Meskipun Al Qur’an menyebut ilmu tentang
ruh itu cuma sedikit, sebenarnya tidak ada larangan untuk mempelajari tentang ruh.
Dan Al Qur’an sendiri memberikan clue sebanyak belasan ayat tentangnya. Memang,
ini jauh lebih sedikit dibandingkan dengan informasi tentang jiwa yang mencapai
ratusan ayat. Dari jumlah informasi yang sangat sedikit itu kita mencoba untuk memahami
sedikit-banyak soal karakteristik ruh.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sebagaimana telah kita bahas sebagian di notes sebelum-sebelumnya,
ruh adalah sistem informasi yang hidup dan membawa sifat-sifat ketuhanan. Sedangkan
alam semesta hanyalah sekedar kanvas bagi ‘perasaan’ yang diekspresikannya. Perasaan
itulah yang saya sebut sebagai sistem informasi yang hidup. Dimana, alam semesta
saya sebut sebagai media tempat menjalarnya informasi itu.
Bukan hanya di alam semesta yang berdimensi tiga, melainkan lintas
dimensi ke alam-alam yang lebih tinggi. Dimana arus informasi terus mengalir lewat
'pintu-pintu langit' yang tersebar di seluruh penjuru jagat semesta, melalui lorong
gravitasi antar dimensi.
Dalam teori String yang telah disempurnakan menjadi M-Theory,
disebutkan bahwa seluruh gaya alam semesta – nuklir kuat, nuklir lemah, dan elektromagnetik,
minus gaya gravitasi – tidak bisa menembus batas dimensi-dimensi langit. Namun,
khusus gaya gravitasi justru bisa melepaskan diri dari jebakan batas dimensi. Dan
oleh sebab itu, terbentuklah alam semesta berdimensi lebih tinggi. Contoh kasusnya,
adalah apa yang terjadi pada black
hole sebagaimana telah kita bahas sebelum
ini. Bahwa, di saat gaya-gaya lain runtuh di lubang hitam, gaya gravitasi justru
malah menguat.
Kenapa hal ini bisa terjadi? Karena, sesungguhnya seluruh gaya
itu hanyalah penampakan saja dari suatu gaya tunggal, sebagaimana dirumuskan oleh
teori penyatuan gaya The Grand Unification
Theory, yang dipromosikan oleh Prof Abdus Salam sehingga dia memperoleh hadiah
Nobel pada tahun 1979. Abdus Salam telah berhasil menyatukan gaya-gaya fundamental
yang semula dipersepsi sebagai gaya-gaya yang terpisah itu.
Awalnya, gaya elektromagnetik adalah dua gaya yang terpisah,
yang terdiri dari gaya listrik dan gaya magnet. Tetapi, kemudian terbukti bahwa
kedua gaya itu bisa disatukan menjadi gaya elektromagnetik. Dengan berdasar pada
keyakinannya tentang ketauhidan di dalam Islam – bahwa segalanya adalah tunggal
– Abdus Salam menyodorkan teori penyatuan gaya yang memperoleh Nobel itu. Dia telah
berhasil menyatukan gaya elektromagnetik dengan gaya nuklir lemah yang disebutnya
sebagai Electroweak Force alias Gaya Elektrolemah. Secara teoritis, dia
juga memprediksikan gaya Elektrolemah itu bakal bisa disatukan dengan gaya nuklir
kuat. Dan ujung-ujungnya, seluruh gaya itu akan ‘bertauhid’ ketika bisa disatukan
dengan gaya gravitasi.
Teori penyatuan ini memberikan gambaran yang menarik, bahwa seluruh
gaya akan tampak sebagai entitas yang terpisah-pisah hanya ketika berada pada kondisi
energi rendah. Dan, kemudian menjadi sebuah ‘gaya alam semesta’ yang tunggal belaka
ketika berada pada energi tinggi. Salah satu keadaan itu terjadi di black hole, yakni ketika gaya-gaya nuklir
lemah, kuat dan elektromagnetik runtuh berganti dengan menguatnya gaya gravitasi.
