas penelitian yang sangat maju di masanya.

Diantaranya yang sering kita dengar adalah Al-Fazari, Astronom Islam yang pertama kali menyusun astrolobe. Al-Farghani alias Al-Faragnus, penulis ringkasan ilmu astronomi yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Gerard Cremona dan Johannes Hispalensis.
               
Di bidang kedokteran kita kenal nama Ar-Razi dan Ibnu Sina. Ar-Razi adalah penemu penyakit cacar dan penyusun buku kedokteran anak pertama kalinya. Sedangkan Ibnu Sina adalah seorang filosof penemu sistem peredaran darah pada manusia. Salah satu karyanya, al-Qonun fi al-Thibb merupakan ensiklopedi kedokteran paling besar dalam sejarah.
               
Di bidang optikal, Abu Ali al-Hasan ibn al-Haitsami alias Alhazen adalah fisikawan yang berpendapat untuk pertama kalinya bahwa bukan mata yang mengirim cahaya ke benda, melainkan bendalah yang mengirim cahaya ke mata.
               
Dalam ilmu kimia, Jabir ibn Hayyan adalah tokoh terkenalnya. Sedangkan di bidang matematika dikenal nama Muhammad ibn Musa al-Khwarizmi, yang juga mahir dalam bidang astronomi. Dialah pencipta ilmu Aljabar. Kata Aljabar berasal dari judul bukunya, al-Kitab al-Mukhtashor fi Hisab al-Jabr wa al-Muqobalah

Dalam ilmu sejarah terkenal nama al-Mas'udi. Dia juga ahli Geografi yang mengarang buku Muuruj al-Zahab wa Ma’adin al-Jawahir. Sementara itu, di bidang filsafat ada tokoh-tokoh terkenal seperti Al-Farabi, Ibnu Sina, dan Ibn Rusyd. Al-Farabi banyak menulis buku tentang filsafat, logika, jiwa, kenegaraan, etika dan interpretasi terhadap filsafat Aristoteles. Sedangkan Ibn Sina mengarang asy-Syifa'. Ibn Rusyd yang di Barat lebih dikenal dengan nama Averroes, banyak mempengaruhi pola pikir Barat sehingga di sana ada aliran Averroisme. Dan lain-lainya. Dan seterusnya.

Maka, menjadi ‘tidak nyambung’ memang, jika ada bantahan yang mempertentangkan antara ‘agama’ dengan sains dialamatkan kepada umat Islam. Itu sama saja dengan mempertentangkan antara pohon dengan batang, atau cabang, atau ranting-ranting. Lha ya nggak klop-lah… :(

Bagi umat Islam mempelajari ilmu pengetahuan adalah ibadah. Dan bernilai pahala. Karena, sains tak lebih hanyalah ALAT untuk memahami ilmu-ilmu Allah yang dihamparkan di alam semesta. Ratusan ayat ilmu pengetahuan yang bertaburan di dalam Al Qur’an, dan mendorong umat Islam agar melakukan pembuktian-pembuktian secara saintifik. Misalnya, ayat populer berikut ini.

QS. Al Ghaasiyah (88): 17-20
Maka apakah mereka tidak MENGOBSERVASI unta bagaimana dia diciptakan? Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?

QS. An Nahl (16): 79
Tidakkah mereka MENGOBSERVASI burung-burung yang dimudahkan TERBANG di angkasa bebas. Tidak ada yang menahannya selain daripada Allah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (pelajaran) bagi orang-orang yang beriman.

QS. Asy Syu’araa (26): 7
Dan apakah mereka tidak MENGOBSERVASI bumi, berapakah banyaknya Kami tumbuhkan di bumi itu pelbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik?

QS. Al Qashash (28): 72
Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku, jika Allah menjadikan untukmu siang itu terus menerus sampai hari kiamat, siapakah Tuhan selain Allah yang akan mendatangkan malam kepadamu yang kamu beristirahat padanya? Maka apakah kamu tidak MENGOBSERVASINYA?"

QS. Luqman (31): 31
Tidakkah kamu MENGOBSERVASI bahwa sesungguhnya KAPAL itu BERLAYAR di laut dengan nikmat Allah, supaya diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (ilmu)-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (pelajaran) bagi semua orang yang sangat sabar lagi banyak bersyukur.

