Selasa, 29 Oktober 2013

MENGKRITISI AL QUR’AN SOAL KESEIMBANGAN SEMESTA

~ BENARKAH ALAM SEMESTA INI SEIMBANG ? ~

Berikut ini, sengaja saya meng-upload dalam bentuk note, diskusi lanjutan tentang keseimbangan alam semesta. Karena, dalam cuplikan buku DTM-37: ‘Menjawab Tudingan KESALAHAN Saintifik AL QUR’AN’ yang saya unggah beberapa waktu lalu, ada seorang kawan yang memberikan kritik cukup menarik terhadap isi buku tersebut. Kebetulan dia adalah ‘saudara seperguruan’ saya di Teknik Nuklir UGM, meskipun berbeda angkatan.. :)

Semoga note ini bisa menjadi bahan diskusi yang menarik bagi para sahabat DTM.
-----------------------------------------------------------------------------------------

Pertanyaan Eka Iman:
Pak Agus, menurut saya masih terdapat kesalahan penjelasan saintifik yang mendasar tentang keseimbangan alam semesta, sebagai berikut:

Pertama, alam semesta secara holistik tidaklah seimbang dibuktikan dari ENTROPI yang selalu berubah. ENTROPI alam semesta senantiasa BERTAMBAH. Hal ini menunjukan sifat ketidak-teraturan (disorder) dari sebuah sistem (universe).

Jawaban:
Sorry baru sempat jawab, mas Eka. Berikut ini adalah penjelasan atas kritik Anda. Entropi alam semesta yang terus menerus bertambah tidak bisa dijadikan dasar untuk menyimpulkan bahwa alam semesta secara universal tidak seimbang. Karena, itu hanya menunjukkan ketidak-seimbangan parsial dari sistem universe. Dimana Anda sendiri membuat kesimpulan: suatu ketika alam semesta bisa mencapai keseimbangannya, ketika ukuran alam semesta sudah sedemikian besarnya. (Lihat point keempat di bagian bawah).

Bagaimana mungkin keseimbangan hanya terjadi di bagian akhir sebuah proses? Kalau, di akhir ada keseimbangan, pasti di awalnya juga ada keseimbangan. Mirip sebuah bandul yang sedang bergerak yang akhirnya mencapai keadaan setimbang alias diam. Itu artinya, bandul tersebut awalnya diam alias setimbang, lantas ada yang menggerakkan sehingga tidak seimbang, dan akhirnya akan seimbang lagi. Begitulah alam semesta dalam pandangan saya setelah mempelajari ayat-ayat keseimbangan di dalam Al Qur’an. Secara KESELURUHAN alam semesta ini SEIMBANG, tetapi secara lokal-lokal ataupun parsial tidak seimbang.

Ketidakseimbangan lokal yang terjadi pada alam justru menunjukkan adanya ‘campur tangan’ dari AKTOR yang ‘menggerakkan bandul’ sehingga menjadi tidak seimbang. Tetapi kelak akan menjadi seimbang lagi, karena sesungguhnya FITRAH alam semesta ini memang SEIMBANG.. :)

Kedua, menurut penelitian dan experimen terkini tentang particle physics, telah ditentukan bahwa bila jumlah particle dan anti-particle sama (equal) maka alam semesta kita justru tidak akan terbentuk! Sama halnya dengan bila jumlah energy dan anti-energy (dark energy) sama maka alam semesta tidak akan terbentuk. Jadi justru yang menyebabkan alam semesta justru ketidakseimbangannya.

Jawaban:
Masih sama dengan jawaban saya di point pertama, alam semesta ini awalnya seimbang, dan kelak akan menjadi seimbang lagi seiring dengan waktu. Kenapa terjadi ketidak-seimbangan? Karena ada action yang menyebabkan sistem itu menjadi tidak seimbang. Action itulah yang menjadi penyebab terbentuknya alam semesta dalam bentuk ketidak-seragaman lokal alias ketidak-seimbangan lokal atau parsial. Tetapi, berangsur-angsur akan menurun karena diseimbangkan oleh pergerakan waktu sehingga kerapatan energinya menjadi sedemikian rendah, bahkan nol. Alias seimbang. Action itu adalah kesengajaan dari Sang Maha Pencipta... :)

Tentang dark-energy yang Anda sebut sebagai anti-energi, ini adalah sebuah ketidaklaziman. Karena memang tidak ada yang disebut anti-energi. Sebab, anti-energi adalah energi juga. Tapi, jika itu mau dipaksakan disebut sebagai anti-energi, it’s okay, saya mencoba memahami maksud Anda. Ini berbeda ketika kita bicara soal partikel dan anti-partikel, dimana anti-partikel adalah partikel yang memiliki bilangan kuantum berlawanan. Sehingga ketika ditabrakkan dengan partikel akan memunculkan reaksi anihilasi. Yang demikian ini tidak terjadi pada energi dan (yang Anda istilahkan) anti-energi.

Ketiga, alam semesta hanya tampak seimbang padahal (misalnya bumi mengorbiti /mengitari matahari dan juga bulan mengitari bumi serta tata surya (solar system) kita dalam keadaan yang seimbang). Namun kita tahu hal ini hanya semu sebab banyak benda-benda tata surya yang bisa menghancurkan bumi dan kehidupan di bumi seperti yg telah terjadi jutaan tahun yang lalu, yang menghilangkan dinosaurus dan jutaan mahluk lain.

Contoh lain adalah bahwa orbit dari bulan kita semakin lama semakin menjauh dari bumi sekitar 3.8 cm tiap tahun (dari pengukuran tembakan laser dari bumi ke reflectors di bulan). Jadi dalam jutaan bahkan milyaran tahun bulan akan terlepas dari bumi! Dan milyaran tahun lalu bulan jauh lebih dekat ke bumi yg menyebabkan keadaan bumi tak layak untuk kehidupan pada awal-awal terbentuknya bumi dan bulan.
Jadi keseimbangan adalah konsep yg semu.

Jawaban:
Sebagaimana telah saya kemukakan di depan, bahwa saya sependapat jika dikatakan alam semesta tidak seimbang dalam skala lokal. Yang karenanya, ada black holes, ada tata surya, bintang-bintang dan berbagai benda langit dengan segala bentuk ketidak-seimbangannya. Itu semua oke. Ibarat bandul yang sedang berayun-ayun dikarenakan ada yang menggerakkannya. Tetapi, sekali lagi, suatu ketika semua itu akan kembali kepada fitrahnya: SEIMBANG, dikarenakan besarnya gap antara gaya-gaya yang sekarang tidak seimbang itu akan semakin kecil, seiring dengan bertambahnya waktu. Dan kemudian menjadi nol.

Keempat, tidak hanya black holes yang menandai bahwa alam semesta ini dalam keadaan tidak seimbang, bahkan segala sesuatu dalam alam semesta kita adalah tidak seimbang! Dari sejak Big Bang hingga sekarang dan sampai kiamat, alam semesta yang kita diami ini TIDAKLAH SEIMBANG. Keseimbangan akan tercapai kelak bila seluruh unsur dan particle di alam semesta telah termakan oleh waktu dan jarak yang tak terhingga besarnya. Di saat itulah alam semesta akan seimbang...

Jawaban: Saya kira yang ini tidak perlu saya jawab lagi, karena sudah saya uraikan di atas.

Koreksi.
Maaf ada yang perlu dikoreksi dari pernyataan pak Agus mengenai gravitasi dan anti-gravitasi. Sampai sekarang belum ada observasi saintifik tentang adanya anti-gravitasi. Mungkinkah yang dimaksud bapak Agus adalah anti-matter, atau anti-particle, atau dark-matter atau dark-energy. Istilah saintifik yg saya kemukakan tsb sudah diakui adanya oleh para saintis, namun anti-gravity belum terbukti adanya.

