Sabtu, 16 November 2013

SIAPAKAH YANG HIDUP DI ALAM BARZAKH ~ AL QUR’AN SEBAGAI SUMBER FILOSOFI BAGI SAINS (16)

Al Qur’an membedakan istilah Ruh dan Jiwa dalam arti yang substansial. Bahwa keduanya memang dua entitas yang berbeda, tetapi saling terkait. Ruh berfungsi sebagai sumber potensial sifat-sifat ketuhanan bagi jiwa manusia, sekaligus menghidupkannya. Sedangkan, jiwa menjadi belahan energial dari tubuh yang bersifat material. Karena itu, Al Qur’an memberikan clue bahwa Jiwa bisa terlepas dari badan material, dan tetap hidup di alam energial.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Cukup banyak ayat-ayat di dalam Al Qur’an yang memberikan clue bahwa ruh dan jiwa adalah dua entitas yang berbeda. Meskipun kebanyakan kita memandangnya sebagai sesuatu yang satu. Sehingga, tak jarang penafsir pun menyebut keduanya secara rancu: nafs dimaknai sebagai ruh, atau sebaliknya. Padahal kalau kita cermati, keduanya sesungguhnya berbeda.

Mulai dari istilahnya pun sudah berbeda: ruh dan nafs. Secara penggunaan juga berbeda, misalnya kata ruh tidak pernah disebut jamak oleh Al Qur’an, sedangkan kata nafs banyak dipakai dalam bentuk jamak menjadi anfus. Ruh tidak pernah bergandengan dengan kata menciptakan, artinya Allah tidak pernah menginformasikan ‘menciptakan ruh’, melainkan meniupkan atau menghembuskan dari entitas yang sudah ada. Sedangkan untuk nafs, Allah menyebutkan sebagai hasil penciptaan. Ruh tidak pernah digambarkan sebagai entitas yang berubah-ubah secara kualitas, sedangkan nafs adalah entitas yang berubah secara kualitas. Dan kemudian, Allah tidak pernah menggambarkan ruh sebagai entitas yang terlepas dari badan saat kematian, sebaliknya Allah menggambarkan nafs adalah entitas yang bisa terpisah dari badan, dan melanjutkan ‘kehidupan’ di alam barzakh.

QS. Al Baqarah (2): 154
Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.

QS. Ali Imran (3): 169
Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezki.

Dengan sangat jelas Allah memberikan informasi, bahwa setelah rusaknya badan material, sebenarnya seseorang itu masih hidup. Mereka masih memiliki kesadaran kemanusiaannya. Dan hidup dengan badan yang bukan badan material, melainkan dengan badan energial. Dan itu bukan ruh, melainkan jiwa alias nafs.

Al Qur’an menjelaskan di ayat yang berbeda bahwa nafs manusia bisa dipisahkan dari badannya saat kematian melandanya, dan kelak akan dikembalikan lagi saat hari kebangkitan. Bahkan, pada saat tidur pun digambarkan jiwa itu ‘diambil’ Allah, dan kemudian dikembalikan lagi ketika ia terbangun.

QS. Az Zumar (39): 42
Allah mengambil  jiwa (anfus) ketika matinya dan jiwa yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain (yang tidur) sampai waktu yang ditetapkan (saat kematiannya kelak). Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir.

Di ayat yang lain lagi, Allah memberikan gambaran tentang jiwa yang terlepas dari badan. Kita ditantang oleh Allah untuk mengembalikannya ke dalam raganya, bila kita mampu. Hal itu menegaskan, bahwa badan dan jiwa adalah dua entitas yang berbeda. Artinya, nafs tidak identik dengan jism atau jasad, meskipun saat hidup keduanya menyatu. Sehingga, digambarkan malaikat maut mencabut nyawa orang-orang yang ingkar dengan keras dan menyakitkan.

QS. Al Waaqi’ah (56): 83-87
Maka mengapa ketika (nyawa) sampai di kerongkongan, padahal kamu ketika itu melihat, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada kamu, tetapi kamu tidak melihat. Maka mengapa jika kamu tidak dikuasai (oleh Allah) kamu tidak mengembalikan (nyawa) itu (ke badannya) jika kamu adalah orang-orang yang benar?

QS. Al Anfaal (8): 50
Seandainya kamu melihat ketika para malaikat mengambil jiwa orang-orang yang kafir seraya memukul muka dan punggung mereka: "Rasakanlah olehmu siksa neraka yang membakar".

Ringkas kata, saya cuma ingin menegaskan bahwa manusia terdiri dari 3 lapisan entitas. 
1. Yang paling kasar adalah badan material yang disebut jism atau jasad. 
2. Yang kedua adalah badan energial yang lebih halus, disebut nafs alias jiwa. 
3. Dan yang ketiga adalah ‘sistem informasi’ yang menghidupkan badan dan jiwa itu, yang disebut sebagai ruh.

Kehidupan yang paling sempurna bagi seorang manusia adalah ketika ketiga entitas itu menyatu dalam diri seseorang. Mereka disebut sebagai manusia seutuhnya yang hidup. Tetapi, suatu saat badan materialnya bisa rusak, dan jiwa berserta ruhnya lepas dari badan. Inilah yang disebut sebagai kematian. Hanya raganya yang rusak, tetapi jiwa –badan energialnya– masih dalam naungan ‘sistem informasi’ ruh bisa hidup di alam berdimensi lebih tinggi, yang disebut sebagai alam barzakh.

Ketika memasuki alam barzakh tanpa badan material itu, seorang manusia masih memiliki kesadarannya. Juga rasa takut. Termasuk daya ingat akan kehidupannya selama di dunia. Sehingga dalam ayat berikut ini, seseorang yang mati bisa mengalami penyesalan, dan meminta kepada Allah dikembalikan ke dunia untuk berbuat kebajikan yang selama ini dia tinggalkan.

