Rabu, 06 Juli 2011

KENAPA BABI HARAM?

Oleh Umar Faruq pada 6 Juli 2011 pukul 8:15

QS. Al An’aam [6] : 145
Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi - karena sesungguhnya semua itu kotor - atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

Ayat di atas sangat menarik. Dikatakan bahwa babi itu kotor. Apanya yang kotor??
Kata rijsun – kotor -, rijsa, berakar kata dari rajisa, yang menurut kamus al Munawwir memiliki makna perbuatan keji, kotor, dan bujuk rayu setan sehingga menimbulkan kemudharatan. Kata-kata ini selain digunakan untuk mengharamkan daging babi, darah, bangkai, juga digunakan untuk mengharamkan perjudian, khamr (yang memabukkan), menyembah berhala dan mengundi nasib.

Penggunaan kata rijsun atau rijsa adalah berbagai perbuatan yang dilarang itu mengacu kepada adanya kemudharatan di dalam perbuatan itu yang tidak hanya bersifat fisik, melainkan juga psikis.

Jadi, alasan utama pelarangan daging babi itu memang benar-benar karena kotor dalam arti fisik dan psikis. Kok bisa? Cobalah anda perhatikan kehidupan babi. Ia adalah binatang yang memiliki lingkungan hidup kotor dan makanannya pun kotor.

Apa saja dimakannya. Mulai dari sisa makanan yang baik sampai yang sudah busuk. Air bersih sampai air comberan. Bahkan kotorannya sendiri pun dimakan. Babi adalah binatang yang sangat rakus.

Lingkungan hidupnya jorok, sehingga sangat riskan untuk menjadi media penularan berbagai macam bakteri dan virus. Di dalam tubuh babi terdapat banyak racun, cacing, dan penyakit-penyakit tersembunyi. Tubuh babi menjadi media bagi puluhan jenis penyakit yang membahayakan manusia. Cacing pita adalah salah satu dari jenis penyakit berbahaya yang ngendon di tubuh babi. Selain cacing pita masih ada cacing trachenea lolipia, cacing trichinella spiralis, cacing taenia solium.

Influensa adalah penyakit lain yang sering ditularkan oleh babi kepada manusia. Penyakit ini masuk ke paru-paru babi selama bulan-bulan musim panas dan cenderung menular kepada babi lainnya dan juga kepada manusia pada bulan yang lain. Sosis babi mengandung sedikit paru-paru babi, sehingga orang yang makan sosis babi akan mengalami penderitaan yang lebih berat pada masa terjadinya wabah influensa.

Karena itu, dalam sebuah peternakan, babi harus harus selalu diberi antibiotik dalam dosis yang tinggi. Di Jerman dilaporkan sebuah kasus penolakan daging babi, karena kadar antibiotiknya yang demikian tinggi sehingga membahayakan konsumen. Makan daging babi sama dengan makan antibiotik. Jika itu terjadi dalam kurun waktu panjang, akan sangat membahayakan sistem imunitas tubuh manusia.

Daging babi juga mengandung banyak sekali histamin dan senyawa imidazol yang menyebabkan gatal dan inflamasi; hormon pertumbuhan meningkatkan inflamasi dan pertumbuhan, mensenchymal mucus yang berisi sulfur, dapat menyebabkan terjadinya pembengkakan dan menghasilkan mucus di tendon dan tulang rawan, sehingga menyebabkan terjadinya radang sendi, reumatik, dan sebagainya. Sulfur dapat menyebabkan terjadinya degenerasi pada tulang rawan manusia.

Memakan daging babi juga dapat menyebabkan terjadinya kencing batu dan kegemukan. Barangkali karena kolesterolnya yang tinggi dan kandungan lemak tak jenuh.

Bahaya lain yang terdapat pada babi adalah mekanisme biokimiawi tubuhnya. Babi banyak menyimpan urid acid di dalam darahnya. Urid acid (asam urat) yaitu suatu senyawa kimia yang bisa berbahaya bagi kesehatan manusia. Hanya sekitar 2% saja urid acid yang dikeluarkan lewat kencingnya. 98% masih tersimpan di dalam tubuhnya. Celakanya, babi tidak bisa disembelih di bagian lehernya, karena babi memang tidak punya leher. Sehingga darah yang semestinya dikeluarkan saat penyembelihan, pada babi tidak terjadi. Kandungan uric acid ini berbahaya bagi kesehatan konsumen karena bisa memicu berbagai penyakit persendian. Sejumlah penyakit kulit juga dilaporkan terjadi pada orang-orang yang mengkonsumsi daging babi secara terus menerus.

Babi juga merupakan inkubator yang baik bagi parasit dan virus toksik, meskipun binatang ini tidak tampak sakit ketika membawa penyakit ini. Seorang ilmuwan dari University of Giessen’s Institute for Virology di Jerman dalam penelitiannya mengenai wabah influensa di seluruh dunia menunjukkan bahwa babi adalah satu-satunya binatang yang dapat bertindak sebagai sarana pencampur bagi virus-virus influensa baru yang dapat dengan serius mengancam kesehatan dunia. Jika seekor babi diekspos ke DNA virus manusia, kemudian ke virus burung, maka babi tersebut akan mencampur kedua virus tersebut dan mengembangkan sebuah DNA baru yang seringkali sangat berbahaya bagi manusia. Virus-virus ini menyebabkan terjadinya wabah dan kerusakan di seluruh dunia. Gabungan dari rangkaian genetika dari influensa babi kepada influensa manusia tersebut dapat menciptakan kerusakan yang mematikan dan membunuh 40 juta manusia di seluruh dunia pada tahun 1918 dan 1919 (Journal reference: Science (vol.293, p.1842). Para ahli virus telah menyimpulkan bahwa jika kita tidak menemukan cara untuk memisahkan manusia dengan babi, maka seluruh penduduk bumi berada dalam bahaya. The 1942 Yearbook of Agriculture melaporkan bahwa 50 penyakit ditemukan pada babi, dan sebagian dari penyakit ini masuk kedalam tubuh manusia karena mereka makan daging babi.