Jawaban:
Istilah antigravitasi dalam tulisan saya tersebut adalah untuk menunjukkan adanya gaya yang memiliki arah berlawanan dengan gaya gravitasi. Yang dalam tulisan tersebut saya gunakan untuk menggambarkan adanya ‘gaya tolak’ yang sedemikian besar sehingga menghasilkan ledakan: Big Bang. Dan kemudian diimbangi oleh munculnya gaya gravitasi yang memiliki arah sebaliknya, menahan laju ledakan itu, ke arah pusat alam semesta.

Karena, sebagaimana kita ketahui gaya adalah vektor yang mempunyai arah. Sehingga bisa memiliki tanda (+) ataupun (-). Atau disebut dengan gravitasi dan anti-gravitasi. Ini berbeda dengan energi yang Anda sebut memiliki anti-energi, sangat sulit untuk memahaminya. Karena energi memang besaran skalar, bukan vektor yang memiliki arah. Dan dark energy itu menurut saya bukanlah anti-energi, melainkan tetap saja energi. Meskipun gelap alias tak nampak atau tersembunyi. Demikian pula dark matter bukanlah anti-matter, melainkan juga matter alias materi yang tersembunyi.

~ salam ~


~ KETIDAKSEIMBANGAN DI DALAM KESEIMBANGAN ~

Berikut ini adalah jawaban saya dari pertanyaan lanjutan yang disampaikan Mas Eka Iman, tentang apakah ketidak-seimbangan bisa berada di dalam keseimbangan; bukankah ketidak-seimbangan akan menghasilkan ketidak-seimbangan yang semakin besar jika dijumlahkan; dan dark-energy yang 'diduga' sebagai kekuatan pendorong terjadinya akselerasi galaksi-galaksi di kejauhan alam semesta.
-----------------------------------------------------------------------------------------

Bisakah sebuah ketidak-seimbangan berada di dalam keseimbangan? Tentu saja bisa. Contoh sehari-harinya sangat banyak. Mulai dari skala yang mikro sampai skala yang makro. Bahkan, kondisi yang sebaliknya pun juga bisa: keseimbangan di dalam ketidakseimbangan. Contohnya juga banyak.

Dalam skala mikro, molekul-molekul gas yang sedang dipanaskan di dalam sebuah tabung tertutup akan mengalami eksitasi alias ketidak-seimbangan, disebabkan oleh bertambahnya panas yang membuat molekul-molekul itu bergerak tambah cepat dan tak teratur. Tapi, dalam skala yang lebih besar, tabung itu tetap stabil dan mampu mewadahi ketidakstabilan di dalamnya. Kecuali, energi panas diberikan dalam jumlah yang semakin besar sehingga membuat tabungnya meledak.

Demikian pula air di dalam ember yang diaduk-aduk, akan memunculkan ketidak-seimbangan lokal di dalam ember seiring dengan kuatnya adukan. Tetapi, perhatikanlah embernya tetap stabil. Ketidak-seimbangan bisa terjadi di dalam keseimbangan yang lebih besar. Sebaliknya, ember itu bisa juga diputar-putar menjadi tidak stabil, dengan tetap menjaga keseimbangan air di dalam ember agar tidak tumpah.

Contoh-contoh semacam ini bisa diperluas dalam berbagai skala. Bahwa ketidak-seimbangan bisa ditempatkan di dalam sebuah keseimbangan, ataupun sebaliknya. Dinamisnya gerak aliran darah dan berbagai kelenjar di dalam tubuh. Dinamisnya pergerakan ikan-ikan di dalam akuarium. Dinamisnya gerakan penumpang di dalam mobil. Dinamisnya miliaran manusia di planet Bumi. Dinamisnya planet-planet di dalam tatasurya. Dinamisnya tatasurya di dalam galaksi. Dan seterusnya, dinamisnya benda-benda langit di dalam alam semesta yang secara holistik adalah seimbang. Beragam ketidak-seimbangan terjadi di dalam keseimbangan yang lebih holistik.

Ini mirip sebuah giroskop atau gasing yang bisa berputar-putar kencang tanpa jatuh, meskipun berada di ujung jari kita. Dilihat dalam skala yang lebih kecil ia dinamis dan tidak seimbang, tetapi dalam skala yang lebih besar ia stabil dan seimbang.

Jadi, sebuah keseimbangan tidak harus menunggu seluruh ketidak-seimbangan di dalamnya berakhir. Dengan kata lain, sebuah keseimbangan tidak harus terjadi setelah benda dalam keadaan diam sempurna. Karena memang tidak ada benda diam di alam semesta. Keseimbangan bisa terjadi secara simultan dari benda-benda yang sedang bergerak ataupun berubah posisi. Contoh lainnya adalah orang bersepeda. Ia bisa melakukan perubahan posisi sambil terus mempertahankan keseimbangannya agar tidak jatuh.

Dengan demikian, keseimbangan alam semesta sesungguhnya tidak perlu menunggu habisnya entropi, dimana alam semesta menjadi sepi tak ada peristiwa apa pun. Keseimbangan alam semesta secara universal bisa terjadi sambil tetap berdinamika dalam ketidak-seimbangan parsialnya. No problemo.. :)

Lantas pertanyaan berikutnya, apakah seluruh ketidak-seimbangan itu jika dijumlahkan akan menjadi tambah tidak seimbang? Belum tentu. Bergantung pada simpangan ketidak-seimbangannya. Jika sebuah bandul menyimpang ke kanan dan ke kiri, maka jumlah simpangan itu akan menjadi nol di titik setimbangnya. Demikian pula gelombang sinusoidal, amplitudo positifnya jika dijumlahkan dengan amplitudo negatifnya akan menjadi nol. Dengan kata lain, jumlah integral dari ketidak-seimbangan lokal tidak harus menjadi semakin kacau. Tetapi, bisa menjadi nol dalam skala yang lebih besar. Karena gaya bukanlah besaran skalar, melainkan vektor yang punya arah. Begitulah keadaan alam semesta, keseimbangan holistiknya justru merupakan hasil integral dari seluruh ketidak-seimbangan lokalnya.

Lantas, kenapa kecepatan galaksi bertambah cepat seiring jarak? Apakah betul ini dikarenakan adanya gaya lontar yang berasal dari dark energy? Menurut saya, pendapat ini masih sangat spekulatif. Hanya karena tidak bisa menjelaskan percepatan benda-benda langit yang semakin tinggi di jarak yang semakin jauh, lantas menyandarkan kesimpulannya pada dark energy. Padahal, belum tentu begitu. Peranan dark energy itu sampai sekarang masih belum diketahui, jadi sebaiknya kita tidak berspekulasi terlalu jauh dengan ‘memastikan’ ia memiliki gaya tolak yang menyebabkan akselerasi galaksi-galaksi.

Tanpa harus melibatkan peranan dark energy, kita bisa kok menjelaskan kenapa galaksi-galaksi yang jauh itu memiliki kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan galaksi yang dekat. Sehingga seakan-akan terjadi akselerasi seiring dengan jarak. Secara lebih detil, sebenarnya saya sudah menjelaskan hal ini di buku DTM-34: ‘Mengarungi Arsy Allah’.Tetapi, agar dapat gambaran umumnya, baiklah saya uraikan serba sedikit disini.

Bayangkanlah ada 5 buah galaksi yang berjajar, yakni galaksi A, B, C, D, E. Kita, sebagai pengamat pergerakan alam semesta, berada di tengah-tengah jajaran galaksi itu, yaitu di galaksi C. Misalkanlah, jarak antar galaksi itu adalah 5 satuan. Dari C ke B berjarak 5 satuan. Dari C ke D juga berjarak 5 satuan. Sehingga, dari C ke A adalah berjarak 10 satuan. Sebagaimana juga dari C ke E, adalah berjarak 10 satuan.

Sekarang, bayangkanlah semua galaksi itu bergerak menjauh dengan kecepatan konstan sampai mencapai jarak dua kali lipatnya. Sehingga, jarak antar galaksi menjadi 10 satuan. Sedangkan galaksi terjauhnya, jika dilihat dari galaksi C menjadi 20 satuan. Yakni, dari C ke A, ataupun dari C ke E.