QS. As Sajdah (32): 27
Dan apakah mereka tidak MENGOBSERVASI, bahwasanya Kami menghalau (awan yang mengandung) air ke bumi yang tandus, lalu Kami tumbuhkan dengan air hujan itu tanam-tanaman yang daripadanya (dapat) makan binatang-binatang ternak mereka dan mereka sendiri. Maka apakah mereka tidak memperhatikan?

QS. Yaa Siin (36): 77
Dan apakah manusia tidak MENGOBSERVASI bahwa Kami menciptakannya dari setitik air (mani), maka tiba-tiba ia menjadi penantang yang nyata!

QS. Az Zumar (39): 21
Apakah kamu tidak MENGOBSERVASI, bahwa sesungguhnya Allah menurunkan AIR dari langit, maka diaturnya menjadi sumber-sumber air di bumi kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya, lalu ia menjadi kering lalu kamu melihatnya kekuning-kuningan, kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-derai. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.

QS. Al Mukmin (40): 21
Dan apakah mereka tidak mengadakan PERJALANAN di muka bumi, lalu memperhatikan bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka. Mereka itu lebih hebat kekuatannya daripada mereka dan (lebih banyak) bekas-bekas SEJARAH mereka di muka bumi, maka Allah mengazab mereka disebabkan dosa-dosa mereka. Dan mereka tidak mempunyai seorang pelindung pun dari azab Allah.

QS. Muhammad (47): 24
Maka apakah mereka tidak MENGOBSERVASI Al Qur'an ataukah hati mereka terkunci?

QS. Adz Dzaariyat (51): 21
dan (juga) pada DIRIMU sendiri. Maka apakah kamu tidak MENGOBSERVASINYA?

QS. Al Mulk (67): 19
Dan apakah mereka tidak MENGOBSERVASI burung-burung yang MENGEMBANGKAN dan mengatupkan SAYAP-nya di atas mereka? Tidak ada yang menahannya selain Yang Maha Pemurah. Sesungguhnya Dia Maha Melihat segala sesuatu.

QS. Abasa (80): 24
maka hendaklah manusia itu memperhatikan MAKANAN-nya.

QS. Ath Taariq (86): 5
Maka hendaklah manusia memperhatikan DARI APA dia diciptakan?

Dan sebagainya, dan seterusnya. Demikian banyak ayat-ayat motivasi untuk melakukan penelitian dan pembelajaran ilmu pengetahuan. Kualitas keislaman seseorang dan penghambaannya kepada Allah sangat terkait dengan ilmu pengetahuannya. Sehingga Allah menyebut ‘HANYA’ para ILMUWAN-lah yang benar-benar ‘takut’ kepada Allah. Yang bukan ilmuwan (ulama), takutnya hanya sekedar pura-pura takut, atau ditakut-takutkan, atau dipaksa takut.

QS. Faathir (35): 27-28
Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari langit lalu Kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam jenisnya. Dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan ada yang hitam pekat.

Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya dan jenisnya. Sesungguhnya yang TAKUT kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, HANYA-lah para ULAMA (ilmuwan). Sesungguhnya Allah Maha perkasa lagi Maha Pengampun.

Maka, ringkas kata, dalam Islam tidak ada pemisahan alias sekulerisme antara agama dan sains. Pembelajaran ilmu pengetahuan justru digunakan untuk menyempurnakan proses berserah diri kepada Allah sebagai puncak kualitas seorang muslim. Bahwa, kemudian ada yang menuduh Islam sebagai agama dogmatis dan doktrinal yang berlawanan dengan sains, yaah itu hak orang untuk bicara apa saja. Umat Islam lebih baik menanggapinya dengan berbesar hati. Kebenaran adalah milik Allah, dan kelak akan Dia buktikan sendiri kepada seluruh manusia. Umat Islam diajari untuk rendah hati, dan memaafkan ‘ketidak-tahuan’ mereka dengan cara-cara yang baik… :)

QS. Al Hijr (15): 85-86
Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya, melainkan dengan benar. Dan sesungguhnya (kebenaran) hari kiamat itu pasti akan datang, maka MAAFKANLAH (mereka) dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah Yang Maha Pencipta lagi Maha MENGETAHUI.

~ Salam Mentauhidkan Ilmu Pengetahuan ~


KETIKA SAINS TAK PERNAH BISA MENJAWAB: ‘KENAPA’ ~ SEKULARISME vs KETAUHIDAN ILMU (1) ~

oleh Agus Mustofa pada 24 Januari 2012 pukul 17:51

Kenapa ada alam semesta?
Ya, pokoknya sudah ada ‘begini’ dengan sendirinya. 