Dr. Gordon S. Tessler, dalam bukunya yang luar biasa The Genesis Diet, berkomentar, “Seseorang boleh dikatakan sedang melakukan bunuh diri pelan-pelan ketika ia makan sosis atau sepotong babi...”

Penularan penyakit-penyakit babi kepada manusia menjadi efektif karena kemiripan genetika pada keduanya. Karena alasan genetika itu pula, sebagian transplantasi organ dilakukan dari babi kepada manusia. Misalnya transplantasi jantung – sebagian atau pun seluruhnya – dan organ-organ lainnya, seperti hati dan ginjal. Bahkan ke masa depan, kulit babi pun bisa didonorkan kepada manusia, karena alasan kemiripan genetika itu.

Kemiripan genetika itu bisa menjadi media penularan efektif, bukan hanya secara fisik, melainkan juga secara psikis.

Babi memiliki sifat buruk. Di antaranya babi selalu melawan perintah. Jika di dorong maju, dia justru akan bergerak mundur. Dan jika di dorong mundur dia justru bergerak maju. Maka perhatikanlah bagaimana cara peternak babi jika ingin memasukkan hewan itu ke dalam keranjang. Di depan babi itu diletakkan keranjang terbuka, lantas babi itu ditarik ekornya. Maka meloncatlah si babi masuk keranjang.

Bukan hanya kebiasaan yang rakus. Dalam makanan atau lingkungan hidup yang jorok, dan perilaku yang suka melawan, babi juga memiliki kebiasaan seks yang ‘tidak baik’, untuk sekelas binatang pun. Apalagi manusia.

Babi suka melakukan hubungan seks secara ramai-ramai, sekaligus homoseksual. Jika di dalam kandang ada satu betina dan dua jantan maka tidak akan terjadi pertarungan antara pejantan untuk berebut betina. Para pejantan justru akan melakukan kompromi dan menyetubuhi betinanya ramai-ramai. Bahkan kemudian melakukan homoseks diantara para pejantan itu sendiri.

Karena itu ada istilah mem’babi-buta’ untuk orang yang sudah tidak bisa mengontrol diri dalam berperilaku. Babi yang tidak buta saja saja sudah demikian ‘rusak moral’-nya, apalagi babi buta.

Dan yang lebih ngeri lagi adalah transfer energi negatif yang terjadi dari babi kepada manusia yang memakan dagingnya, dikarenakan proses ‘penyembelihan’ yang tidak berperikebinatangan.

Perhatikan, bagaimana para peternak ‘menyembelih’ babi di sebuah rumah potong ataupun secara pribadi. Seperti kita ketahui, babi tidak punya leher, sehingga sulit untuk membunuh babi dengan cara menyembelih. Pembuluh darah di lehernya tertanam cukup dalam sehingga tidak terkena pisau penyembelih. Maka, untuk membunuh babi, seseorang harus melakukan aksi brutal.

Ada yang mengepruk kepalanya dan mengeluarkan otaknya. Ada yang membacoki dengan parang berkali-kali sampai kepalanya terbelah. Ada yang menusuk dadanya dengan besi sehingga kena jantungnya, dan sebagainya.

Anda bisa membayangkan betapa menderita dan tersiksanya si babi pada saat sekarat. Karena semua cara itu sangat menyakitkannya dan tidak bisa sekaligus membunuhnya. Kecuali setelah berkali-kali dilakukan.

Ini sangat berbeda dengan cara yang dianjurkan Islam, yaitu memotong pembuluh darah di leher ternak dengan pisau tajam sehingga tanpa tersiksa binatang itu mati karena kehabisan darah. Ada dua hal yang terjadi sekaligus, yaitu keluarnya darah yang memang kotor, dan proses sekarat tanpa kesakitan. Dengan cara seperti itu, akan menyebabkan kematian hewan karena kehabisan darah dari tubuh, bukan karena cedera pada organ vitalnya. Sebab jika organ-organ, misalnya jantung,hati, atau otak rusak, hewan tersebut dapat meninggal seketika dan darahnya akan menggumpal dalam urat-uratnya dan akhirnya mencemari daging. Hal tersebut mengakibatkan daging hewan akan tercemar oleh uric acid, sehingga menjadikannya beracun. Hanya pada masa kini-lah, para ahli makanan baru menyadari akan hal ini.


Binatang yang mati dengan cara tersiksa dan menjerit-jerit akan menghasilkan energi negatif yang meresap ke dalam seluruh organ tubuhnya termasuk ke dalam serat-serat dagingya. Lantas, kita makan. Maka energi negatif itu akan masuk ke dalam tubuh kita dan kemudian meresap juga ke dalam organ-organ tubuh kita, mempengaruhi kualitas badan dan jiwa. Karena kemiripan genetika antara keduanya itu maka transfer energinya menjadi sangat efektif. Informasi genetikanya meresonansi genetika orang yang memakannya.

Maka jangan heran, di era segala macam makanan haram beredar luas seperti ini, sifat-sifat manusia menjadi “membabi-buta”. Rupanya karena memperoleh transfer energi negatif dari apa yang telah dikonsumsinya.

QS. Al Maaidah [5] : 3
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

QS. Al Maaidah [5] : 4
Mereka menanyakan kepadamu: "Apakah yang dihalalkan bagi mereka?". Katakanlah: "Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatih nya untuk berburu; kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu. Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepaskannya). Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat cepat hisab-Nya.

QS. An Nahl [16] : 114
Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.

Salam... ^_^

Minggu, 03 Juli 2011

RAMADHAN BULAN PENUH BERKAH

Sahabat JERNIH semuanya ...

Dalam beberapa hari ke depan, kita akan menghadapi bulan Ramadhan, bulan penuh berkah, di mana pintu surga dibuka seluas-luasnya bagi hamba-Nya yang bertakwa.