Maka, apakah yang terjadi pada kecepatan galaksi-galaksi itu dilihat dari pusat pengamatan (galaksi C)? Galaksi terdekat (B dan D) akan mengalami perubahan kecepatan dari 5 satuan per detik menjadi 10 satuan per detik. Tapi, perhatikanlah, galaksi yang terjauh (A dan E) mengalami perubahan kecepatan dari 10 satuan per detik menjadi 20 satuan per detik. Sehingga, seakan-akan galaksi-galaksi itu mengalami akselerasi seiring dengan jarak yang semakin jauh dari pusat pengamatan..!

Padahal tidak. Pertambahan kecepatannya sebenarnya konstan di semua galaksi. Tetapi, karena dipengaruhi jarak pengamatan yang berbeda, seakan-akan terjadi akselerasi di jarak yang semakin jauh. Jadi, akselerasi di kejauhan alam semesta itu sebenarnya bersifat semu disebabkan oleh posisi pengamat. Bukan dikarenakan oleh gaya dorong dark energy.

Dengan ini, bukan berarti saya tidak sependapat dengan keberadaan dark matter dan dark energy. Saya sih sependapat, karena memang logis untuk menambah jumlah materi dan energi kritis yang diperlukan alam semesta agar bisa tetap stabil seperti ini. Tetapi, bukan sebagai gaya dorong atas terjadinya akselerasi benda-benda langit. Melainkan sebagai sumber gravitasi yang menahan alam semesta agar tidak lenyap, sebagaimana yang saya pahami dari ayat berikut ini.. :)

QS. Faathir (35): 41
Sesungguhnya Allah menahan (gerakan) langit dan bumi supaya jangan lenyap. Dan sungguh jika keduanya akan lenyap tidak ada seorang pun yang dapat menahan keduanya selain Allah. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.

Wallahu a’lam bissawab.


~KESEIMBANGAN DINAMIS, BUKAN KESEIMBANGAN STATIS ~

Notes saya yang ketiga ini menjawab pertanyaan dan komentar mas Eka Iman, seputar hal-hal berikut: tentang akselerasi galaksi-galaksi terkait dengan red shift alias pergeseran spektrum merah; tentang keseimbangan statis dan keseimbangan dinamis; serta mengenai tafsir Al Qur’an terkait dengan sains dan keseimbangan alam semesta
-----------------------------------------------------------------------------------------

Saya memahami keseimbangan alam semesta, memang tidak dalam bentuk statis. Melainkan dinamis. Karena itu sebagian besar contoh yang saya sebutkan di dalam tulisan sebelumnya adalah keseimbangan dinamis itu, seperti giroskop dan bersepeda. Sedangkan, contoh lainnya adalah sebagai tambahan yang bersifat umum, tetapi masih terkait, meskipun masih harus dikelompokkan lagi sebagai closed system atau open system.

Karena itu, terkait dengan pergerakan galaksi-galaksi pun saya tidak memandangnya sebagai keseimbangan statis, melainkan keseimbangan dinamis. Dan karenanya, saya mempertimbangkan teori relativitas. Bahwa, kecepatan benda bisa teramati secara berbeda ketika dilihat dari stasiun pengamat yang tidak sama. Dengan catatan, kecepatan maksimumnya tidak boleh melampaui kecepatan cahaya.

Dan, karena kecepatan galaksi-galaksi itu saya asumsikan tidak mungkin melewati kecepatan cahaya, maka saya cukup menggunakan perbedaan stasiun pengamatan saja dalam memahami akselerasi galaksi di kejauhan alam semesta itu. Jika mas Eka belum menangkap substansi contoh lima galaksi yang saya uraikan di tulisan sebelumnya, mungkin kasus di bawah ini lebih mudah untuk dipahami, karena bisa langsung kita amati dalam kehidupan sehari-hari secara dekat.

Bayangkanlah Anda sedang berada di stasiun kereta api. Tak lama kemudian, sejumlah gerbong kereta api meninggalkan stasiun hingga mencapai kecepatan konstan 100 km/ jam. Di atas kereta itu, lantas ada orang berjalan searah dengan kecepatan kereta dengan laju 20 km/ jam. Pertanyaannya: berapa kecepatan orang tersebut dilihat dari stasiun kereta? Tentu dengan mudah Anda akan menjawab: 120 km/ jam. Karena, orang tersebut memang sedang berjalan di kereta yang sedang melaju, sehingga kecepatannya menjadi akumulatif. Disini berlaku penjumlahan vektor dari dua kecepatan yang searah, sehingga hasilnya bertambah besar. Tapi sebaliknya, jika orang itu berjalan berlawanan arah dengan kecepatan kereta, maka laju orang tersebut akan berkurang jika dilihat dari stasiun, menjadi 80 km/ jam.

Jika orang itu lantas berlari dengan kecepatan 100 km/ jam di atas kereta dengan arah yang sama, maka kecepatannya pun akan menjadi 200 km/ jam jika dilihat dari stasiun. Padahal, kita tahu, kecepatan orang tersebut tetap saja 100 km/ jam jika dilihat oleh penumpang lain yang duduk di kereta tersebut. Ini adalah rumus relativitas Newtonian yang terjadi pada benda-benda dengan kecepatan rendah, jauh dari kecepatan cahaya. Tapi, jika sudah mendekati kecepatan cahaya, rumus ini tidak berlaku dan harus menggunakan rumus relativitas Einstein.

Contoh ini saya kira lebih mudah dicerna untuk menggambarkan akselerasi galaksi di kejauhan alam semesta yang sedang kita bahas, yakni kenapa galaksi yang terjauh menjadi berlipat kecepatannya ketika dilihat dari galaksi C. Dalam kasus akselerasi galaksi, kita tinggal mengganti kecepatan konstan itu menjadi gerak dipercepat saja, dan efeknya pun akan tetap sama.

Maka, galaksi terjauh (A & E) dalam kasus tulisan sebelumnya, menjadi memiliki percepatan dua kali lipat jika dilihat dari galaksi pengamat C. Meskipun, akselerasinya tetap sama dengan rata-rata kecepatan galaksi lainnya jika dilihat dari galaksi yang bersebelahan (dari B & D). Mudah-mudahan contoh kasus ini lebih bisa dipahami.. :)

Sedangkan mengenai red shift alias pergeseran spektrum merah yang menggambarkan alam semesta sedang mengembang, saya setuju sepenuhnya. Bahwa alam semesta ini memang sedang mengembang. Dan Al Qur’an pun dengan sangat jelas menggambarkan hal itu dalam sejumlah ayat. Alam semesta menurut Al Qur’an memang tidak statis. Ia bergerak dinamis tapi seimbang. Sebagian ayat-ayatnya adalah berikut ini.

QS. Ar Rahman (55): 7
Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan mizan (timbangan).

QS. Ar Ra’d (13): 2
Allah-lah Yang meninggikan langit tanpa tiang (dengan gaya-gaya fundamental) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di 'Arasy. Dan menundukkan matahari dan bulan. Masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah mengatur urusan, menjelaskan tanda-tanda, supaya kamu meyakini pertemuan dengan Tuhanmu.

QS. Faathir (35): 41
Sesungguhnya Allah menahan (gerakan) langit dan bumi (dengan gaya penyeimbang) supaya jangan lenyap (tak terkendali). Dan sungguh jika keduanya akan lenyap tidak ada seorang pun yang dapat menahan keduanya selain Allah. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.

Ketiga ayat tersebut dengan sangat jelas memberikan gambaran bahwa alam semesta sedang meninggi ke segala arah atau mengembang. Dengan kata lain, terus berdinamika. Sambil, Allah menambahkan lagi keterangan bahwa Dia menahan langit yang sedang berdinamika itu dengan mekanisme penyeimbang yang disebut sebagai mizan, agar tidak lenyap.

Karena itu, saya yang membangun kepahaman berdasar pada ayat-ayat Al Qur’an, memang sejak awal sudah sangat menyadari bahwa alam semesta tidak statis. Melainkan dinamis. Tetapi seimbang, yang kita kenal sebagai ‘keseimbangan dinamis’.