Kenapa Ada pria dan wanita? Ya, pokoknya alam semesta ‘ingin’ mengadakan laki-laki dan perempuan. 

Kenapa ada manusia di muka bumi? Ya, pokoknya ‘ada’ karena seleksi alam. 

Kenapa planet bumi ini demikian ideal untuk memunculkan kehidupan, sementara di planet lain tidak diketemukan sampai sekarang? Ya, pokoknya bumi ini ‘cocok’ dan memenuhi syarat-syarat munculnya makhluk hidup..!

Hhhh.., barangkali ribuan pertanyaan ‘kenapa’ lagi yang akan dijawab ‘pokoknya’ oleh ilmu pengetahuan. Anda masih bisa menambah daftar pertanyaan itu sekreatif Anda. Misalnya, kenapa makhluk hidup kok bernafas pakai oksigen, kok nggak Nitrogen saja? Bukankah jumlah nitrogen di planet ini jauh lebih banyak dibandingkan oksigen? Kenapa kita hidup? Kenapa kita mesti mati? Kenapa kita punya kepala, mata telinga, hidung, lidah, jantung, paru-paru, dan sebutlah apa saja..! Sains tidak akan pernah bisa menjawabnya dengan tuntas. Ia akan berputar-putar semakin membingungkan… :(

Sejarah sains sudah membuktikan semua itu. Ia tidak pernah bisa menjawab misteri realitas ini dengan tuntas. Dan selalu berujung pada ‘ketidaktahuan’. Belajar makrokosmos lewat ilmu Astronomi, Kosmologi, Astrofosika, Astrobiologi misalnya, Anda akan DITANTANG oleh ketidak tahuan yang Maha Dashyat.

Dari segi ukuran alam semesta saja, manusia sudah demikian naifnya. Sebutir debu yang SOMBONG dan MENGGELIKAN, yang bermimpi menaklukkan alam semesta yang diameternya puluhan miliar tahun cahaya. Dan tidak diketahui tepinya sampai saat ini. Kecuali cuma mengira-ngira dari kejauhan. Data-data valid yang disombongkan oleh Sains bakal ‘ketemu batunya’ di alam semesta. Karena, usia manusia tidak cukup untuk mengarungi dan mengambil sampelnya.

Jangankan usia manusia, usia seluruh peradaban manusia pun tidak cukup untuk memahami alam semesta ini. Usia peradaban manusia cuma berorde ‘ribuan’ tahun. Ruang alam semesta butuh eksplorasi selama miliaran tahun. Hanya manusia yang tak tahu diri yang bisa menyombongkan SAINS sebagai segala-galanya.

Tanyakanlah kepada jagoan sains mana pun: dimanakah tepi alam semesta ini? Bentuknya seperti apa? Ukurannya seberapa? Dimensinya berapa? Dari mana asalnya, dan kelak akan kemana? Maka jawabannya tak akan pernah tuntas. Kenapa? Karena, sang ilmuwan itu tak punya kemampuan untuk mengarungi ruang dan waktu, MENYAKSIKAN sendiri evidences yang diharapkan. Sains telah berada di ‘ambang batas’ kedigdayaannya, dimana di balik itu ia sudah tidak mampu ‘berkata-kata’ lagi. Kecuali ‘menunggu’, ‘menduga’, ‘mengira’, ‘berharap’ ‘berspekulasi’, dan semacamnya, yang mengingkari kepongahan sains sendiri, bahwa  segala sesuatu harus berdasar evidences… ;)

Bukan hanya soal RUANG maha raksasa yang mewadahi alam semesta, melainkan juga soal WAKTU yang memenjarakan segala realitas ini bergerak menuju kehancurannya. Karena 'gerakan waktu' yang tak bisa dikendalikan oleh saintis manapun itulah, alam semesta bakal menuju kehancurannya. Semakin lama semakin tua, dan kemudian mati. Lagi-lagi ilmuwan yang ‘hebat-hebat’ itu tak mampu berkata apa-apa tentang kemisteriusan dimensi waktu. Kenapa? Ya, karena dimensi waktu ini terikat ke dimensi ruang, dimana ruangnya tak ketahuan batasnya. Jadi, bagaimana mungkin para ilmuwan itu bisa tahu ‘dulu’ dan ‘nanti’, kalau ia pun tidak pernah tahu ‘disana’ dan ‘disitu’.