QS. Al Baqarah [2]: 183
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”

Saya hanya ingin mengingatkan kepada sesama muslim, akan tanggung jawab kita mengemban amanah “Ramadhan, bulan yang penuh berkah”. Inilah bulan yang penuh berkah! Namun pertanyaannya: Berkah untuk siapa? Apakah hanya untuk orang-orang muslim saja? Oh .. tentu tidak. Karena sudah jelas Islam ada sebagai rahmat bagi semesta alam. Dengan demikian, sudah seharusnya orang-orang non-muslim pun merasakan berkah dari bulan Ramadhan tersebut.

Jika kita memahami hakikat tujuan dari berpuasa, yaitu menjadikan manusia agar bertakwa, sudah tentu Allah memerintahkan kepada umat manusia agar dengan segala daya upayanya meraih ketakwaan. Dengan aturan dasar menahan diri dari lapar dan haus, tidak menghalangi semangat umat Islam untuk terus berbuat kebajikan, berlaku sabar, menebar damai dan kasih sayang, tolong menolong, dan hormat menghormati antar sesama makhluk Tuhan.

Namun demikian, ternyata masih banyak umat Islam yang kurang paham akan hakikat berpuasa ini. “Bulan Ramadhan yang penuh berkah” ini, tanpa sadar dirubah menjadi “bulan penuh bencana” bagi orang lain, karena sebagian dari kita justru menjadikan bulan ini sebagai ajang untuk bersikap sombong, pamer, sewenang-wenang, dan melanggar hak asasi orang-orang yang tidak sedang ber-Ramadhan. 

Ketika Ramadhan tiba, maka berlomba-lombalah masjid dan musholla untuk mengumandangkan lantunan ayat-ayat Al Qur’an sepanjang waktu melalui loudspeaker yang disetel dengan volume yang keras! Seolah-olah semua orang dari agama apa pun wajib hukumnya menikmati bulan Ramadhan. Belum lagi ronda malam dengan memukul kentongan keras-keras dan berteriak-teriak untuk membangunkan orang saur. Ya kalau ini dilakukan di desa yang tradisinya kuat dan hampir seluruh masyarakatnya muslim sih tidak apa-apa, akan tetapi ini juga dilakukan di perkotaan yang mana masyarakatnya heterogen, tidak hanya muslim. Bukankah di zaman sekarang, hampir semua orang punya jam weker yang bisa disetel agar kita bangun pada saat saur?

Tentu masih segar dalam ingatan kita, bagaimana ormas-ormas “Islam” yang melakukan sweeping (bahkan pengrusakan) terhadap rumah-rumah makan yang tetap buka di siang hari. Tidakkah perbuatan ini melanggar hak mereka untuk mencari nafkah? Bahkan ketika mereka “menghukum” muslim yang tidak berpuasa pun, mereka sudah melanggar ajaran Islam bahwa beribadah itu tidak bisa dipaksakan dan harus dilaksanakan dengan keikhlasan.

Dengan wajah garang mereka mendatangi rumah-rumah makan dan memaksa pemilik rumah makan itu untuk menutup jendela dengan kain agar tidak terlihat, yang alasannya adalah untuk menghormati yang berpuasa. Ini logika yang aneh! Tentu saja kita yang berpuasa ini sangat senang apabila orang lain mau menghormati ibadah kita ini. Tapi jangan sampai kita yang meminta (baca: memaksa) untuk dihormati! Justru kitalah yang seharusnya menghormati yang tidak berpuasa! Jika toh mereka tidak mau menghormati kita yang berpuasa, kita harus memahami ini adalah bagian dari ujian Allah untuk kita selalu berlaku sabar. Janganlah perbuatan yang buruk itu dibalas dengan cara yang buruk, balaslah dengan perbuatan yang baik! Tidakkah kita memahami apa yang Al Qur’an ajarkan?

QS. Al Mu’min [40]: 58)
“Dan tidaklah sama orang yang buta dengan orang yang melihat, dan tidaklah (pula sama) orang-orang yang beriman serta mengerjakan amal saleh dengan orang-orang yang durhaka. Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran.”

Berpuasa adalah salah satu proses yang harus dijalani seorang muslim untuk mencapai derajat ketakwaan. Tentu saja jalan itu tidak mudah, dan pastinya sulit! Maka dari itu sangat tidak bijaksana, ketika kita memaksakan kepada orang lain untuk “mempermudah” ibadah puasa kita. Saya pernah mempunyai pengalaman ketika mendatangi rumah seorang teman non-muslim pada saat bulan Ramadhan. Ketika saya datang, beliau sekeluarga sedang makan siang dan begitu melihat saya, mereka seperti hendak menghentikan makan siang mereka, karena merasa tidak enak dan ingin menghormati saya yang sedang berpuasa. Saya katakan kepada mereka (bahkan meyakinkan) untuk melanjutkan makan siang mereka, karena bagi saya tidak akan ada pengaruh apa-apa. Saya berpuasa karena Allah, tidak akan ada suatu apa pun yang akan menghalangi niatan saya. Bahkan saya meyakini derajat ketakwaan saya akan lebih baik oleh sebab itu.

Bulan Ramadhan ibarat Kawah Candradimuka, di mana keimanan dan ketakwaan kita akan digodok dengan berbagai macam godaan dan cobaan, sehingga ketika bulan Syawal tiba, kita akan kembali fitrah, suci, dan bersih. Kita harus hadapi segala godaan dan cobaan tersebut dengan penuh kesabaran. Analoginya, ada dua lembar soal. Yang satu lembar soal SD, dan yang satu lagi lembar soal Perguruan Tinggi. Ketika kita lulus, kira-kira mana yang lebih membanggakan? Tentu saja yang lembar soal Perguruan Tinggi, karena soal-soalnya pasti jauh lebih sulit dibanding soal-soal SD. Sama saja dengan berpuasa. Jika ketika kita berpuasa kita minta orang lain untuk menghormati kita, tidak makan minum di depan kita, tidak mengganggu kesabaran kita: “Di mana letak tantangannya?” Gak seru kan? Berbeda halnya jika kita tetap mampu menjalankan ibadah puasa dengan penuh kesabaran meskipun sedang bekerja di tengah teriknya sinar matahari, sementara ada orang lain yang enak minum jus yang dingin, kemudian ada orang yang tingkah lakunya “nyebelin banget”, dan adanya senyuman wanita seksi yang menggoda.