QS. Al Mukminuun (23): 99-100
(Demikianlah keadaan orang-orang yang ingkar itu), hingga apabila datang kematian kepada salah seorang dari mereka, dia berkata: "Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku bisa berbuat amal kebajikan yang dulu aku tinggalkan. Sekali-kali tidak (bisa). Sesungguhnya itu cuma ucapan yang dilontarkannya saja. Karena, di belakang mereka ada barzakh (dinding dimensi yang membatasi) sampai hari mereka dibangkitkan.

Jadi, semakin jelas saja clue yang diberikan Al Qur’an bahwa manusia bisa hidup dengan badan material-energial di dunia tiga dimensi ini, ataupun badan energial saja di alam berdimensi lebih tinggi. Tentu saja, kedua-duanya berada dalam pengaruh ‘sistem informasi’ yang menghidupkan mereka, yaitu ruh.

Di hari kiamat kelak, badan material manusia akan diutuhkan kembali. Dan jiwa beserta ruhnya akan dikembalikan bersatu dengan raganya untuk menjalani fase kehidupan akhirat. Itulah yang disebut sebagai hari kebangkitan dari dalam kubur, dimana setiap diri akan mempertanggung jawabkan apa yang telah diperbuatnya selama hidup di fase dunia.

QS. Yaasiin (36): 52
Mereka berkata: "Aduhai celakalah kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat tidur (kuburan) kami? Inilah yang dijanjikan (Tuhan) Yang Maha Pemurah dan benarlah Rasul-rasul-(Nya).

QS. Al Hajj (22): 7
Dan sesungguhnya hari kiamat itu pastilah datang, tak ada keraguan padanya. Dan bahwasanya Allah membangkitkan semua orang di dalam kubur.

QS. Ibrahim (14): 48
(Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit, dan mereka semuanya berkumpul menghadap ke hadirat Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa.

Sebagian manusia yang tidak beriman meragukan datangnya hari kebangkitan itu. Tetapi, dengan sangat logis Al Qur’an memberikan argumentasi kepada mereka. Bahwa, bagi Allah yang Maha Pencipta soal kebangkitan itu adalah masalah kecil. Lha wong, dulu dari tidak ada aja Allah bisa menciptakannya menjadi ada, sekarang apa sulitnya bagi Allah untuk sekedar mengulangi: menjadikan makhluk yang sudah ada menjadi hidup kembali.

QS. Ar Ruum (30): 27
Dan Dialah yang menciptakan (manusia) dari permulaan, kemudian menghidupkannya kembali. Dan menghidupkan kembali itu (tentu) lebih mudah bagi-Nya. Dan bagi-Nyalah sifat yang Maha Tinggi di langit dan di bumi. Dan Dia adalah (Tuhan) Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

QS. Ar Ruum (30): 17-19
Maka bertasbihlah kepada Allah waktu kamu berada di petang hari dan waktu kamu berada di pagi hari, dan bagi-Nyalah segala puji di langit dan di bumi dan waktu kamu berada di petang hari maupun waktu kamu berada di siang hari. Dialah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan (Dia pula) yang menghidupkan bumi sesudah matinya. Dan seperti itulah kamu semua bakal dikeluarkan (dari dalam kubur).

Wallahu a’lam bissawab
~ salam ~


Jumat, 15 November 2013

RUH PUN MENEMBUS ALAM LINTAS DIMENSI ~ AL QUR’AN SEBAGAI SUMBER FILOSOFI BAGI SAINS (15)

Meskipun Al Qur’an menyebut ilmu tentang ruh itu cuma sedikit, sebenarnya tidak ada larangan untuk mempelajari tentang ruh. Dan Al Qur’an sendiri memberikan clue sebanyak belasan ayat tentangnya. Memang, ini jauh lebih sedikit dibandingkan dengan informasi tentang jiwa yang mencapai ratusan ayat. Dari jumlah informasi yang sangat sedikit itu kita mencoba untuk memahami sedikit-banyak soal karakteristik ruh.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Sebagaimana telah kita bahas sebagian di notes sebelum-sebelumnya, ruh adalah sistem informasi yang hidup dan membawa sifat-sifat ketuhanan. Sedangkan alam semesta hanyalah sekedar kanvas bagi ‘perasaan’ yang diekspresikannya. Perasaan itulah yang saya sebut sebagai sistem informasi yang hidup. Dimana, alam semesta saya sebut sebagai media tempat menjalarnya informasi itu.

Bukan hanya di alam semesta yang berdimensi tiga, melainkan lintas dimensi ke alam-alam yang lebih tinggi. Dimana arus informasi terus mengalir lewat 'pintu-pintu langit' yang tersebar di seluruh penjuru jagat semesta, melalui lorong gravitasi antar dimensi.

Dalam teori String yang telah disempurnakan menjadi M-Theory, disebutkan bahwa seluruh gaya alam semesta – nuklir kuat, nuklir lemah, dan elektromagnetik, minus gaya gravitasi – tidak bisa menembus batas dimensi-dimensi langit. Namun, khusus gaya gravitasi justru bisa melepaskan diri dari jebakan batas dimensi. Dan oleh sebab itu, terbentuklah alam semesta berdimensi lebih tinggi. Contoh kasusnya, adalah apa yang terjadi pada black hole sebagaimana telah kita bahas sebelum ini. Bahwa, di saat gaya-gaya lain runtuh di lubang hitam, gaya gravitasi justru malah menguat.

Kenapa hal ini bisa terjadi? Karena, sesungguhnya seluruh gaya itu hanyalah penampakan saja dari suatu gaya tunggal, sebagaimana dirumuskan oleh teori penyatuan gaya The Grand Unification Theory, yang dipromosikan oleh Prof Abdus Salam sehingga dia memperoleh hadiah Nobel pada tahun 1979. Abdus Salam telah berhasil menyatukan gaya-gaya fundamental yang semula dipersepsi sebagai gaya-gaya yang terpisah itu.