Bukan hanya di skala makrosmos yang ‘nggegirisi’, di skala mikrokosmos pun tak kalah ‘mengerikan’. Materi yang dulu diduga tersusun dari atom sebagai benda terkecil itu, kini semakin menunjukkan ‘sifat aslinya’ yang membingungkan. Ternyata ia tersusun dari partikel-partikel yang lebih kecil, lebih kecil, dan lebih kecil lagi.

Yang di level elektron saja sudah memunculkan dualitas antara materi dan energi (gelombang). Dan di skala lebih kecil lagi memunculkan ‘teori ketidakpastian’, sehingga ilmuwan tidak pernah bisa menentukan lokasi sebuah partikel bersamaan dengan kecepatannya. Kecuali hanya ‘menebak-nebak’ secara statistik belaka. Lagi-lagi sains terbentur pada tembok ‘kepongahannya’ sendiri dalam hal evidence.

Belum lagi masalah kehidupan yang penuh dengan misteri. Tanyakanlah kepada jagoan biologi mana pun, kenapa sebutir telur ayam bisa menetas dan memunculkan kehidupan setelah dierami. Darimanakah munculnya kehidupan itu? Tolong kasih ‘bukti’ darimana sumber kehidupannya? Dan kenapa telur lainnya dari induk yang sama kok tidak menetas dan memunculkan kehidupan? Apakah alam ini hidup, sehingga bisa ‘menularkan’ kehidupannya kepada seonggok protein dan lemak yang ada di dalam cangkang telur itu? Padahal, konon kabarnya, para pengingkar Tuhan ‘tidak percaya’ kalau alam semesta ini adalah ‘organisme hidup’.

Dan seterusnya, dan lain sebagainya. Demikian banyak ‘bukti-bukti empiris’ yang justru menegaskan bahwa sains bukan segala-galanya. Tetapi, jangan lantas Anda menuding saya sebagai anti sains. Oh, malah sebaliknya, saya gandrung sekali. Dan juga, jangan lantas mengatakan Sains itu tidak berguna. Ouh, sebaliknya, sangat-sangat berguna. Karena telah terbukti banyak membantu manusia dalam mengatasi berbagai masalah hidupnya untuk menjadi lebih baik. Tapi, sekali lagi, bukan segala-galanya.

Maka, kegagalan sains bakal membawanya ke dua pilihan. Yang pertama, membiarkannya dalam kemisteriusan, sambil mengatakan: itu sudah DI LUAR kemampuan SAINS. Sehingga muncullah istilah-istilah pseudo-science – karena sains sudah tak mampu menjangkaunya dengan bukti-bukti. Atau, istilah paranormal, karena dianggap sudah keluar dari kelaziman. Atau metafisika, karena sudah tak mampu dijelaskan lagi oleh Fisika, dan lain sebagainya.

Pilihan yang kedua, kegagalan sains akan mendorongnya berlindung ke ranah filosofis, yang dari ‘rahimnya’ sains dilahirkan. Disinilah mereka ‘melarikan diri’ dari ketidak berdayaannya mengungkap realitas yang semakin misterius. Karena, setiap penemuan saintifik selalu memunculkan misteri baru yang lebih rumit. Tapi, cermatilah sejarah filsafat. Para filsuf sejak zaman dahulu kala sampai sekarang pun berputar-putar kebingungan, tak menemukan jawabannya. Kecuali mengakhirinya dengan ‘dugaan’, ‘perkiraan’, ‘harapan’, dan ‘spekulasi’ tanpa bukti.

Disinilah peran agama memberikan kepastian. Perhatikanlah ayat-ayat Qur’an yang memiliki kekuatan ‘klaim’ yang sangat besar. Bukan dogma, apalagi  doktrin. Al Qur’an tidak pernah memaksa-maksa siapa pun untuk beriman. Kalau ada yang berpendapat bahwa Islam melakukan paksaan kepada umat dalam menjalani agamanya, pasti orang itu BELUM KENAL Islam. Dia mengira Islam seperti agama-agama lain yang dikenalnya. Yang disampaikan lewat dogma dan doktrin.