Bulan Ramadhan.. Bulan yang penuh berkah. Jadikan bulan Ramadhan ini sebagai berkah bagi semesta alam! Tidak hanya berkah bagi seorang muslim yang berburu pahala dan ampunan dari Allah, akan tetapi biarkan semua orang di dunia ini merasakan: bahwa setiap bulan Ramadhan tiba, akan ada lebih banyak muslim yang bersabar, tersenyum, tolong menolong, dan menghormati. Indahnya bulan Ramadhan jika semua umat Islam memiliki kesadaran yang demikian, sehingga saya sangat yakin, bulan Ramadhan ini tidak akan cuma dinanti oleh orang-orang muslim, akan tetapi juga non-muslim seluruh dunia! Insya Allah, seluruh umat manusia akan merasakan berkah Ramadhan, sehingga di bulan suci ini semakin banyak orang yang mendapat hidayah Allah .. Amien 3x

Allahu’alam ...

Semoga bermanfaat ...


Selasa, 14 Juni 2011

BARBAROSSA, SI JANGGUT MERAH


Anda pernah lihat tokoh bajak laut bodoh dan sial berjanggut merah dalam serial Asterix? Atau tokoh bajak laut berjanggut merah yang menjadi lawan bagi Kapten Jack Sparrow dalam film 'Pirates of the Caribbean' ? Atau juga tokoh-tokoh antagonis dalam serial bajak laut yang selalu digambarkan berjanggut merah?

Ya. Barbarossa, yang artinya si Janggut Merah. Tokoh yang satu ini selama berabad-abad selalu digambarkan dunia Barat sebagai tokoh jahat yang menguasai lautan Mediterania. Anggapan itu terus berlanjut hingga kini, yang dibungkus dalam film-film produksi Barat. Tapi apakah kita pernah tahu bahwa bajak laut berjanggut merah ini sebenarnya adalah seorang muslim yang bernama Khairuddin?

Pada abad ke-XVI Masehi, negara-negara penjajah dari Eropa berusaha menguasai laut Mediterania dan menaklukkan beberapa wilayah Islam di Spanyol dan Afrika Utara. Namun usaha penjajahan itu tidak semudah yang diharapkan, karena muncul seorang "perompak" swasta yang selalu mengganggu ketenangan kapal-kapal Eropa tersebut. Kumpulan perompak itu dipimpin oleh dua bersaudara yaitu Aruj dan Khidr, yang sama-sama berjanggut merah. Merekalah yang kemudian dijuluki Barbarossa bersaudara.

Barbarossa bersaudara ini begitu tangguh di lautan, dan perancang strategi yang ulung. Tidak heran jika kapal-kapal Eropa mengalami kekalahan demi kekalahan. Negeri-negeri Islam satu per satu dibebaskan. Atas jasanya, kesultanan Turki Utsmani memasukkan mereka ke dalam angkatan laut Turki.

Bergabungnya Barbarossa bersaudara ke dalam angkatan laut resmi Turki membuat kekuatan mereka semakin menjadi-jadi. Kerajaan-kerajaan Kristen Eropa dibuat ngeri melihat sepak terjang Barbarossa bersaudara ini.

Pada tahun 1518, Aruj gugur dalam pertempuran di Tlemcen. Namun, kepergian sang kakak tidak membuat Khidr patah semangat. Kemenangan demi kemenangan yang gemilang membuatnya diangkat sebagai panglima tertinggi angkatan laut Turki yang bergelar "Kapudan Pasha". Salah satu kemenangan terbesar Khidr Barbarossa (yang juga sering disebut Khairuddin Barbarossa) adalah pada tahun 1538 dalam perang di Preveza, Yunani. Armada Eropa yang terdiri dari 600 kapal Spanyol, Kekaisaran Romawi Suci, Venesia, Portugis, Genoa, Vatikan, Florence, Malta dan negara-negara Eropa lainnya yang dipimpin oleh Andre Doria berusaha melumatkan armada Barbarossa yang jumlahnya hanya sepertiga dari kekuatan musuh. Berkat kejelian dan strategi Barbarossa, serta semangat jihad yang menyala-nyala dari pasukan Turki, pasukan Eropa berhasil diluluh-lantakkan, sehingga di akhir pertempuran, kapal Eropa tinggal tersisa separuh saja. Orang Eropa akan selalu mengenang kekalahan di Preveza ini sebagai mimpi buruk di mana kerajaan Tuhan harus kalah menghadapi kaum kafir Islam.

Ada satu pernyataan menarik dari Khairuddin Barbarossa yang menarik untuk disimak. Ketika seorang mengatakan kepadanya bahwa orang Eropa menganggapnya sebagai seorang bajak laut, Khairuddin Barbarossa hanya tersenyum dan menjawab dengan santai tapi penuh makna: "Jika yang dimaksud dengan bajak laut adalah seorang yang berjuang membela negeri-negeri Muslim, menyelamatkan kaum Muslimin yang tertindas, serta memerangi orang-orang yang memusuhi agama Allah, biarlah seluruh dunia mengetahui bahwa saya seorang bajak laut ......"


Minggu, 12 Juni 2011

BAGAIMANA MENYIKAPI POLIGAMI

Oleh Syekh Subakir pada 11 Juni 2011 pukul 16:04

Poligami ketika dipandang hanya dari satu sudut saja, baik itu rasional maupun iman, akan menimbulkan rasa kurang puas di kedua pihak yang mendukung atau menolak.

Di sini saya akan sebisa mungkin menjelaskan poligami dari berbagai sudut pandang.