Sehingga ketika dikaitkan dengan red shift alias pergeseran spektrum merah – yang menjadi parameter alam sedang mengembang – saya tidak memiliki keberatan apa pun. Bahkan bersyukur, karena ternyata lagi-lagi informasi Al Qur’an memperoleh pembuktian dari data empiris: bahwa alam semesta memang sedang meninggi ke segala arah alias mengembang, dengan kecepatan pengembangan yang relatif seragam di segala penjurunya.

Yang perlu diperjelas, justru adalah data pergeseran warna merah seperti apa yang telah dipersepsi sebagai pertambahan akselerasi di galaksi-galaksi yang jauh dibandingkan yang dekat? Dan apakah benar gaya yang menimbulkan akselerasi itu berasal dari dark energy sebagaimana mas Eka sebutkan? Kenapa dark energy itu justru dipersepsi sebagai sumber ‘gaya tolak’, kok bukan sebagai ‘gaya tarik’ yang menahan laju pengembangan alam semesta? Karena, justru yang menjadi masalah adalah kenapa alam semesta yang sedang mengembang ini bisa bertahan selama belasan miliar tahun? Apa yang menahannya sehingga tidak lenyap tak terkendali?

Tanpa mengurangi rasa percaya saya kepada pemahaman mas Eka, saya minta Anda bersedia menjabarkan argumentasi Anda tentang akselerasi galaksi terkait dengan dark energy itu. Karena, kalau sekedar ‘katanya tetangga’, meskipun mereka dosen Astrofisis dan konsultan di CERN (Geneva), FermiLab (USA) dan CALTECH, NASA & JPL, tidak akan menjadi bahan diskusi yang menarik dalam forum ini. Saya tunggu penjabarannya mas, agar bisa kita bedah bersama.. :)

Selanjutnya, tentang tafsir Al Qur’an terkait dengan sains, dan lebih khusus lagi tentang keseimbangan alam semesta. Saya memang termasuk orang yang meyakini dan membuktikan bahwa Al Qur’an memiliki informasi-informasi yang bisa menjadi landasan bagi kita untuk memahami realitas alam semesta. Memang tidak berbicara teknis, melainkan filosofis. Tetapi, bukankah semua ilmu memang berangkat dari dasar filosofis terlebih dahulu, dan kemudian dikembangkan ke ranah teknis? Jadi, saya kira tidak ada yang salah dalam hal ini. Kita cuma berbeda filosofi dasarnya saja dalam memandang realitas, dan toh masih bisa bertemu dalam platform yang sama secara saintifik, bukan? Sehingga kita pun bisa melakukan diskusi gayeng seperti ini? No problemo. Saya tidak pernah memaksakan 'keimanan' saya kepada siapa pun dengan cara ‘pokoknya’.. :)

Cuma yang perlu saya tegaskan, sebenarnya Al Qur’an tidak butuh pembenaran apa pun, dari siapa pun. Tanpa usaha pembenaran, Al Qur’an telah menunjukan dirinya layak dijadikan rujukan dan sumber inspirasi. Bahkan sudah bertahan selama ribuan tahun. Teksnya pun tidak pernah berubah, meskipun satu huruf. Kitab suci ini telah memberikan inspirasi berupa dasar filosofis kepada miliaran umatnya untuk mengatasi realitas kehidupannya. Tinggal, apakah umatnya bisa menerjemahkan inspirasi filosofis itu ke dalam ranah teknis yang bermanfaat buat peradaban manusia atau tidak, itu bergantung pada niat dan usaha yang dilakukannya. Dengan niatan dan usaha yang baik, peradaban Islam terbukti pernah mencapai zaman keemasannya sebagaimana tercatat dalam sejarah. Termasuk berkembangnya berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi yang menjadi landasan bagi peradaban modern dewasa ini, bukan?

Hanya saja, memang sekarang umat Islam sedang mengalami masalah internal yang sangat akut terkait dengan penerapan filosofi dasar yang diinspirasikan oleh Al Qur’an itu. Bukan Al Qur’annya yang salah – sebagai sumber inspirasi dan petunjuk – melainkan umatnya yang harus belajar lebih keras dan berbenah diri.

Dan apa yang saya lakukan dengan puluhan buku yang sudah saya tulis selama sepuluh tahun terakhir ini sesungguhnya adalah sebuah langkah kecil untuk mengusahakan bangkitnya peradaban Islam yang pernah jaya itu. Melahirkan SDM-SDM yang ulul albab sebagaimana diajurkan oleh Al Qur’an berkali-kali. Tapi, tantangannya memang tidak ringan. Bukan hanya dari luar kalangan, melainkan justru dari dalam kalangan sendiri... :(

Wallahu a’lam bissawab.


~ TAK ADA AYAT AL QUR’AN YANG DIPAKSA SAINTIFIK ~

Sambil menunggu jawaban mas Eka atas pertanyaan saya, tentang dark energy terkait dengan akselerasi alam semesta, saya ingin mengklarifikasi beberapa persepsi dari komentar-komentar yang menganggap ada ‘upaya pemaksaan’ ayat Al Qur’an agar kelihatan saintifik. Ini saya anggap penting, karena distorsinya sangat mendasar. Setelah itu, sebagian tulisan ini kembali memberikan jawaban atas komentar tambahan mas Eka tentang kecepatan atau percepatan pengembangan alam semesta, yang dirasanya masih belum jelas.
-----------------------------------------------------------------------------------------

Ada beberapa komentar di forum ini yang menurut saya harus diklarifikasi agar tidak terjadi distorsi pemahaman yang semakin jauh, yakni yang terkait dengan persepsi seakan-akan saya sedang mencocok-cocokkan ayat Al Qur’an supaya kelihatan saintifik. Othak-athik mathuk, yang kesannya memaksakan kecocokan antara Al Qur’an dengan sains. Saya kira mereka tidak sepenuhnya paham tentang apa yang mereka kritik itu. Atau, belum membaca notes saya yang ketiga.

Kalau mereka sudah membaca, pasti tahu paragraf yang saya kutip berikut ini: ‘’Selanjutnya, tentang tafsir Al Qur’an terkait dengan sains, dan lebih khusus lagi tentang keseimbangan alam semesta. Saya memang termasuk orang yang meyakini dan membuktikan bahwa Al Qur’an memiliki informasi-informasi yang bisa menjadi landasan bagi kita untuk memahami realitas alam semesta. Memang tidak berbicara teknis, melainkan filosofis. Tetapi, bukankah semua ilmu memang berangkat dari dasar filosofis terlebih dahulu, dan kemudian dikembangkan ke ranah teknis?’’

Jadi, tidak ada niatan atau apalagi upaya untuk memaksa-maksa atau menarik-narik ayat Al Qur’an supaya kelihatan saintifik. Yang saya lakukan adalah mengambil informasi Al Qur’an sebagai inspirasi untuk memahami alam semesta. Bahwa, alam semesta sedang meninggi ke segala arah alias mengembang. Bahwa, pengembangan alam semesta itu ditahan oleh Allah supaya tidak lenyap, dengan mekanisme keseimbangan yang diistilahkan sebagai Mizan.

Kenapa saya merujuk kepada Al Qur’an? Karena, menurut keimanan saya, Dialah yang menciptakan alam semesta beserta isinya ini, maka Dia pula yang tahu bagaimana seharusnya memahami ciptaan-Nya. Di dalam ayat-ayat-Nya itu Dia memberikan clue atau tanda-tanda agar umat-Nya tidak salah melangkah. Selebihnya, ya harus dipelajari sendiri lewat sains yang terus berkembang. Dan sekali lagi, ayat-ayat tentang perintah mempelajari alam semesta secara saintifik itu bertaburan di dalam Al Qur’an.

Jadi, di bagian manakah saya melakukan othak-athik mathuk itu? Tidak ada. Maka, berdasar informasi Al Qur’an itulah saya mencoba membangun konsep berdasar kepahaman saya terhadap kosmologi dengan segala data empiris dan teori yang terus berkembang. Disinilah saya masuk ke ranah sains. Sedangkan informasi Al Qur’an saya jadikan panduan, bahwa meskipun alam semesta sedang mengembang, tetapi ‘INGAT’ ada mekanisme MIZAN yang menyebabkan alam semesta tidak akan lenyap dikarenakan akselerasi tak terkendali.