Tergambar, bahwa sebenarnya jumlah gaya-gaya tersebut adalah
tetap. Hanya penampakannya saja yang berubah. Sehingga, kekuatan gaya yang semula
muncul dalam bentuk gaya nuklir dan elektromagnetik terkonversi menjadi gaya gravitasi
yang menjadi lebih kuat. Disinilah saya bayangkan, seluruh informasi yang tadinya
terkandung di dalam gaya-gaya yang runtuh itu berpindah ke dalam gaya gravitasi,
dan kemudian masih bisa tetap ‘menyembur’ dari jebakan black hole. Bukan hanya kembali ke alam
tiga dimensi, melainkan juga ke alam berdimensi lebih tinggi.
Karena, jika informasi itu lenyap seiring runtuhnya gaya-gaya
tersebut, alam semesta akan memiliki mekanisme yang irreversible. Padahal kenyataannya, energi
sebagai sumber munculnya gaya-gaya itu bisa saling berubah menjadi satu sama lainnya,
sebagaimana tergambar dari hukum kekekalan energi. Dan, gaya gravitasi pun dipersepsi
sebagai gaya yang paling tua, yang menjadi sumber kemunculan gaya-gaya nuklir dan
elektromagnetik yang terbentuk sesudahnya.
Dengan demikian kita telah memperoleh gambaran yang semakin konkret,
bahwa arus informasi sebenarnya masih leluasa bergerak keluar masuk antar dimensi.
Hanya medianya saja yang berubah, tetapi substansinya tetap sama. Bukan hanya informasi
yang bersifat kebendaan alias obyektif, melainkan juga informasi yang bersifat hidup
alias subyektif. Karena itu, Al Qur’an memberikan clue yang menarik tentang pergerakan para malaikat
dan Ruh, sebagaimana digambarkan dalam ayat berikut ini.
QS. Al Ma’aarij (70): 4
Dari Allah, Yang mempunyai tempat-tempat untuk naik.
Para malaikat dan Ruh naik (lintas dimensi) kepada-Nya dalam sehari
yang kadarnya lima puluh ribu tahun.
Khusus tentang Ruh dalam ayat tersebut, para mufassir memahaminya sebagai malaikat Jibril, yang tugasnya
memang menyampaikan informasi alias wahyu. Namun, julukan Ar Ruh kepada malaikat Jibril itu menurut saya, tidak
terlepas dari substansi ruh makhluk hidup yang juga berupa ‘sistem informasi hidup’,
sebagaimana telah kita bahas di notes
sebelumnya.
Ringkas kata, kita bisa membayangkan peranan sistem informasi
alam semesta yang sedemikian dominan di seluruh penjurunya. Baik sistem informasi
yang ‘mati’ maupun yang ‘hidup’. Dimana seluruh sistem informasi itu terurai dari
kalimat KUN yang difirmankan-Nya saat menciptakan segala makhluk-Nya dari tiada
menjadi ada. Ya alam semesta, ya manusia, ya beragam makhluk lainnya.
QS. Yunus (10): 3
Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah Yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia
bersemayam di 'Arsy untuk mengatur segala
urusan. Tiada seorang pun yang akan memberi syafaat kecuali sesudah ada izin-Nya.
Yang demikian itulah Allah, Tuhanmu, maka sembahlah Dia. Maka apakah kamu tidak
mengambil pelajaran?
QS. Al Furqaan (25): 2
yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan
bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan,
dan dia telah menciptakan segala sesuatu,
dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.
QS. Maryam(19): 67
Dan tidakkah manusia itu memikirkan bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakannya dahulu, sedangkan ia (waktu itu) sama sekali tidak ada?