Sebenarnya masalah poligami ini akan sangat panjang apabila diulas satu persatu, maka dari itu di sini saya tidak menekankan terlalu banyak pada teladan Rasulullah ketika berpoligami, karena kita semua tentu yakin Rasulullah adalah orang yang adil, dan sudah banyak tulisan yang mengupas alasan-alasan mengapa Nabi Muhammad berpoligami.

Jadi di sini saya hanya akan menjelaskan intinya saja.

SEJARAH PANJANG POLIGAMI

Jika kita melihat sejarah umat manusia pra-modern, maka poligami adalah hal yang lumrah. Hampir di seluruh wilayah di dunia ini, pria (terutama yang berada di status sosial yang tinggi) berpoligami.

Seorang Kaisar Tiongkok bisa memiliki 9999 istri pada saat yang bersamaan. Begitu pula raja-raja Mesir, Indian Amerika, Mongol, Afrika, Timur Tengah, bahkan Eropa sekali pun telah terbiasa memiliki banyak istri.

Nah, ketika Islam disempurnakan di abad ke-6, maka perilaku poligami ini ditertibkan, dengan ketentuan: ADIL. Maka dari itu ketika seseorang menyerang habis-habisan poligaminya Nabi Muhammad, seharusnya dia belajar sejarah sosial budaya masyarakat pada waktu itu, bukannya menyamakan cara pandang dan pola pikir dengan masyarakat zaman sekarang.

MEMAHAMI AYAT ALQURAN TENTANG POLIGAMI

An Nisaa' [4] : 3
”Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku ADIL, maka (kawinilah) SEORANG saja … “

Coba kita perhatikan konteks ayat di atas secara menyeluruh. Berapa jumlah istri yang IDEAL menurut ayat ini? Satu istri! Pada kalimat “mengawini seorang saja”, didahului dengan kata ADIL. Sedangkan ajaran Islam sangat menekankan pada prinsip keadilan.

Maka dari itu hendaknya kita selalu menganalisa ayat secara keseluruhan, bukannya kata per kata, sehingga dari sini kita mendapatkan suatu ketegasan dari Al Qur’an bahwa: Pernikahan yang terbaik adalah pernikahan monogami alias satu suami satu istri! Kemudian, masih di surat yang sama, dilanjutkan:

An Nisaa' [4] : 129
“Dan kamu sekali-kali TIDAK AKAN DAPAT BERLAKU ADIL di antara istri-istri (mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.“

Di sini jelas disebutkan bahwa seorang pria tidak akan dapat berbuat adil, maka dari itu sekali lagi pernikahan yang diutamakan dalam Islam adalah pernikahan monogami.

Adil di sini dalam pengertian yang seluas-luasnya, mencakup adil dalam perlakuan, kasih sayang, nafkah lahir dan batin, dsb.

Maka dari itu peran restu seorang istri sangat sentral. Bagaimana mungkin seorang suami bisa dikatakan adil, ketika hati seorang istri telah dilukai?

Maka dari itu, saya berani menegaskan, bahwa poligami bisa dilaksanakan HANYA atas restu (ikhlas) seorang istri.

MENGAPA POLIGAMI DIBOLEHKAN

Kalau begitu ada yang bertanya, “Jika adil itu begitu sulit, mengapa Allah memberikan celah bagi dibolehkannya poligami.

Nah, ini ada beberapa kasus di mana poligami ternyata bisa menjadi solusi. Simak baik-baik!

1). Rasio jumlah wanita yang lebih tinggi dari pria.

Ada saat tertentu di mana jumlah wanita bisa jauh lebih tinggi dari pria. Misalnya pada saat keadaan perang dan kekacauan politik, di mana mayoritas yang gugur adalah dari kalangan pria. Hal ini mengakibatkan hanya sedikit pilihan bagi para wanita. Rela dipoligami, atau tua merana seumur hidup.

Contoh yang ekstrim adalah pada peristiwa Revolusi Perancis yang menelan banyak korban jiwa, sehingga pada saat itu rasio pria dibandingkan wanita adalah 1 : 7.

Seorang filsuf terkenal Perancis waktu itu yaitu Francois Voltaire berkata, “Satu-satunya solusi untuk mengatasi permasalahan sosial ini adalah poligami“.

Selain faktor perang, risiko pekerjaan pria yang lebih berbahaya membuat angka kematian pria lebih tinggi. Belum lagi ditinjau dari ilmu kedokteran, bahwa kekebalan tubuh wanita lebih tinggi dari pria, sehingga sekali lagi angka kematian pria karena penyakit lebih tinggi. Maka dari itu tidak heran bahwa di banyak negara, jumlah wanita lebih tinggi dari pria.

Ada pun di beberapa negara patrialkal (yang mengakui superioritas pria), seperti Tiongkok, India, dan Timur Tengah, jumlah pria lebih tinggi dari wanita, disebabkan sebagian dari mereka akan mengupayakan sebisa mungkin agar bayi yang lahir dari keluarga mereka adalah laki-laki. Jika tidak ada upaya seperti ini bisa dipastikan jumlah wanita di negara mereka pun akan lebih tinggi dari pria.

2). Keadaan sosial budaya pada waktu tertentu.

Seperti telah banyak diulas dalam sejarah, bahwa poligami yang dilakukan Nabi Muhammad dan pengikutnya pada waktu itu sangat berkaitan dengan kondisi politik dan sosial budaya pada waktu itu.

Pada waktu itu pernikahan juga berfungsi sebagai wadah pelindung hak-hak wanita. Salah satu cara tercepat untuk memerdekakan budak wanita (untuk kemudian diajak memeluk Islam) adalah dengan menikahinya. Begitu pula dengan janda-janda wanita, yang hak-hak menafkahi anak-anaknya akan lebih terjamin apabila dinikahi seorang pria

3). Keadaan politik pada waktu tertentu.

Poligami pada abad pertengahan juga bisa bersifat politis.

Beberapa wanita yang dinikahi Nabi ternyata memiliki latar belakang politik, yaitu suatu usaha untuk memperkuat aliansi dan penyatuan suku-suku. Persatuan adalah hal yang dipandang penting.