Inilah sebenarnya substansi diskusi saya dengan mas Eka. Apakah benar akselerasi alam semesta akan menyebabkannya semakin membesar tak terkendali sampai entropinya nol? Ataukah, tidak akan menjadi nol karena ada kekuatan penyeimbang yang bekerja secara dinamis, yang saya sebut sebagai ‘keseimbangan dinamis’ itu. Yang ibarat orang bersepeda, ia terus melakukan gerakan tetapi tidak terjatuh karena berada di dalam keseimbangan dinamis. Dan justru ia menjadi seimbang dikarenakan bergerak. Mau kecepatan konstan, ataupun gerakan dipercepat, no problemo. Selalu ada gaya penyeimbang yang bekerja pada sistem tersebut. Itulah yang oleh Al Qur’an diistilahkan Mizan. Kenapa selalu ada Mizan? Karena, sepeda itu ADA yang MENGENDALIKAN..!

Disinilah muncul perbedaan sudut pandang yang diakui oleh mas Eka, bahwa kami memang berbeda ‘keyakinan’. Saya meyakini alam semesta mengembang dengan keseimbangan dinamis dan 'melibatkan' Tuhan sebagai pengendali, sedangkan mas Eka cenderung untuk berpendapat alam semesta sedang berakselerasi tak terkendali sehingga kelak akan mencapai entropi nol.

Atau, mungkin mas Eka punya pendapat lain lagi? Saya tidak tahu. Karena itulah, saya ingin mas Eka menjawab pertanyaan saya tentang konsep yang diusungnya atau setidak-tidaknya yang dipahaminya secara holistik. Bukan cuma mencuplikkan data sepotong-sepotong, ataupun hipotesa yang masih sangat spekulatif tentang kaitan dark energy sebagai sumber akselerasi alam semesta. Selama hal ini belum dijawab dengan konsep yang utuh, maka diskusi ini tidak akan ‘klik’, dan cenderung hit and run. Alias nggak ketemu-ketemu substansinya.

Jadi, disini perlu saya kutipkan lagi pertanyaan saya di notes sebelumnya: ‘’Yang perlu diperjelas, justru adalah data pergeseran warna merah seperti apa yang telah dipersepsi sebagai pertambahan akselerasi di galaksi-galaksi yang jauh dibandingkan yang dekat? Dan apakah benar gaya yang menimbulkan akselerasi itu berasal dari dark energy sebagaimana mas Eka sebutkan? Kenapa dark energy itu justru dipersepsi sebagai sumber ‘gaya tolak’, kok bukan sebagai ‘gaya tarik’ yang menahan laju pengembangan alam semesta? Karena, justru yang menjadi masalah adalah kenapa alam semesta yang sedang mengembang ini bisa bertahan selama belasan miliar tahun? Apa yang menahannya sehingga tidak lenyap tak terkendali?’’.

Tentang mainstream terbaru dalam pembahasan kosmologi, yang melibatkan dark matter dan dark energy, insya Allah saya mengikutinya kok mas. Nggak usah khawatir saya ketinggalan terlalu jauh.. :)
Karena itu, saya siap mendengar dan membaca uraian Anda tentang hal ini. Dan sebagai informasi saja, saya sebenarnya telah membahas masalah ini cukup njlentreh dalam buku DTM-34: ‘Mengarungi Arsy Allah’. Bahkan bukan cuma kosmologi dalam arti universe, melainkan multiverse dengan meminjam teori membrane (M-Theory) yang sudah disempurnakan. Yang lagi-lagi, saya mengambil inspirasi dari ayat Al Qur’an yang menyebut langit itu ada tujuh. Sayangnya, karena jauh di Amrik, Anda belum sempat membaca buku saya tersebut.. :)

Selanjutnya tentang komentar mas Eka, terkait dengan contoh kasus kecepatan penumpang kereta api terhadap stasiun. Saya kira ada yang terlewat dalam membaca notes ke-3 tersebut. Karena dengan sangat jelas saya membedakan antara kecepatan konstan dan kecepatan yang dipercepat. Sehingga di bagian akhir paragraf itu saya menulis begini: “... Dalam kasus akselerasi galaksi, kita tinggal mengganti kecepatan konstan itu menjadi gerak dipercepat saja, dan efeknya pun akan tetap sama.’’

Sengaja saya membuat contoh kasus kereta api yang berkecepatan konstan, supaya mudah dibayangkan oleh peserta diskusi lainnya yang background-nya bermacam-macam. Tetapi, analogi itu dengan sangat sederhana bisa diubah menjadi akselerasi kereta api – bukan kecepatan konstan. Misalnya, kita langsung mengambil kecepatan kereta dari saat berhenti menjadi bergerak dipercepat. Maka, jika ada orang berlari dengan berakselerasi di atas kereta itu searah dengan gerak kereta, efeknya juga akan sama saja. Ia akan mengalami perlipatgandaan percepatan.. :)

Wallahu a'lam bissawab.

~ salam ~

Sabtu, 26 Oktober 2013

SESUNGGUHNYA SHOLAT ITU...

QS 29:45 "...inna shshalaata tanhaa 'ani lfahsyaa-i walmunkari,....".
Saudara-saudara sesungguhnya sholat itu menjegah dari perbuatan keji dan mungkar.

Setiap menjelang matahari terbenam di Radio Banten selalu didengungkan kalimat tersebut, siapa yg menyampaikan tak tanggung2, langsung sang Gurbenur Banten sendiri" Ratu Atut. Ch.", setiap hari kalimat itu diucapkan, namun yg terjadi sang Ratu dalam masalah besar dengan KPK yg berkaitan dengan perilaku keji.

Kisah cerita sang Ratu juga memahami bahwa sholat adalah perilaku ritual dalam menyembah Tuhannya, wal hasil ternyata tidak sesuai apa yg diucapkan sang ratu, sabda sang Ratu hanya sandiwara belaka.

Kalau kita mau menarik logisnya, sesuatu yg bisa mencegah perbuatan keji dan mungkar tentu bukan laku ritual, namun lebih besar dari sekedar itu.

Satu contoh negara Indonesia, apa yg dilakukan negara ini dalam mencegah kejahatan?,
dengan gampang kita akan menjawab yaitu ditegaknya hukum.

Kalau logika ini kita tarik kedalam ayat diatas, "bahwa sesungguhnya hukum itu bisa mencegah dari perbuatan keji dan Mungkar".

Bagaimana menurut saudara2 bisa masuk logika tidak?, sekilas memang bisa masuk logika, namun kalau mau diteliti masih ada yg kurang yaitu : "PENEGAKKANNYA".

Jadi perilaku keji dan mungkar ini hanya bisa di cegah bila Hukum di tegakkan.

Menarik dari benang logika itu, maka apakah sholat di dalam Alqur'an harus ditegakkan?, ternyata kita dapati banyak ayat2 yg berkaitan dengan sholat dengan perintah "TEGAKKANLAH SHOLAT".

HUKUM, dalam pemahaman umum adalah segala aturan yg membatasi perilaku dalam kehidupan, lalu hukum itu berisi apa?
tentu berisi peringatan-peringatan, bagi yg melanggar peringatan itu maka akan dikenai sangsi berupa hukuman.

Apakah sholat itu berisi peringatan-peringatan ?
JIka kita lanjut ayat diatas, maka sholat yg menjegah keji dan mungkar itu ditegaskan lagi, bahwa :

QS:29:45".......waladzikrullaahi akbaru,....".

Ya kalimat inilah kelanjutan dari penegasan tentang sholat bahwa: PERINGATAN Allah melebihi apapun "

Ternyata logika itu selaras dengan ayat-ayat Allah. Bahwa hukum berisi peringatan, sedang sholat juga peringatan dari Tuhan.

QS:36:2 "walqur-aani lhakiim"
Al hakim adalah nama lain dari Alquran' maka muara Shalat itu mengikuti Alhakim. Atau shalat itu mengikuti Alquran telah terhubung dari sini.