Awalnya, gaya elektromagnetik adalah dua gaya yang terpisah, yang terdiri dari gaya listrik dan gaya magnet. Tetapi, kemudian terbukti bahwa kedua gaya itu bisa disatukan menjadi gaya elektromagnetik. Dengan berdasar pada keyakinannya tentang ketauhidan di dalam Islam – bahwa segalanya adalah tunggal – Abdus Salam menyodorkan teori penyatuan gaya yang memperoleh Nobel itu. Dia telah berhasil menyatukan gaya elektromagnetik dengan gaya nuklir lemah yang disebutnya sebagai Electroweak Force alias Gaya Elektrolemah. Secara teoritis, dia juga memprediksikan gaya Elektrolemah itu bakal bisa disatukan dengan gaya nuklir kuat. Dan ujung-ujungnya, seluruh gaya itu akan ‘bertauhid’ ketika bisa disatukan dengan gaya gravitasi.

Teori penyatuan ini memberikan gambaran yang menarik, bahwa seluruh gaya akan tampak sebagai entitas yang terpisah-pisah hanya ketika berada pada kondisi energi rendah. Dan, kemudian menjadi sebuah ‘gaya alam semesta’ yang tunggal belaka ketika berada pada energi tinggi. Salah satu keadaan itu terjadi di black hole, yakni ketika gaya-gaya nuklir lemah, kuat dan elektromagnetik runtuh berganti dengan menguatnya gaya gravitasi.

Tergambar, bahwa sebenarnya jumlah gaya-gaya tersebut adalah tetap. Hanya penampakannya saja yang berubah. Sehingga, kekuatan gaya yang semula muncul dalam bentuk gaya nuklir dan elektromagnetik terkonversi menjadi gaya gravitasi yang menjadi lebih kuat. Disinilah saya bayangkan, seluruh informasi yang tadinya terkandung di dalam gaya-gaya yang runtuh itu berpindah ke dalam gaya gravitasi, dan kemudian masih bisa tetap ‘menyembur’ dari jebakan black hole. Bukan hanya kembali ke alam tiga dimensi, melainkan juga ke alam berdimensi lebih tinggi.

Karena, jika informasi itu lenyap seiring runtuhnya gaya-gaya tersebut, alam semesta akan memiliki mekanisme yang irreversible. Padahal kenyataannya, energi sebagai sumber munculnya gaya-gaya itu bisa saling berubah menjadi satu sama lainnya, sebagaimana tergambar dari hukum kekekalan energi. Dan, gaya gravitasi pun dipersepsi sebagai gaya yang paling tua, yang menjadi sumber kemunculan gaya-gaya nuklir dan elektromagnetik yang terbentuk sesudahnya.

Dengan demikian kita telah memperoleh gambaran yang semakin konkret, bahwa arus informasi sebenarnya masih leluasa bergerak keluar masuk antar dimensi. Hanya medianya saja yang berubah, tetapi substansinya tetap sama. Bukan hanya informasi yang bersifat kebendaan alias obyektif, melainkan juga informasi yang bersifat hidup alias subyektif. Karena itu, Al Qur’an memberikan clue yang menarik tentang pergerakan para malaikat dan Ruh, sebagaimana digambarkan dalam ayat berikut ini.

QS. Al Ma’aarij (70): 4
Dari Allah, Yang mempunyai tempat-tempat untuk naik. Para malaikat dan Ruh naik (lintas dimensi) kepada-Nya dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun.

Khusus tentang Ruh dalam ayat tersebut, para mufassir memahaminya sebagai malaikat Jibril, yang tugasnya memang menyampaikan informasi alias wahyu. Namun, julukan Ar Ruh kepada malaikat Jibril itu menurut saya, tidak terlepas dari substansi ruh makhluk hidup yang juga berupa ‘sistem informasi hidup’, sebagaimana telah kita bahas di notes sebelumnya.

Ringkas kata, kita bisa membayangkan peranan sistem informasi alam semesta yang sedemikian dominan di seluruh penjurunya. Baik sistem informasi yang ‘mati’ maupun yang ‘hidup’. Dimana seluruh sistem informasi itu terurai dari kalimat KUN yang difirmankan-Nya saat menciptakan segala makhluk-Nya dari tiada menjadi ada. Ya alam semesta, ya manusia, ya beragam makhluk lainnya.

QS. Yunus (10): 3
Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah Yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di 'Arsy untuk mengatur segala urusan. Tiada seorang pun yang akan memberi syafaat kecuali sesudah ada izin-Nya. Yang demikian itulah Allah, Tuhanmu, maka sembahlah Dia. Maka apakah kamu tidak mengambil pelajaran?

QS. Al Furqaan (25): 2
yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan, dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.

QS. Maryam(19): 67
Dan tidakkah manusia itu memikirkan bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakannya dahulu, sedangkan ia (waktu itu) sama sekali tidak ada?

Terkait dengan ruh kehidupan, ‘sistem informasi yang hidup’ itu lantas mengurai dan meresap ke dalam struktur-struktur yang sesuai dengannya. Potensinya akan muncul semakin sempurna seiring dengan ‘media’ yang ditempatinya. Baik yang material maupun yang energial. Berupa tumbuhan, binatang, manusia, maupun jin. Di tubuh makhluk-makhluk hidup itu Ruh akan mengimbas struktur yang ada sehingga memunculkan sistem informasi yang mendorong terjadinya kehidupan. Dan terus mempertahankannya sampai ‘sistem informasi’ itu off  atau dipaksa off.