Salah satu cara untuk menjamin salah satu pihak tidak merusak aliansi adalah dengan penyatuan keluarga. Dalam sejarah bukan hanya Nabi Muhammad yang pernah melakukan manuver politik seperti ini.

Para pemimpin di negeri yang rawan pertempuran antar suku sering melakukan perkawinan politik semacam ini, seperti yang dilakukan oleh Attila the Hun dan Genghis Khan, demi menjaga persatuan negara.

4). Kejadian-kejadian khusus dalam rumah tangga.

Ketika pasangan suami-istri telah bertahun-tahun mendambakan keturunan, namun tidak kunjung diberi, maka bisa jadi poligami adalah solusinya.

Meski tidak dipungkiri, bahwa alasan ini juga pastinya akan ditolak banyak pihak, karena adopsi anak atau program bayi tabung bisa menjadi solusi yang lebih manusiawi.

Ada pula kasus yang saya sendiri pernah melihat pada kisah kawan saya. Ketika sang istri telah 2 th lebih tergolek tidak berdaya karena penyakit kanker, maka sungguh saya sangat tersentuh dan ingin menangis ketika sang istri berkata pada suaminya untuk mengambil istri lagi, supaya bisa melayani sang suami, dan juga bisa merawat anak-anaknya yang masih kecil. Sang istri memilihkan sendiri calon istri bagi sang suami, yaitu salah satu sahabat terbaiknya. Poligami itu tidak lama, karena setelah sang suami menikahi istri kedua, 3 bulan kemudian si istri pertama meninggal dunia. Semoga Allah menempatkannya di surga terbaik. Amien.

5). Kelemahan pria.

Mungkin saja akan ada banyak yang kurang setuju dengan poin ini. Tapi saya sendiri sadar bahwa Allah tahu persis bahwa manusia itu banyak kekurangan.

Para pria secara umum memiliki gairah seksual yang lebih tinggi dari wanita. Apalagi ketika pria tersebut memiliki jabatan atau kekayaan. Maka Allah memberikan jalan, daripada terus menerus berzina dengan memiliki banyak selingkuhan dan jajan di pinggir jalan, maka lebih baik berpoligami.

Seperti halnya para sultan banyak yang berpoligami. Sementara kepala negara di dunia barat tentu saja hanya memiliki satu istri, tapi bukan rahasia lagi bahwa mereka juga terjerumus pada perselingkuhan dengan kekasih gelap.

Nah, kalau sudah begini, saya dengan berat hati harus mengakui bahwa poligami masih lebih baik daripada perselingkuhan gelap.

KESIMPULAN

Jadi bagaimana seorang muslim yang baik menyikapi poligami? Menerima atau menolak?

Mari saya luruskan bahwa intinya bukan menerima atau menolak “poligami”, akan tetapi lebih tepat menerima atau menolak “sebab terjadinya poligami.” Kalau kita menolak poligami yang diperbolehkan oleh Allah, berarti kita makhluk Allah yang tidak sopan. Nah, yang patut didiskusikan atau diperdebatkan adalah alasan yang berpoligami. Kurang lebih seperti ini kesimpulannya :

1). Kita mendukung poligami apabila poligami itu dirasa perlu oleh karena kondisi-kondisi tertentu yang hanya dapat diselesaikan dengan poligami.
Lebih utamanya syarat utama poligami itu terpenuhi yaitu persetujuan istri (dengan seikhlas mungkin).

2). Kita menolak poligami apabila diperbolehkannya poligami itu sebagai pembenaran bagi seorang pria untuk bersikap sewenang-wenang, tidak adil, dan pelampiasan hawa nafsu belaka, sehingga menyakiti perasaan sang istri. Seorang wanita yang tidak mau dimadu, maka ia harus mempertahankan haknya sebagai istri satu-satunya. Apabila sang suami memaksakan kehendaknya untuk menikah lagi, maka tidak ada dosa bagi sang istri untuk meminta cerai.

Phew .....! Demikianlah penjelasan saya yang singkat ini (mungkin juga kepanjangan ... bingung, hehehe) semoga sedikit banyak bisa membuka cara pandang kita terhadap masalah poligami. Semoga bermanfaat ...

Berikut ini marilah kita baca dengan pikiran jernih ayat-ayat poligami yang sangat terkenal itu. Benarkah Alloh memerintahkan poligami atau sebenarnya sedang ‘menyindir’ kita.

An Nisaa' [4] : 3
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), MAKA KAWINILAH WANITA-WANITA (LAIN) YANG KAMU SENANGI: DUA, TIGA ATAU EMPAT. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.

Kalimat yang saya ketik dengan huruf BESAR itulah yang menjadi pegangan penganut poligami. Dan seringkali hanya diambil sepotong. Padahal kalimat itu tidak berdiri sendiri. Ia menjadi bagian dari potongan kalimat sebelumnya yang berkait dengan perintah untuk berlaku adil kepada wanita-wanita yatim, karena dimulai dengan kata ‘maka kawinilah… (fankikuu) berarti ada sesuatu penyebab yang telah dibicarakan sebelumnya.

Dan, harus dicermati lagi, ternyata kalimat tentang wanita yatim itu pun merupakan bagian atau kelanjutan dari kalimat sebelumnya, yang termuat di ayat sebelumnya. Karena, awalnya dimulai dengan kata ‘Dan jika…’

Karena itu untuk memperoleh pemahaman yang lebih utuh kita harus memeriksa ayat-ayat sebelum potongan kalimat itu. Dan bahkan juga sesudahnya, karena masih terkait. Inilah suasana ayat-ayat tersebut secara utuh.

An Nisaa' [4] : 1
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.