29:45] Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Hakim/Al Qur'an) dan dirikanlah shalat, ......."

Untuk menegakkan Hukum (Sholat) ayat di atas di awali dengan membaca Ketetapan (Al Qur'an). Semakin jelas bahwa perintah Tegakkan Sholat=Tegakkan Alhakim/Alqur'an.

Secara lengkap ayat ini berbunyi :

[29:45] Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Qur'an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari keji dan mungkar. Dan sesungguhnya peringatan Allah adalah lebih besar. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Sholat dari akar kata Sad Lad Waw. Bentuk jamaknya Shalawat. Banyak yg mengungkapkan kata shalawat atas nabi. Brarti nyembah nabi.

Bukan seperti itukan. Sholat arti dasarnya adalah mengekor. Atau mengikuti dengan sunguh-sungguh. Dalam perkembangan kata ini muncul banyak pemakaian.

Dalam urusan hamba dengan Rab. Memiliki maksud sang hamba mengikuti Rabnya. Caranya ya kemana Rab berkeinginan selalu diikuti oleh hambanya.

Bagaimana sebaliknya apakah mungkin Rab mengikuti Hambanya?.

Allah dan malaikatnya Shalawat atas nabi.. Alquran menegaskan hal seperti itu.

Maknanya bukan Allah mengikuti kemauan Nabi. Namun pengembangan kata sholat ini mengarah kepada hubungan yang dekat sebagaimana mengekor.

Kata silaturahmi yang bermaksud menjalin hubungan baik berasal dari dasar kata sila serapan dari kata salat. Juga pancasila yg bermakna 5 yg berkaitan / berhubungan.

Jadi sholat itu berhubungan dengan Tuhan dengan sebaik-baik hubungan.

Caranya ya mentaati aturannya menjauhi larangannya. Jika itu dilakukan hambanya maka Rab akan memberi balasan kebaikan

Sholat mengekor itu dari budaya Arab bisa digambarkan seperti ini, jika ada pacuan kuda, antara kuda terdepan dengan kuda yg akan menyalipnya hingga nempel secara ketat, itu bisa dikatakan kuda ke dua sedang sholat kepada kuda pertama.

Dengan gambaran itu, bisa dipahami jika anda sholat untuk Allah atau Rosulnya digambarkan seperti kuda tadi, kemanapun petunuk Allah mengarah maka ikuti sedekat-dekatnya.

gambaran seperti ini bisa anda buka di kamus Arab klasik.

Sebab Alquran itu bahasa Arab klasik tidak sama dengan arab sekarang meski mirip mirip tapi beda. Ini kamusnya :

Ketik aja di huruf shad lalu diurutkan kebawah anda bisa menemukan akar Shad Lam Waw. disitu ada aneka terjemahan yang bisa diambil. kalau belum jelas, masih ada bantuan yg lebih detailnya versi PDF. anda bisa klik diterjemahan yang ada angka birunya.

Kalau masih belum tahu mencari Akar Kata anda langsung aja ke alamat ini: http://quran.bblm.go.id/. disini bisa membantu anda untuk mencari akar kata, pesan saya jangan percaya saja dengan terjemahannya, sebab masih banyak yang terpengaruh dari Kitab Bukhori Cs.

Rabu, 23 Oktober 2013

Bahasa Asli itu Telah Turun 1400 tahun yang Lalu


Manuskrip lama yang bernama Mushhaf Utsmani itu tersimpan di Samarqand, kotanya Imam Bukhari dan Ibnu Sina.

Dari tulisan yang tidak berbaris ini keluar ilmu yang demikian dahsyat. Ketelitiannya (akurasinya) mencapai Titik Nol (Zero). Sebagian orang beranggapan bahwa Al-Quran adalah perkataan biasa seperti perkataan kita sehari-hari. Mereka benar-benar tidak mengerti apa itu Al-Quran. Al-Quran itu dalam Bahasa Asli (Original Languange) dan hal itu dibuktikan sendiri oleh Al-Quran.

'Arabiyu yang sebelum ini diartikan "Bahasa Arab" sesungguhnya mempunyai makna "Bahasa Asli", karena bahasa Arab itu bahasa Asli yang sudah kabur dan berevolusi menjadi bahasa keseharian, maka itu ia perlu dibetulkan.

"Dan ini kitab yang membetulkan lisan bahasa asli" (46.12)

"Dan seperti itu Kami wahyukan kepadamu bacaan yang asli" (42.7)

Tanpa bacaan ini, bahasa asli itu akan menjadi rusak. Sebab itu dikatakan bahwa pada bacaan itu ada tiap perumpamaan.

"Dan sungguh Kami telah adakan untuk manusia balam bacaan ini dari tiap perumpamaan, agar mereka mendapat peringatan" (39.27)

Perumpamaan itu adalah kamus kata yang dikata-katakan. Orang Arab tidak mempunyai kamus Arab pada masa Al-Quran itu turun. Artinya orang Arab tidak pernah mendatangkan perumpamaan untuk menjelaskan suatu kata. Ini yang disebut pada data:

"Dan tidak mereka datangkan kepadamu perumpamaan melainkan Kami datangkan kepadamu yang lengkap dan setepat-tepat tafsir" (25.38)

"Tidak dia melainkan nama-nama yang kamu dan bapak-bapak kamu namakan,  tidak Allah turunkan dia dari alasan, tidak kamu ikuti melainkan sangkaan dan apa yang diinginkan oleh diri-diri kamu, dan sungguh telah datang kepada mereka dari Pemelihara mereka petunjuk." (53.23)

Bahasa sehari-hari itu adalah sangkaan dan ucapan sesuai keinginan setiap masyarakat penggunanya. Berbeda dengan Al-Quran yang bahasanya bukan didasari keinginan manusia atau masyarakat tertentu. Bahasa Al-Quran adalah bahasa asli yang nyata.

"Dan tidak ia katakan dari keinginannya, tidak dia melainkan wahyu yang dikirim" (53.3-4)

"Sesungguhnya Kami jadikan dia bacaan bahasa asli agar kamu gunakan akal (43.3)

Bahasa sehari-hari Arab itu A'jamiyy. Dan orang di zaman Nabi ada yang menuduh Nabi diajar oleh orang cerdas. Tapi dibantah pada data (16.103) bahwa kalau Nabi Muhammad SAW diajar oleh orang yang cerdas, pastilah Al-Quran itu dalam bahasa sehari-hari (A'jamiyy) padahal Al-Quran itu adalah bahasa asli yang nyata.

"Dan sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka mengatakan: "Sesungguhnya yang memberitahunya orang cerdas". Lisan yang mereka tuduhkan kepadanya bahasa sehari-hari, padahal ini bahasa asli yang nyata." (16.103)

"Dan Kami turunkan atasmu kitab, sebagai bukti untuk tiap sesuatu" (16.89)

"Dan tidaklah bacaan ini bisa diada-adakan oleh selain dari Allah" (10.37)

Maksudnya kalau Nabi Muhammad SAW diajari oleh orang, maka akan keluar dari mulut Nabi yang buta huruf itu adalah bahasa orang sehari-hari juga, padahal Al-Quran adalah bahasa asli yang nyata. Itulah beda antara bahasa Al-Quran dan bahasa Hadits. Hadits menggunakan bahasa orang, sedangkan Al-Quran menggunakan bahasa asli yang datang langsung dari wahyu, yang disebut sebagai ruh yang diwahyukan.

"Dan seperti itu Kami wahyukan kepadamu ruh dari urusan Kami, padahal engkau tadinya tidak tahu apa itu kitab dan apa itu iman" (42.52)

Manusia belum banyak tahu kalau bahasa asli itu telah turun sejak abad ke-7. Ketika ia sudah turun di abad ke-7 itu, butuh 1000 tahun sampai ke dalam bahasa Melayu. Tafsir Al-Quran pertama dalam bahasa Melayu itu ditulis pada abad ke-17 oleh Abdul Ra'uf Alfansuri dari Singkel Aceh. Tafsir Al-Quran pertama dalam bahasa Indonesia itu turun tahun 1928 (pada tahun yang sama saat Sumpah Pemuda itu berkumandang di Nusantara. red) oleh A. Hasan dalam tafsir Al-Furqan.