Di dalam tubuh manusia, sistem informasi ruhiyah itu akan mengimbas ke sistem genetika, sistem seluler, sistem organik, dan sistem holistik kemanusiaan, yang kesemuanya berupa sistem informasi penunjang kehidupan yang lebih sempurna. Jika sistem-sistem informasi di dalam tubuh manusia itu mengalami masalah atau kecacatan, maka perwujudan ruh sebagai sistem informasi kehidupan akan mengalami kendala. Baik secara material di performance tubuhnya, maupun yang energial di performance jiwanya.

Otak merupakan interface antara tubuh dan jiwa. Dimana kerusakan sistem informasi di otak akan mempengaruhi performance tubuh maupun jiwa. Tetapi, tidak akan berpengaruh pada ruhnya. Ruh adalah entitas yang tidak berubah-ubah, karena ia berupa potensi ilahiah sepenuhnya. Jiwa dan tubuhlah yang bisa mengalami perubahan, menjadi lebih baik atau lebih buruk. Dalam hal karakter, Al Qur’an tidak pernah menyebut ‘ruh baik’ atau ‘ruh jahat’. Yang bisa baik dan jahat itu adalah jiwa. Ada nafsul hawa yang bersifat merusak ada pula nafsul muthmainnah yang suka ketenteraman.

Jadi, jika kita melihat pemetaan seluruh sistem informasi alam semesta ini, kita akan memperoleh ketauhidannya. Bahwa semua itu bersumber dari Zat Allah. Ketika Dia berfirman KUN, maka mewujudlah sistem informasi alam semesta yang membuat segala makhluk-Nya dari TIADA menjadi ADA - tersusun dari variabel ruang, waktu, materi dan energi.

Semua variabel itu lantas menjadi media bagi menjalarnya ‘sistem informasi ilahiah’ yang menunggangi gaya dan menggerakkan seluruh peristiwa di penjuru jagat raya. Mulai dari skala partikel, atomik, molekuler, seluler, organik, planet dan tata surya, galaksi-galaksi, superkluster, sampai pada alam semesta yang bertingkat-tingkat secara dimensional. Semua itu adalah satu kesatuan tunggal, yang digerakkan oleh sistem informasi tunggal, yang bersumber dari Eksistensi Tunggal: Allah Azza Wajalla, Sang Penguasa Jagat Semesta.

Karena, seluruh alam semesta beserta segala isinya ini memang tak lain adalah perwujudan dari eksistensi-Nya belaka. Zat yang telah meliputi seluruh langit dan Bumi. Yang kemana pun kita menghadap selalu berhadapan dengan-Nya. Yang setiap saat selalu dalam ‘kesibukan’ mengurusi segala makhluk ciptaan-Nya. Subhanallaah..

QS. An Nisaa’ (4): 126
Kepunyaan Allah segala yang di langit dan yang di bumi. Dan adalah Allah Maha Meliputi segala sesuatu.

QS. Al Baqarah (2): 115
Dan kepunyaan Allah timur dan barat, maka kemana pun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui.

QS. Ar Rahman (55): 29-30
Semua yang ada di langit dan bumi selalu meminta kepada-Nya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan. Maka nikmat Tuhanmu yang mana lagikah yang kamu dustakan?

Wallahu a’lam bissawab
~ salam ~


Kamis, 14 November 2013

KETIKA DIA ‘BERKIRIM SURAT’ LINTAS DIMENSI ~ AL QUR’AN SEBAGAI SUMBER FILOSOFI BAGI SAINS (14)

Tidak sedikit ayat Al Qur’an yang menginformasikan bahwa alam semesta ini sebenarnya tidak hanya terdiri dari satu ruang saja. Kitab suci ini memberikan ‘clue’, bahwa alam semesta terdiri dari banyak ruang, mulai dari yang berdimensi rendah sampai yang berdimensi tinggi, yang disebut sebagai langit bersaf tujuh.
-------------------------------------------------------------------------------------

Teori-teori Kosmologi mutakhir mengarah kepada keberadaan alam berdimensi lebih tinggi. Awalnya, hal ini dipicu oleh kegagalan teori Einstein dalam skala mikrokosmos, dan tak berlakunya teori kuantum dalam skala makrosmos. Einstein berpendapat bahwa gaya gravitasi hanya berlaku pada benda-benda besar seperti planet, bintang dan galaksi. Serta tidak berlaku pada partikel-partikel. Tetapi, ternyata di skala mikrokosmos, gaya gravitasi malah bertambah besar seiring dengan massa yang terkonsentrasi. Contohnya, adalah apa yang terjadi pada black hole.

Teori lama mengalami kesulitan memprediksi apa yang terjadi di dalam black hole, karena tak memiliki perangkat memadai untuk memahaminya. Seluruh gaya – nuklir lemah, nuklir kuat, dan elektromagnetik – runtuh dan tersedot ke dalam black hole, tetapi gaya gravitasi tidak. Justru, gravitasi black hole menjadi semakin berlipat ganda ketika ukurannya menjadi semakin kecil. Sehingga, berbagai materi bahkan cahaya yang melintas di dekatnya pun ‘dimakan’ olehnya.

Meningkatnya gaya gravitasi di sekitar black hole itulah yang menjadi clue bagi teori kosmologi mutakhir bahwa alam semesta ini kemungkinan besar memiliki ruang-ruang berdimensi lebih tinggi. Karena, gravitasi yang terpusat kuat di dalam black hole itu bisa menjadi faktor yang membuat  ‘melar’ ruang tiga dimensi menjadi empat dimensi. Dan empat dimensi menjadi dimensi-dimensi kelima, keenam, dan seterusnya yang lebih tinggi.

Dikarenakan seluruh gaya nuklir dan elektromagnetik runtuh di black hole, maka sangat dimungkinkan berbagai peristiwa yang tersedot  ke dalam lubang hitam itu runtuh terjebak disini. Kecuali, gaya gravitasi yang memang bisa lolos ke alam lain - yang paralel maupun yang berdimensi lebih tinggi. Ringkasnya, dalam penjelasan yang sederhana, black holebisa menjadi semacam pintu untuk memasuki alam berdimensi lebih tinggi. Meskipun, sampai sekarang tidak dimungkinkan untuk dilewati oleh materi dan energi. Karena, begitu ada materi dan energi masuk ke dalamnya, ia akan runtuh dan tak bisa keluar lagi.