Rangkaian ayat-ayat tersebut ternyata dimulai dengan cerita persaudaraan dan silaturahim. Bahwa semua kita ini bersaudara, berasal dari nenek moyang yang sama. Makanya, Alloh memerintahkan kita untuk saling tolong menolong dan menjaga silaturahim di antara sesama manusia. Laki-laki maupun perempuan. Semuanya karena dorongan takwa kepada Alloh – lillahi ta’ala-

Dan kemudian ayat itu dilanjutkan dengan ayat berikutnya.

An Nisaa' [4] : 2
Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan itu, adalah dosa yang besar.

Ayat ke dua ini melanjutkan tema tolong menolong dan silaturahim – di ayat sebelumnya – dengan tema perlindungan kepada anak-anak yatim. Alloh memerintahkan agar kita membantu mengelola harta benda mereka. Dan kemudian kita serahkan ketika mereka sudah beranjak dewasa.

Setelah itu, temanya lebih mengerucut lagi kepada anak-anak yatim yang wanita. Alloh membolehkan kita mengawini anak-anak yatim wanita yang tadinya berada di dalam perlindungan kita itu, ketika mereka sudah akil baligh. Sudah dewasa. Asalkan kita bisa berbuat adil terhadapnya. Tidak memakan harta benda milik mereka, atau hak-hak lainnya.

Akan tetapi jika kita khawatir tidak bisa berlaku adil kepadanya, maka kita ‘diperintahkan’ untuk mengawini wanita lain saja: boleh dua, tiga atau empat – terserah. Maka berikut ayatnya.

An Nisaa' [4] : 3
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.


Senin, 06 Juni 2011

TIGA JENIS ANAK

Oleh Syekh Subakir pada 6 Juni 2011 pukul 2:01

Ternyata ada 3 jenis anak, yaitu:

1. Qurataiyun : sangat menyejukkan mata dunia + akhirat.

2. Zinatulhayatih : menyejukkan dunia tapi tidak ibadah

QS Al Kahfi [18] : 46
Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi shaleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.

3. Fitnah: anak jadi cobaan

QS At Thagaabuh [64] : 14, 15
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu): di sisi Allah-lah pahala yang besar.

Jadi memang sudah tugas kita terutama para ibu yang mendidik anak karena katanya nanti kita di akhirat ditanya paling utama tentang "mendidik anak"... oleh karena itu surga ada di telapak kaki ibu.

Bahkan Rasulullah ditanya umatnya "siapakah yang patut dihormati selain ALLAH" nabi menjawab 3 kali "Ibu,...ibu,..ibu".

Renungan :

SAYANGILAH anak-anak, KASIHANILAH kelemahannya, TEPATILAH JANJI yang kita berikan kepadanya, sebab mereka beranggapan bahwa rizki mereka ada ditangan kita

"Tatkala kita memandang wajah anak-anak dan kita merasa SENANG, maka kita akan mendapatkan pahala sebagaimana pahala orang yang membebaskan budak"

"Barang siapa MENCIUM anaknya, Allah akan menulis satu kebaikan dalam buku catatan amalnya, dan barang siapa tak menyayangi ia tak akan disayangi"

"Seringlah MENCIUM anak kita, sebab dengan satu ciuman, kita akan menaiki satu peringkat di surga, dikatakan bahwa orang yang tak pernah mencium anak-anaknya adalah penghuni neraka"

"Kasih sayang kepada anak merupakan kasih sayang kepada ayah dan ibu, dan Allah menganugerahkan Rachmat-Nya kepada seorang hamba yang amat menyukai anak-anaknya"

Ketika Rasulullah SAW mendengar istri seorang sahabat melahirkan dan mendapati dalam kondisi cacat, Rasulullah bersabda; "Sesungguhnya anakmu akan menjadi wewangian di surga"

Semoga bermanfaat bagi kita semua
Dan yang memiliki anak yang pewaris surga,


Kamis, 02 Juni 2011

SOAL PENENTUAN BULAN BARU

Ada hal yang mesti kita cermati tentang penetapan ’Bulan Baru’, yang selama ini menjadi sumber perdebatan berkepanjangan. Dan, kemudian berdampak pada penetapan awal Ramadan, Idul Fitri dan Idul Adha.

Apa yang saya sampaikan ini tentu jangan dianggap sebagai ‘kebenaran mutlak’, melainkan sekedar sebagai wacana untuk mengklarifikasi masalah berkepanjangan yang selama bertahun-tahun tidak kunjung selesai, di Indonesia.

1). Penetapan akhir bulan atau awal bulan dilakukan pada saat waktu maghrib. Yakni ketika matahari tenggelam, di ufuk barat akan kelihatan ‘bulan sepotong’ alias hilal, jika memang sudah waktunya bulan baru.

2). Jika tidak kelihatan, maka usia bulan yang sedang berjalan digenapkan menjadi 30 hari. Khususnya dalam kasus bulan Ramadan. Sehingga, meskipun besoknya sudah 1 syawal, kita tetap menggenapkan puasa Ramadan. Dan baru pada tanggal 2 syawal melakukan shalat Idul Fitri.

3). Kenapa demikian? Karena Rasulullah mengajarinya demikian: diperintahkan untuk menggenapkan jika tidak terlihat hilal. Jadi, sebenarnya, pokok masalahnya bukanlah 1 syawalnya, melainkan ’Bulan Ramadan’nya. Karena, usia bulan dalam kalender Hijriah hanya 29,5 hari. Maka, jika ’setengah harinya’ muncul di awal, kita akan berpuasa 29 hari. Tapi jika ’setengah harinya’ muncul di belakang, kita diperintahkan untuk menggenapkan berpuasa menjadi 30 hari. Padahal, besoknya itu sebenarnya sudah tanggal 1 syawal. Dan, itu tetap dipakai sebagai patokan untuk menentukan bulan berikutnya: Dzulqo’dah, Dzulhijjah, dst. Sehingga penanggalannya tidak bergeser karenanya.