QS. Al Baqarah (2): 256
TIDAK ada PAKSAAN dalam beragama (Islam); sesungguhnya TELAH JELAS jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut (tuhan selain Allah) dan BERIMAN kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

QS. Yunus (10): 99-100
Dan JIKA Tuhanmu MENGHENDAKI, pastilah BERIMAN semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) MEMAKSA manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?

Kurang eksplisit bagaimanakah firman Allah ini? Bahwa, TIDAK ADA paksaan dalam Islam. Tidak ada dogma dan doktrin. Yang ada ialah tabayun alias KLARIFIKASI atas firman-firman Allah. Karena, sebagaimana ayat di atas, SUDAH JELAS antara kebaikan dan keburukan, antara kebenaran dan kejahatan, antara yang bermanfaat dan yang membawa mudharat. Umat Islam diperintahkan untuk menggunakan AKAL dalam beragama.

Tetapi, bahwa Al Qur’an melakuan ‘klaim-klaim’ yang sangat provokatif itu memang benar adanya. Agar umat manusia MENOLEH. Apalagi, yang hatinya sudah KERAS seperti batu. Mulai dari klaim kebenaran kitab sucinya, kebenaran Nabinya, sampai kebenaran Tuhannya. Bukan memaksa, tetapi memancing manusia untuk memikirkannya. Berikut ini adalah sebagian kecil tantangan al Qur’an kepada manusia.

QS. An Nisaa’ (4): 82
Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur'an? Kalau kiranya Al Qur'an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat PERTENTANGAN yang banyak di dalamnya.

QS. Al Baqarah (2): 23
Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Qur'an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), BUATLAH satu surat (saja) yang semisal Al Qur'an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.

QS. Yunus (10): 37
TIDAK MUNGKIN Al Qur'an ini dibuat oleh selain Allah; (kitab ini) membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkannya, TIDAK ada KERAGUAN di dalamnya, (diturunkan) dari Tuhan semesta alam.

QS. Al A’raaf (7): 158
Katakanlah: "Hai manusia sesungguhnya aku adalah UTUSAN Allah kepadamu semua, yaitu ALLAH yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; TIDAK ADA Tuhan  SELAIN Dia, Yang MENGHIDUPKAN dan MEMATIKAN, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk".

Dan sebagainya, Al Qur’an berisi ‘klaim-klaim’ yang membelalakkan mata. Tetapi bukan untuk memaksa, melainkan ‘menantang’ untuk dibuktikan. Bagaimana cara membuktikannya? Tentu saja dengan ilmu-ilmu yang berkembang seiring peradaban manusia. Yaa ilmu sejarah, ilmu bahasa, ilmu biologi, fisika, astronomi, matematika, kimia, kedokteran, biomolekuler, dan ilmu apa saja yang bisa digunakan untuk ‘membuktikan’ kebenaran Al Qur’an.

Bukan ‘rebutan mengklaim’ sains, seperti yang dituduhkan. Karena perintah untuk berilmu pengetahuan itu adalah sebuah KENISCAYAAN di dalam agama Islam. Dan pelakunya tidak harus orang Islam. Di zaman keemasan Islam para pelaku kelilmuan itu adalah orang-orang Islam. Tetapi, di zaman sesudahnya memang SDM Islam mengalami kemunduran yang sangat memprihatinkan. Tetapi, itu tidak serta merta menjadikan AGAMA Islam lantas ‘merebut-rebut’ sains… :(

Tentu ini sudut pandang yang sangat keliru. Karena puluhan bahkan ratusan ayat di dalam Al Qur’an justru mendorong umat Islam untuk menguasai sains. Sebagaimana sudah saya tulis dalam puluhan buku yang saya terbitkan. Untuk apa? Bukan untuk ‘berpongah-pongah’ dengan sains yang serba terbatas itu. Melainkan untuk membuktikan dan menyadari ‘betapa kecil’ dan ‘ringkihnya’ manusia, dan betapa Maha Hebatnya Allah Sang Penguasa Jagat Semesta dengan segala Ilmu-Nya. Islam mengajari umatnya untuk ‘mentauhidkan’ ilmu pengetahuan agar mengenal dan tunduk pada Keagungan-Nya…!

QS. Ath Thalaaq (65): 12
Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, AGAR kamu MENGETAHUI bahwasanya Allah MAHA BERKUASA atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ILMU-Nya benar-benar MELIPUTI segala sesuatu.


~ Salam Mentauhidkan Ilmu Pengetahuan ~