Lantas, apa yang bisa keluar-masuk melalui black hole itu? Adalah arus informasi. Dengan mengendarai gaya gravitasi, sejumlah informasi bisa keluar-masuk menembus alam-alam berdimensi tinggi. Dan inilah clue yang digambarkan oleh Al Qur’an tentang adanya arus informasi yang menembus alam lintas dimensi itu.

QS. As Sajdah [32]: 5-6
Dia mengatur urusan (informasi/ peristiwa) dari langit ke bumi, kemudian (informasi) itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya seribu tahun menurut perhitunganmu. Yang demikian itu ialah Tuhan Yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang.

Sistem informasi adalah entitas yang bisa ‘mengendarai’ apa saja, termasuk materi, energi, ruang, waktu, dan gaya-gaya alam semesta. Dalam skala kehidupan sehari-hari, kita bisa melihat banyak contohnya. Yang paling sederhana, adalah apa yang terjadi saat kita berkirim surat. Kertas surat sekedar menjadi media bagi perasaan yang kita tuangkan di atas kertas itu dalam bentuk susunan kalimat yang bermakna. Saya kira, Anda bisa ‘merasakan’ bahwa kertas dan makna yang terkandung di dalam susunan kalimat itu adalah dua entitas yang berbeda.

Kertas adalah media, alias benda mati. Tetapi perasaan atau makna yang kita tuangkan lewat kalimat-kalimat indah itu adalah informasi yang mewakili sesuatu yang hidup. Karena, informasi itu keluar dari pikiran dan perasaan yang hidup. Ada pesan yang terkandung di dalamnya. Ada suasana batin yang mengharu biru. Ada rasa bahagia, rasa sedih ataupun nestapa. Ada arus informasi yang ditransfer oleh penulis surat kepada pembaca di seberang sana, dengan ‘mengendarai’ media kertas. Tentu saja, sistem informasi itu bukanlah kertas, dan kertas itu bukanlah sistem informasi.

Di era modern ini, berkirim surat tidak hanya dengan menggunakan media kertas yang ‘material’. Melainkan bisa juga menggunakan media gelombang elektromagnetik, yang ‘energial’. Perasaan Anda bisa Anda tuangkan ke dalam SMS, dan kemudian dikirimkan dengan ‘mengendarai’ gelombang pemancar HP ke partner Anda di seberang sana. Ini juga yang terjadi saat Anda bertelepon menggunakan suara. Ataupun, saat Anda mendengarkan informasi dari seorang penyiar radio dan televisi.

Materi dan energi hanyalah sekedar media yang mati belaka. Dan menjadi ‘kendaraan’ bagi sistem informasi atau makna yang ingin disampaikan kepada ‘sesuatu yang hidup’ dan berkecerdasan di seberang sana. Sama dengan alam semesta, seluruh materi, energi, ruang dan waktu ini hanyalah media atau kendaraan belaka bagi sistem informasi yang datang dari Subyek yang hidup dan berkecerdasan, di ‘balik’ realitas alam semesta.

Dia Yang Maha Hidup dan Maha Cerdas itu sedang ‘berkirim surat’ kepada makhluk hidup dan berkecerdasan pula, lewat kode-kode alias tanda-tanda yang dihamparkan-Nya. Sayangnya, ada yang bisa membaca informasi itu dan ada yang tidak bisa membacanya. Atau, bahkan tak sedikit yang tidak mempedulikannya. Karena, mereka hanya sibuk membahas medianya, tetapi tak memperhatikan informasinya. Ibarat orang yang sibuk mengagumi indahnya kertas surat dan warna tinta, tetapi lupa membaca dan memahami pesan yang ditulis untuknya.

QS. Yusuf [12]: 105
Dan banyak sekali tanda-tanda di langit dan di bumi yang mereka lalui, namun mereka berpaling darinya (tak mempedulikannya).

Kalimat KUN yang kita bahas di notes sebelumnya adalah sistem informasi yang mengurai menjadi berbagai ayat-ayat Allah di alam semesta. Menjadi miliaran peristiwa di langit maupun di Bumi. Mengendarai materi, mengendarai energi, mengendarai ruang dan waktu, agar bisa dibaca oleh makhluk hidup yang berkecerdasan ciptaan-Nya, diantaranya adalah jin dan manusia.

Merekalah makhluk yang memiliki ruh yang hidup dan menghidupkan. Dimana ruh itu juga berisi sistem informasi - sifat-sifat ilahiah - yang bisa menerjemahkan ‘rasa’ yang terkandung di dalam realitas alam semesta. Yang bisa merasa sedih, terharu dan bahagia. Yang bisa merasakan takjub, kagum dan terpesona. Serta, merasakan indahnya interaksi dengan Sang Penulis yang telah meng-create berjuta peristiwa di alam semesta untuknya. Bukan sekedar sibuk memahami materi dan energi yang entitas mati belaka.

QS. Luqman [31]: 20
Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untukmu segala yang di langit dan yang di bumi, serta menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia ada yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penjelasan.

QS. Luqman [31]: 29
Tidakkah kamu memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan Dia tundukkan matahari dan bulan masing-masing berjalan sampai kepada waktu yang ditentukan, dan sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

QS. An Nahl [16]: 79
Tidakkah mereka memperhatikan burung-burung yang dimudahkan terbang di angkasa bebas.Tidak ada yang menahannya selain Allah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang beriman.

QS. Luqman [31]: 27
Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh lautan (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat-kalimat Allah itu. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.