4). Yang sering menjadi perdebatan adalah: antara wilayah timur dengan wilayah barat, seringkali tidak bisa bersamaan melihat hilal ketika maghrib datang. Masalahnya, posisi geografisnya memang berbeda. Katakanlah, antara Indonesia dan Arab Saudi. Saat di Indonesia Maghrib, di Arab masih  menjelang Ashar. Jika di Indonesia, saat itu, bisa melihat hilal di ufuk barat, masalahnya selesai. Pasti di Arab pun, hilal akan terlihat. Sebab, posisi hilal itu memang muncul di ufuk barat. Arab Saudi sebagai negara yang ada di barat Indonesia pasti bisa melihatnya. Masalah akan muncul, jika di Indonesia tidak terlihat hilal. Tapi, di Arab Saudi kelihatan. Kenapa bisa demikian? Ya, karena hilal-nya berada di barat. Sehingga ketika di Indonesia Maghrib, hilal itu masih tertutup oleh lengkungan Bumi. Dan, baru 4 jam kemudian terlihat oleh mereka yang berada di Arab Saudi, saat Maghrib datang. Maka dalam kasus ini, Indonesia menggenapkan puasa menjadi 30 hari, sedangkan Arab Saudi mencukupkan puasa 29 hari. Sehingga di Indonesia baru shalat Idul Fitri tanggal 2 syawal, dan di Arab shalat tanggal 1 syawal.

5). Jadi, sebenarnya penetapan shalat Id itu lentur dan tentatif saja. Yakni, seusai puasa Ramadan. Cuma, yang harus kita sadari, bahwa terlihat hilal ataupun tidak terlihat hilal pada saat Maghrib ~ di Indo maupun di Arab ~ besoknya tetap saja tanggal 1 syawal. Kenapa? Karena, usia bulan yang tersisa itu sebenarnya hanya maksimum 0,5 hari alias 12 jam. Sehingga, kalau misalnya maghrib itu jam 6 sore, maka besok jam 6 pagi itu sudah masuk tanggal 1 syawal. Apalagi, jika hanya berjarak empat jam (dari Arab Saudi ke Indonesia). Jika di Indonesia jam 18.00 belum terlihat hilal, dan kemudian di Arab Saudi terlihat jam 18.00 waktu Saudi, maka dalam waktu bersamaan di Indonesia jam 22.00 sudah masuk tanggal 1 syawal. Apalagi besok paginya. Maka, sebenarnya sudah boleh melakukan shalat Idul Fitri. Meskipun boleh juga menggenapkan.

Cuma, Rasulullah menganjurkan untuk menggenapkan 30 hari, karena waktu itu tidak ada alat yang bisa digunakan untuk memastikan hitung-hitungan tersebut. Satu-satunya alat adalah ’penglihatan’ kita. Sehingga, jika tidak terlihat, ya sudah genapkan aja. Toh, tidak menjadi masalah apakah itu 1 syawal atau 2 syawal. Yang penting seusai puasa Ramadan.

6). Selain Idul Fitri adalah Idul Adha. Dalam al Qur’an disebutkan bhw musim haji itu sebenarnya beberapa bulan. Yakni, Syawal, Dzulqo’dah, dan Dzulhijjah, QS. 2: 197. Dan cara menentukan awal musim haji itu memang dengan melihat munculnya hilal, seperti penentuan bulan-bulan lainnya, QS. 2: 189. Pada bulan-bulan itu jamaah haji sudah mulai berdatangan untuk menyiapkan wuquf di Arafah pada 9 Dzulhijjah, sebagaimana dicontohkan Rasulullah. Dan pada tanggal 10 s/d 13 jamaah haji melakukan lempar jumrah, tawaf, dan sai, serta menyembelih kurban. Sedangkan di Indonesia, kita melakukan shalat Id. Pada saat itu, kita dilarang untuk berpuasa. Berpuasa Arafah adalah sebelumnya, yakni saat jamaah haji wuquf di Arafah.

7). Maka, meskipun perintah puasa Arafah dan Idul Adha disampaikan Rasulullah lebih awal dari perintah Haji, keduanya tetap saja berkaitan. Bahwa puasa Arafah terkait dengan Wuquf, dan shalat Id terkait dengan: lempar jumrah, tawaf, sai, dan penyembelihan kurban. Karena itu, tidak mungkin kita memisahkan keduanya. Misalnya, puasa Arafah di lakukan di awal bulan Syawal, dan wuqufnya dilakukan di bulan Dzulhijjah. Demikian pula, shalat Id-nya. Karena, ibadah-ibadah itu memang saling terkait.

8). Maka, sekali lagi, kesimpulannya adalah: penetapan puasa Arafah terkait erat dengan wuquf, dan shalat Id terkait dengan hari tasyrik. Di Indonesia, 9 Dzulhijjah dengan sendirinya akan jatuh tanggal 15 November. Karena, antara Arab Saudi dan Indonesia hanya beda 4 jam. Sehingga kalau di Arab Saudi tanggal 9 Dzulhijjah datang saat maghrib jam 18.00, maka di Indonesia 9 Dzulhijjah itu masuk jam 22.00 malam, pada hari yang sama: 15 November.

9). Bahkan, jika ditarik ke negara terjauh dari Arab Saudi yang berjarak 12 jam pun kondisinya akan tetap sama. Jika, di Arab Saudi maghrib menjadi pembatas beralihnya tanggal dari 9 ke 10 Dzulhijjah, maka 12 jam kemudian di negara yang jauh itu masuk ke tanggal 10 Dzulhijjahnya, yakni jam 6 pagi. Artinya, mereka boleh melakukan shalat Idul Adha, karena saat itu jamaah haji sudah meninggalkan Arafah menuju Mina. Dan sudah masuk tanggal 10 Dzulhijjah. Jadi, tidak mungkin bertambah sehari lagi. Terlalu lama. Apalagi, tidak ada alasan untuk menggenapkan puasa sebagaimana pada bulan Ramadan. Namun demikian, tentu saja, apa yang saya jalankan ini adalah pendapat saya. Dipakai silakan, tidak pun tidak apa-apa... :)
wallahu a'lam bishshawab

~ salam ~

oleh Agus Mustofa pada 14 November 2010 jam 22:1