Indonesia sebagai bekas Negeri Saba, adalah satu-satunya di dunia yang parlemennya (MPRS) kala itu yang menetapkan agar pemerintah menerbitkan tafsir Al-Quran yang terkenal dengan nama Tafsir Al-Quran Departemen Agama RI yang terbit tahun 1965. Itulah sebabnya tanah air Indonesia disebut Baldatun Toyyibatun Warabbun Ghafuur....

Disana putra-putrinya mengatakan "Ketuhanan Yang Maha Esa" sebagai tafsir dari"Allahu Ahad". Negeri ini disebut sebagai Fijjin Amiiq di dalam Al-Quran yang berartiTempat Yang Jauh. Memang dari tempat yang jauh inilah mereka datang ke Mekkah untuk melaksanakan Umrah dan Haji. Jarak Indonesia dari Mekkah lebih jauh dari jarak Mekkah ke Kutub Utara yang 7000km itu, sedangkan jarak Negeri ini ke Mekkah itu 8000km. Setelah 1000 tahun menanti, akhirnya anak cucu yang menggunakan bahasa Melayu itu paham makna yang terkandung di dalam Al-Quran.

Negeri Baldatun Toyyibatun ini hari kemerdekaannya tercatat di Borobudur dengan kode 8-45-17 yang tercatat di Monumen Bangsa-Bangsa peninggalan Presiden (Raja) pertamanya yang bernama Sulaiman. Dan ketika keadaan sangat sukar, presidennya bernama Sukarno. Dan ketika banyak harta, presidennya bernama Suharto, Saya rasa ketika tulisan ini ditulis (2013) banyak terjadi pelanggaran susila. Akhirnya kita merenung, mengapa di negeri ini justru ditemukan hal-hal berikut:
 - Grafik Asli Basmallah
 - Plat emas Surat Nabi Sulaiman
 - Bumi itu Al-Quran
 - Bilangan Berbisik
 - Pilar Al-Quran
 - Roda gigi sholat
 - Permata Al-Quran
 - Permata Sholat
 - Balok Al-Quran
 - Fenomena Bangunan di atas air

Ditemukan semua itu sebagai tanda-tanda bahwa di negeri ini akan terjadi KEBANGKITAN.....

(Disadur dari salah satu bab buku KHFB "Bumi Itu Al-Quran")

Sabtu, 12 Oktober 2013

~ TENTANG BLACK HOLE & KESEIMBANGAN LANGIT ~

CUPLIKAN BUKU DTM-37:
Menjawab Tudingan KESALAHAN SAINTIFIK AL QUR’AN

TUDINGAN KEPADA AL QUR’AN:
Kitab suci umat Islam memberikan indikasi bahwa Lubang hitam alias black hole tidak ada. Padahal, sains modern telah membuktikan keberadaannya. Black holes mengindikasikan adanya instabilitas skala tertentu di dalam galaksi. Lubang hitam itu telah menelan bintang-bintang dan bahkan galaksi-galaksi di sekitarnya, sehingga tidak ada satu entitas pun, bahkan cahaya, yang bisa melepaskan diri darinya. Ayat berikut ini mengindikasikan tidak adanya black holes tersebut.

QS. Al Mulk (67): 3
Yang telah menciptakan tujuh LANGIT berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak SEIMBANG. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?

Jawabannya adalah sebagai berikut:

Point dari kritikan mereka terhadap ayat ini adalah tentang keseimbangan ciptaan Allah yang bernama langit. Menurut mereka, justru langit itu tidak seimbang. Buktinya ada black holes yang memunculkan ketidak-stabilan di berbagai wilayah alam semesta. Diantaranya ada di dalam galaksi, atau di ruang-ruang kosong antar galaksi yang menyedot berbagai materi yang dekat dengannya, termasuk cahaya. Sehingga cahaya yang lewat di dekatnya bakal lenyap tersedot ke dalam black hole. Itulah sebabnya ia kelihatan hitam, karena tidak ada cahaya yang bisa keluar darinya.

Kesimpulan semacam ini, bagi saya, menunjukkan cara berpikir yang parsial dalam melihat realitas. Justru alam semesta ini memperlihatkan bukti adanya keseimbangan yang luar biasa. Memang, dalam skala lokal-lokal banyak ketidak-seimbangan yang memunculkan dinamika lokal, tetapi secara holistik dan universal alam semesta berada dalam keadaan seimbang. Itulah sebabnya alam semesta bisa mencapai umur belasan miliar tahun seperti sekarang. Jika tidak seimbang, alam ini sudah runtuh sesaat setelah terjadinya big bang.

Ada keseimbangan yang sangat menakjubkan antara gaya gravitasi dan anti gravitasinya. Gaya antigravitasi muncul sebagai kekuatan ledakan yang lontarannya sangat dahsyat sehingga menghasilkan alam semesta yang mengembang. Sedangkan gaya gravitasi mengimbanginya dengan gaya tarik yang mempertahankan kestabilan pengembangan alam semesta itu.

Itulah yang diceritakan Al Qur’an, bahwa Allah telah menahan langit supaya tidak lenyap. Karena, jika alam semesta ini tidak seimbang, ia akan lenyap sebagaimana peristiwa black hole yang telah menelan benda-benda langit dan cahaya di sekitarnya itu.

QS. Faathir (35): 41
Sesungguhnya Allah menahan langit dan bumi supaya jangan lenyap; dan sungguh jika keduanya akan lenyap tidak ada seorang pun yang dapat menahan keduanya selain Allah. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.

Disinilah luar biasanya, di skala lokal terjadi ketidak seimbangan tetapi di skala universal semua gaya berjumlah nol: seimbang..!!

Ini menunjukkan adanya desain yang begitu hebat dan akurat. Karena, kalau sampai gaya gravitasi dan antigravitasi alam semesta melampaui keseimbangan ini sedikit saja, alam semesta sudah runtuh sejak dulu-dulu. Termasuk juga antara matahari dengan planet-planet yang mengelilinginya di dalam sebuah tatasurya.

Bumi kita sudah sekitar 5 miliar tahun mengelilingi matahari dengan bertumpu pada keseimbangan gaya gravitasi dan antigravitasi itu. Tarikan matahari diimbangi oleh Bumi dengan cara bergerak melengkung sehingga menghasilkan gaya sentrifugal yang melawan tarikan matahari. Jika ini tidak seimbang, maka usia Bumi tidak akan mencapai miliaran tahun seperti ini.

Dan seterusnya, kita bisa mengembangkan penjelasan ini ke banyak peristiwa di alam semesta. Baik yang dekat dengan kita, maupun yang berada nun jauh disana. Seluruh bukti sains justru menunjukkan adanya keseimbangan secara holistik dan universal..! Wallahu a’lam bissawab.

(*Cuplikan buku DTM-37, halaman 134-137)

~ TENTANG HUJAN YANG MENUMBUHKAN TANAMAN ~

CUPLIKAN BUKU DTM-37:
'Menjawab Tudingan KESALAHAN SAINTIFIK AL QUR'AN'
11 Oktober 2013 pukul 10:26

Agar bisa dibaca secara lebih runtut dan utuh, jawaban QUIZ DTM-37 saya tulis ulang dalam note ini. Sekaligus untuk menghindari jangan sampai sahabat DTM tidak sempat/ terlewat membaca jawaban penulis, karena di dalam postingan tersebut cuplikannya tersembunyi di bagian komentar. Berikut ini adalah cuplikan buku DTM-37, halaman 192-195. Salam.
----------------------------------------------------------------------------

TUDINGAN KEPADA AL QUR’AN:

Al Qur’an gagal menyinggung proses fotosintesis pada tanaman, karena orang-orang Arab melihat di gurun dimana tanamannya langsung tumbuh setelah hujan. Penulis Al Qur’an mengira air hujanlah yang membuat tanaman tumbuh begitu saja. Padahal kita tahu air hanyalah sebagian saja dari faktor-faktor yang menumbuhkan tanaman. Faktor lainnya adalah sinar matahari yang menyebabkan terjadinya fotosintesis sehingga tanaman memperoleh makanan untuk tumbuh besar dan berbuah. Ayat berikut ini adalah salah satu buktinya.