Wallahu a’lam bissawab
~ salam ~

Rabu, 13 November 2013

SISTEM INFORMASI ALAM SEMESTA ~ AL QUR’AN SEBAGAI SUMBER FILOSOFI BAGI SAINS (13)

Al Qur’an adalah petunjuk bagi manusia agar memahami kehidupannya. Tentang dirinya, tentang keluarganya, tentang masyarakatnya, tentang lingkungannya, bahkan tentang alam semesta, dan Sang Penguasa yang telah menciptakan segalanya. Menyelam ke dalam makna kitab suci ini akan menyebabkan seseorang memperoleh panduan untuk memperoleh hikmah yang luar biasa dalam memahami realitas.
-------------------------------------------------------------------------------------

Alam semesta terbentuk dari empat variable dasar, yakni: ‘ruang’ yang mengembang, ‘waktu’ yang bertambah tua, ‘materi’ yang membentuk berbagai benda pengisi semesta, dan ‘energi’ yang menjadi tenaga bagi terjadinya berbagai peristiwa. Tapi, saya yakin Anda bisa ‘merasakan’ dan sependapat bahwa semua itu adalah entitas yang mati. Tak punya kehendak dan tak punya tujuan. Sehingga, sulit untuk membayangkan bahwa dinamika dari semua ‘variable mati’ alam semesta ini terjadi dengan sendirinya, tanpa melibatkan ‘faktor’ di luar keempat variable tersebut.

Apakah faktor yang menyebabkan alam semesta bisa berdinamika selama miliaran tahun dalam keseimbangan seperti ini? Sehingga ia tidak kolaps sesaat setelah kemunculannya. Dan bahkan mengembang sambil membentuk berbagai benda langit yang tersusun harmonis namun dinamis. Dan lantas, menghasilkan tatasurya dimana planet Bumi berada. Dan akhirnya, tercipta miliaran manusia dengan segala kelengkapan hidupnya yang tak ditemukan di benda-benda langit lainnya. Faktor apakah yang telah menjadikan semua itu?

Saya kira sulit untuk ‘tidak setuju’, bahwa seluruh dinamika itu digerakkan oleh ‘sistem informasi’ yang sangat canggih. Yang memerintahkan ruang untuk mengembang. Yang menjadikan waktu bergerak ke masa depan. Yang merenggangkan material semesta. Dan yang membuat energi menjadi kekuatan untuk menggerakan dinamika. Karena keempat variable itu memang – selain tak punya kehendak dan tujuan – juga tak punya kecerdasan. Bagi orang-orang yang berilmu dan berhati terbuka, alam semesta ini jelas memiliki kecerdasan informasi yang luar biasa menakjubkan. Sebuah sistem informasi yang sangat complicated dan sophisticated.

Mirip sebuah pesawat yang sedang terbang dengan system fly by wire alias kendali otomatis berdasar program komputer yang telah dibuat sebelumnya. Sekali sang pilot menekan tombol automation, maka pesawat pun terbang dan beroperasi sesuai program yang telah dimasukkan kedalam sistem kendalinya. Sistem informasi itu mengatur arah, ketinggian, kecepatan, daya mesin, dan sebagainya secara otomatis, untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Alam semesta ibarat pesawat terbang yang dikendalikan oleh pilot secara fly by wire itu. Meskipun tidak persis demikian. Karena, posisi pilot terpisah dari pesawatnya, sedangkan Sang Pengendali alam semesta meliputinya. Tetapi, sebagai sebuah analogi sudah mencukupi untuk menggambarkan. Bahwa, seluruh ‘mesin’ ruang-waktu-materi-energi itu adalah entitas mati yang membutuhkan program automation agar berjalan dengan moda tertentu sehingga mencapai tujuan yang ditargetkan. Setiap perubahan pada salah satu variabelnya, akan diproses oleh sistem informasi dengan moda automation yang diberlakukan, untuk mempertahankan proses yang ditetapkan.

Itulah sebabnya, alam semesta berdinamika secara seimbang seperti yang telah kita bahas dalam notes sebelum-sebelumnya. Dalam kesempatan ini, saya tidak sedang menyoroti sistem keseimbangannya, melainkan lebih kepada sistem informasi yang membuatnya berada pada moda automation itu. Sebuah sistem informasi tunggal yang berlaku secara umum dan menyeluruh di penjuru alam semesta.

Inilah yang digambarkan oleh Allah di dalam Al Qur’an Al Karim. Bahwa, segala dinamika yang terjadi selama belasan miliar tahun ini sebenarnya dikendalikan oleh Sang Pilot lewat moda otomatisasi berdasar sebuah sistem informasi yang telah diberlakukan sejak kemunculan alam semesta.

QS. Al A’raaf (7):54
Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di 'Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah,Tuhan semesta alam.

Begitulah keadaan alam semesta. Ia mirip seperti sebuah pemerintahan, yang oleh Allah diistilahkan sebagai kerajaan. Atau, dalam analogi yang saya kemukakan, mirip sebuah pesawat yang terbang fly by wire, dengan menggunakan moda otomatisasi. Mesinnya adalah ruang-waktu-materi-energi, dan sistem otomatisasinya adalah sunnatullah. Pilotnya adalah Allah. Dan action memencet tombolnya adalah saat Allah mengucapkan KUN, fayakun. Sejak itulah alam semesta ‘terbang’ secara fly by wire dalam keseimbangan dinamis menuju tujuan yang telah ditetapkan.

QS. Al Mulk (67): 1-3
Maha Suci Allah Yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu, Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?

QS. An Nahl (16): 40
Sesungguhnya perkataan Kami terhadap SEGALA SESUATU apabila Kami menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya: "KUN (jadilah)", maka jadilah ia.