Terkait dengan ruh kehidupan, ‘sistem informasi yang hidup’ itu
lantas mengurai dan meresap ke dalam struktur-struktur yang sesuai dengannya. Potensinya
akan muncul semakin sempurna seiring dengan ‘media’ yang ditempatinya. Baik yang
material maupun yang energial. Berupa tumbuhan, binatang, manusia, maupun jin. Di
tubuh makhluk-makhluk hidup itu Ruh akan mengimbas struktur yang ada sehingga memunculkan
sistem informasi yang mendorong terjadinya kehidupan. Dan terus mempertahankannya
sampai ‘sistem informasi’ itu off atau dipaksa off.
Di dalam tubuh manusia, sistem informasi ruhiyah itu akan mengimbas
ke sistem genetika, sistem seluler, sistem organik, dan sistem holistik kemanusiaan,
yang kesemuanya berupa sistem informasi penunjang kehidupan yang lebih sempurna.
Jika sistem-sistem informasi di dalam tubuh manusia itu mengalami masalah atau kecacatan,
maka perwujudan ruh sebagai sistem informasi kehidupan akan mengalami kendala. Baik
secara material di performance tubuhnya, maupun yang energial di performance jiwanya.
Otak merupakan interface antara tubuh dan jiwa. Dimana kerusakan
sistem informasi di otak akan mempengaruhi performance tubuh maupun jiwa. Tetapi, tidak akan berpengaruh
pada ruhnya. Ruh adalah entitas yang tidak berubah-ubah, karena ia berupa potensi
ilahiah sepenuhnya. Jiwa dan tubuhlah yang bisa mengalami perubahan, menjadi lebih
baik atau lebih buruk. Dalam hal karakter, Al Qur’an tidak pernah menyebut ‘ruh
baik’ atau ‘ruh jahat’. Yang bisa baik dan jahat itu adalah jiwa. Ada nafsul hawa yang bersifat merusak ada pula nafsul muthmainnah yang suka ketenteraman.
Jadi, jika kita melihat pemetaan seluruh sistem informasi alam
semesta ini, kita akan memperoleh ketauhidannya. Bahwa semua itu bersumber dari
Zat Allah. Ketika Dia berfirman KUN, maka mewujudlah sistem informasi alam semesta
yang membuat segala makhluk-Nya dari TIADA menjadi ADA - tersusun dari variabel
ruang, waktu, materi dan energi.
Semua variabel itu lantas menjadi media bagi menjalarnya ‘sistem
informasi ilahiah’ yang menunggangi gaya dan menggerakkan seluruh peristiwa di penjuru
jagat raya. Mulai dari skala partikel, atomik, molekuler, seluler, organik, planet
dan tata surya, galaksi-galaksi, superkluster, sampai pada alam semesta yang bertingkat-tingkat
secara dimensional. Semua itu adalah satu kesatuan tunggal, yang digerakkan oleh
sistem informasi tunggal, yang bersumber dari Eksistensi Tunggal: Allah Azza Wajalla,
Sang Penguasa Jagat Semesta.
Karena, seluruh alam semesta beserta segala isinya ini memang
tak lain adalah perwujudan dari eksistensi-Nya belaka. Zat yang telah meliputi seluruh
langit dan Bumi. Yang kemana pun kita menghadap selalu berhadapan dengan-Nya. Yang
setiap saat selalu dalam ‘kesibukan’ mengurusi segala makhluk ciptaan-Nya. Subhanallaah..
QS. An Nisaa’ (4): 126
Kepunyaan Allah segala yang di langit dan yang di bumi.
Dan adalah Allah Maha Meliputi segala sesuatu.
QS. Al Baqarah (2): 115
Dan kepunyaan
Allah timur dan barat, maka kemana pun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Luas lagi Maha Mengetahui.
QS. Ar Rahman (55): 29-30
Semua yang ada di langit dan bumi selalu meminta kepada-Nya. Setiap waktu Dia dalam
kesibukan. Maka nikmat Tuhanmu yang
mana lagikah yang kamu dustakan?
Wallahu a’lam bissawab
~ salam ~