Jadi, seluruh realitas dan eksistensi ini sebenarnya berasal dari kalimat KUN belaka. Bersumber dari kalimat perintah inilah lantas muncul sistem informasi yang mengurai menjadi segala sesuatu. Muncul menjadi ruang, menjadi waktu, menjadi materi dan menjadi energi. Lantas muncul menjadi fluktuasi kuantum. Muncul menjadi dinamika alam semesta dengan berbagai peristiwa yang mengisinya selama belasan miliar tahun yang sudah berjalan. Dan akan terus berjalan sampai tujuan akhirnya tercapai.

Sistem informasi alias sunnatullah itu lantas menjadi hukum alam yang mengkoridori segala peristiwa. Menjadi ‘rel’ bagi pembentukan benda-benda langit dan segala peristiwa yang terjadi di dalamnya, termasuk bermunculannya makhluk-makhluk hidup di muka Bumi ataupun di penjuru semesta yang dikehendaki-Nya.

Kalimat KUN itu sendiri muncul dari salah satu sifat Allah, Yang Maha Berfirman. Yang berisi Kehendak-Nya, berisi Kekuasaan-Nya, berisi Ilmu-Nya, berisi segala Sifat-sifat-Nya. Yang kemudian mengejawantah menjadi makhluk dengan beragam sifat, sesuai dengan desain yang ditetapkannya. Semuanya adalah derivasi dari segala sifat-sifat ilahiah Allah. Yang mewujud dalam skala makhluk - hidup maupun mati. Sehingga kelihatan menjadi terbatas, karena hanya mewujud sebagian, sesuai dengan desain dan karakteristiknya.

Dalam sebuah ayat, Allah memberikan clue yang luar biasa tentang eksistensi Diri-Nya dibandingkan dengan eksistensi makhluk. Bahwa diri-Nya ibarat sebuah pelita di dalam kegelapan yang misterius, yang nyala pelita itu berpendar dengan sendirinya tanpa ada yang menjadi penyebabnya. Sedangkan makhluk, tak lebih hanyalah pendaran cahaya-Nya. Berwarna-warni dengan spektrum yang sangat luas, yang digambarkan sebagai cahaya berada di atas cahaya, tiada ketahuan batasnya. Namun toh demikian, semua cahaya itu tak akan pernah eksis, ketika Sang Pelita tidak memancarkan cahaya-Nya..! Subhanallaah...

QS. An Nuur (24): 35
Allah mencahayai langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca, (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur dan tidak pula disebelah barat. Yang minyaknya hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya, Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa saja yang dia kehendaki, dan Allah membuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

Wallahu a’lam bissawab
~ salam~

Senin, 11 November 2013

RUH BUKAN MATERI ATAUPUN ENERGI ~ AL QUR’AN SEBAGAI SUMBER FILOSOFI BAGI SAINS (12)

Sebagaimana kita bahas di notes sebelum-sebelumnya, sains akan kehilangan pijakan empirisnya ketika digunakan untuk memahami masalah-masalah ekstrim. Baik ekstrim secara jarak, waktu, ukuran, maupun tingkat kegaibannya. Nah, ruh adalah salah satu masalah yang ekstrim itu, yang masuk ke dalam wilayah kegaiban. Yang di dalam Al Qur’an pun Allah mengingatkan tentang sedikitnya ilmu tentang ruh. Jauh lebih sedikit dibandingkan jiwa yang ilmunya berkembang luas di peradaban manusia. Karena tidak bisa kita empiriskan secara sains itulah, maka pembahasan tentang ruh harus disandarkan kepada ‘clue’ Al Qur’an. Meskipun, pemahamannya lantas bisa kita ulas dengan menggunakan terminologi saintifik.
-------------------------------------------------------------------------------------

Istilah ruh tidak dikenal di dunia sains. Oleh karenanya tidak bisa didefinisikan berdasarkan data-data atau penelitian sains. Ruh adalah istilah religius, sehingga mesti didefinisikan secara religius pula, dengan menyandarkan pada informasi kitab suci Al Qur’an. Ketika filosofinya sudah dipahami, maka pembahasan teknisnya pun lantas bisa dilakukan secara saintifik. Meskipun akan menjadi kontroversial dikarenakan sulit untuk diobyektifkan. Jangankan tentang ruh, tentang jiwa saja ilmu Psikologi sudah dianggap sebagai soft science alias tidak sepenuhnya saintifik. Meskipun lantas ada yang protes: ‘’emangnya sains ini milik siapa?’’

Dari clue yang tersebar di dalam Al Qur’an, ruh bisa didefinisikan sebagai entitas yang menyebabkan benda mati menjadi hidup, berkehendak, bisa mendengar, bisa melihat, berbicara, dan beragam fungsi kehidupan lainnya. Wilayah ini memang menjadi wilayah yang ‘sulit’ bagi sains yang berbasis pada metode materialistik-obyektif. Dan lebih cocok masuk ke ranah psikologi yang cenderung subyektif. Dengan kata lain, sebenarnya ruh adalah subyek, bukan obyek.

QS. As Sajdah (32): 9
Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya sebagian ruh-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.

Ayat di atas adalah salah satu clue di dalam Al Qur’an yang bisa kita jadikan pedoman untuk memahami ruh. Bahwa ruh adalah suatu entitas yang ketika masuk ke dalam tubuh manusia akan menyebabkan ia menjadi bisa mendengar, melihat dan merasakan. Dengan kata lain, menjadi hidup. Lantas, apakah yang membuatnya menjadi hidup? Inilah bagian yang tidak bisa dipahami oleh sains yang obyektif itu.

Ada sebutir telur ayam dierami, belum tentu ia bisa menetas dan menghasilkan anak ayam yang hidup. Padahal materinya sama dengan telur lainnya yang menetas, dan energi yang terkandung di dalam materi itu juga sama. Tetapi, ruh tidak hadir di dalamnya, sehingga ia tetap sebagai benda mati alias obyek. Ruh bukan materi. Dan ruh juga bukan energi. Karena materi dan energi adalah benda mati yang tidak punya kehendak. Tidak hidup dan menghidupkan.

Badan manusia tersusun dari materi. Dan jiwa manusia tersusun dari energi. Tetapi tanpa adanya ruh, materi dan energi itu tak lebih hanyalah seonggok daging dan tulang belulang, dengan sejumlah energi potensial yang terkandung di dalam materi itu. Ini sama saja ketika kita bicara dalam skala seluler. Bahwa sebuah sel yang memiliki komposisi materi yang sama, belum tentu hidup. Manusia boleh saja membuat sel tiruan, tetapi tidak akan pernah bisa menghidupkannya. Karena ruh memang bukan sekedar materi dan energi.

Dalam skala yang lebih besar, manusia bisa membuat robot dan menjadikannya bisa bergerak, menari-nari, atau bermain sepak bola. Tetapi, ia tidak pernah bisa ‘mendengar’, 'melihat’ dan ‘merasakan’ dalam arti yang sesungguhnya, seperti yang diinformasikan Al Qur’an itu. Padahal dia punya materi dan punya energi untuk beraktivitas, tetapi tidak punya ruh.

Ruh bukan materi, ruh juga bukan energi. Dia adalah sesuatu yang hidup. Yang punya kehendak. Yang punya perasaan. Yang punya ‘cita-cita’ dan tujuan. Yang menjadikan segala yang ditempatinya menjadi hidup dan memiliki sifat-sifat ruh itu. Materi yang mati, menjadi hidup jika dimasuki ruh. Energi yang mati, juga menjadi hidup ketika dimasuki ruh. Yang dengan cara itulah, Allah menciptakan segala makhluk yang hidup, baik yang berbadan materi maupun yang berbadan energi.

QS. Al Hadiid (57): 2
Kepunyaan-Nyalah kerajaan langit dan bumi, Dia menghidupkan dan mematikan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.

QS. Ar Ruum (30): 19
Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan menghidupkan bumi sesudah matinya. Dan seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari kubur).

QS. Ar Ruum (30): 50
Maka perhatikanlah bekas-bekas rahmat Allah, bagaimana Allah menghidupkan bumi yang sudah mati. Sesungguhnya (Tuhan yang berkuasa seperti) demikian benar-benar (berkuasa) menghidupkan orang-orang yang telah mati. Dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Dari berbagai ayat itu, kita bisa ‘merasakan’ bahwa ada ‘sesuatu’ yang menyebabkan benda mati bisa menjadi hidup, dan sebaliknya. Ia bukan materi maupun energi, melainkan sebuah entitas yang sangat misterius, yang tak pernah bisa diukur maupun dikendalikan lewat ilmu fisika dan biologi. Yang Allah menceritakannya sebagai entitas bernama ruh.

Ini berbeda dengan materi dan energi sebagai entitas yang mati, dan kemudian bisa kita apakan saja. Mau dibakar, mau dibentuk, mau dihancurkan, dipindahkan, dikonversi, dan lain sebagainya, tak ada perlawanan. Ruh adalah entitas yang memiliki kehendak sendiri, dan tidak bisa begitu saja diperlakukan semaunya. Setidak-tidaknya akan memberikan reaksi khas makhluk hidup.

Hanya saja, misteriusnya, ruh ini tidak bisa dideteksi ketika sedang berdiri sendiri. Ia hanya akan bisa dideteksi dan bisa mereaksi ketika sudah masuk ke dalam materi ataupun energi. Disinilah masalahnya, sehingga ia disebut sebagai entitas yang sulit dibuktikan secara saintifik. Yang dalam bahasa Al Qur’an, Allah menyebut dengan: wamaa uutiitum minal ‘ilmi illa qaliilan – dan tidaklah kalian diberi ilmunya kecuali cuma sedikit.

Sebagai contoh, jika ada seseorang yang ditinggalkan ruhnya dan lantas meninggal, maka kita tidak pernah tahu bagaimana bentuk ruh yang meninggalkannya itu. Salah satu diantara kita, bisa saja menyebutnya sebagai ia telah ditinggalkan oleh ‘energi kehidupan’-nya, tetapi istilah ini sebenarnya tidak memiliki makna apa pun di dunia sains. Karena, energi memang tidak hidup, dan bisa dibuktikan secara empiris. Istilah itu lebih menuju ke arah ‘sesuatu’ yang sulit diceritakan, tetapi kita bisa merasakan keberadaannya.

Ia adalah ‘sesuatu’ yang mewakili eksistensi Tuhan, Sang Maha Hidup dan Maha Berkehendak. Yang ditiupkan atau dihembuskan kepada segala ciptaan yang dikehendaki-Nya. Dan ketika sang ruh sudah melebur ke dalam ciptaan itu, ia menjadi terimbas sifat-sifat Tuhan Yang Hidup dan Berkehendak. Berbuat apa saja secara mandiri. Dan bertahan dalam keseimbangannya, sampai datangnya kematian, dimana sang ruh telah meninggalkan dirinya.

Ia mewujud ke dalam materi, tetapi ia bukanlah materi. Ia mewujud ke dalam energi, tetapi bukanlah energi. Ia mewujud ke dalam ruang dan waktu, tetapi ia bukanlah ruang dan waktu. Karena, ia adalah sesuatu yang berasal dari Sang Pencipta ruang, waktu, materi, dan energi, dengan membawa sifat-sifat Keagungan dan Keabadian-Nya. Yang dengannya Dia menampakkan eksistensi-Nya seiring dengan kualitas makhluk yang ditempatinya...

QS. Al Hajj (22): 6
Yang demikian itu, karena sesungguhnya Allah, Dialah yang haq. Dan sesungguhnya Dialah yang menghidupkan segala yang mati dan sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Wallahu a’lam bissawab
~ salam ~