QS. Al Baqarah [2]: 22
Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan AIR (hujan) dari langit, lalu Dia MENGHASILKAN dengan hujan itu segala BUAH-BUAHAN sebagai rezki untukmu. Karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.

JAWABAN:
Apakah yang menyebabkan suatu tanaman bisa hidup dan tumbuh di lingkungan beratmosfer Bumi? Air dan tanahkah? Ataukah, sinar matahari? Mana yang lebih substansial? Ternyata adalah air dan tanah. Atau, kalau diurutkan, nomer satu air, nomer dua tanah, nomer tiga matahari.

Memang, keberadaan ketiga faktor itu secara simultan akan menjadikan tanaman hidup dan tumbuh secara maksimal. Tetapi, tanpa air, tanaman akan mati. Dan ini bersifat mutlak. Dengan ada air, meskipun tanpa tanah dan sinar matahari, tanaman masih bisa hidup dan tumbuh. Tanaman hidroponik adalah tanaman yang tumbuh tanpa media tanah. Cukup dengan media air. Tanah dibutuhkan, lebih dikarenakan unsur-unsur hara yang ada di dalamnya.

Bahkan penemuan terbaru yang sangat menarik adalah: tanaman bisa hidup dan tumbuh tanpa sinar matahari. Para peneliti di Karlshure Institute of Technology, Jerman telah membuktikan hal itu. Mereka berhasil mengembangkan cara bagi tanaman untuk bisa tumbuh dalam keadaan gelap gulita.

Caranya adalah menggantikan sinar matahari dengan zat kimia bernama 15 Eaphycocyanobilin. Dengan diberi zat ini, tanaman akan berperilaku seperti memperoleh sinar matahari, dan bisa melakukan proses ‘fotosintesis’ di dalam kegelapan. Mereka bisa memproduksi daun, bunga, dan buah-buahan.

Karena, ternyata peran sinar matahari dalam proses fotosintesis adalah untuk mengaktifkan fotoreseptor di dalam tanaman. Dan fotoreseptor itu akan mengaktifkan molekul phytochromobilin yang berperan penting pada proses fotosintesis.

Jadi, itulah sebabnya Al Qur’an tidak menjelaskan hubungan langsung antara sinar matahari dengan pertumbuhan tanaman. Karena, sinar matahari itu memang bukan penyebab utama bagi hidup dan tumbuhnya tanaman.

Al Qur’an dengan sangat jitu menyebut penyebab utama hidup dan tumbuhnya tanaman adalah air sebagaimana diceritakan dalam banyak ayat. Namun demikian, Al Qur’an juga menyebut peran tanah dan matahari, tetapi dalam jumlah yang tidak banyak. Diantaranya adalah ayat-ayat berikut ini.

QS. Al A’raaf [7]: 57-58
Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan HUJAN di daerah itu, maka Kami keluarkan dengan sebab hujan itu pelbagai macam BUAH-BUAHAN. Seperti itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran.

Dan TANAH yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh SUBUR dengan seizin Allah; dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah Kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang yang bersyukur.

QS. An Naba’ [78]: 13-16
Dan Kami jadikan PELITA yang amat terang (MATAHARI)
dan Kami turunkan dari awan air yang tercurah banyak
Supaya Kami tumbuhkan dengan air itu biji-bijian dan tumbuh-tumbuhan
Dan kebun-kebun yang lebat.

Jadi, tudingan mereka terhadap ketidak ilmiahan Al Qur’an itu telah dijawab dengan telak oleh Al Qur’an (ayat qauliyah) dan hasil penelitian mutakhir (ayat kauniyah). Ternyata, bukan Al Qur’an yang salah secara saintifik, melainkan mereka yang belum memiliki ilmunya dan terlalu tergesa-gesa dalam melakukan tudingan.

Wallahu a’lam bishsawab.

Kamis, 10 Oktober 2013

BERHALA AGAMA

Sahabat JERNIH yang dirahmati oleh Allah ..

Jika umat Islam ditanya : “Siapakah yang kau sembah?” Mereka akan menjawab : “Allah .. atau Tuhan!”

Jika umat Islam ditanya : “Apakah agama Islam membolehkan pemberhalaan?” Mereka akan menjawab : “Tentu tidak!”

Betul sekali sahabat. Kalimat “La Ilahaillalah” adalah sebuah ‘kampanye’ anti-pemberhalaan, di mana tidak boleh ada tuhan-tuhan lain selain Allah yang patut disembah. Sejak dahulu para nabi telah berjuang untuk membimbing umat manusia dari bahaya pemberhalaan, dan mengembalikannya ke jalan yang lurus.

Saya sudah pernah membahas tentang “Hakikat Bersyahadat” (https://www.facebook.com/photo.php?fbid=433994340026016&set=o.145664822172198&type=3) di mana di situ saya paparkan bagaimana manusia meskipun berikrar bahwa “Tiada Tuhan selain Allah”, namun pada kenyataannya masih banyak yang bertuhan kepada kelompok dan golongan, uang, jabatan, dsb. Kali ini saya ingin mengingatkan tentang sebuah bahaya pemberhalaan yang seringkali luput dari perhatian kita : “Bertuhan kepada agama!”

Apa itu “Bertuhan kepada agama?”

Sebagaimana kita ketahui, bahwa Al Qur’an mengatakan bahwa segala apa yang kita lakukan di dunia ini pada akhirnya akan dipersembahkan oleh Allah, Sang Pencipta dan Sang Raja Semesta Alam :

“ Katakanlah: ‘Sesungguhnya shalat, ibadah, hidup dan matiku HANYALAH UNTUK ALLAH, Tuhan semesta alam’” (QS Al An’am [6] : 162)

Agama (Din) hanyalah sebuah jalan untuk menuju kepada-Nya. Dengan berpegang kepada “Perjanjian Suci” yang kita kenal dengan nama “Agama” tersebut, maka manusia bisa kembali kepada Allah dalam keadaan yang baik. Namun patut disayangkani, ternyata sebagian dari kita tidak memahami fungsi agama tersebut, sehingga tanpa sadar mereka menjadikan agama itu sendiri sebagai sebuah tujuan akhir, alias “memberhalakan agama”.

Masih ingat kasus kaos bertuliskan “Tuhan, Agamamu Apa?” yang sempat menimbulkan insiden oleh anggota ormas Islam yang merasa marah akan pesan tersebut? Bahkan saya juga beberapa kali membaca komentar di forum dumay yang mengatakan bahwa “Tuhan beragama Islam”.

Ini adalah logika berpikir yang sangat rancu dan lucu. Bagaimana mungkin Tuhan itu beragama? Bukankah Tuhan adalah Sang Pencipta segala sesuatu termasuk agama-agama itu sendiri? Bahkan secara tegas Al Qur’an menjelaskan bahwa Tuhan telah menciptakan berbagai macam jalan (baca : agama) untuk masing-masing umat di dunia ini :

“Dan bagi TIAP-TIAP UMAT ADA KIBLATNYA (sendiri) yang ia menghadap kepada-Nya. Maka BERLOMBA-LOMBALAH KAMU (DALAM BERBUAT) KEBAIKAN. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (di Hari Akhir). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS Al Baqarah [2] : 148)

Memberhalakan agama itu sesungguhnya terjadi pada setiap umat. Hanya saja, saya tidak tertarik untuk membahas yang terjadi pada umat lain, sehingga biarlah hal tersebut menjadi tanggung jawab pemuka agama masing-masing. Di sini saya akan mengkhususkan pembahasan kepada umat Islam saja.

Coba kita amati yang terjadi selama ini di kalangan umat Islam. Masih banyak yang tidak puas jika “Islam” itu tidak menjadi yang “terunggul” atas umat lain. Sehingga alih-alih giat melakukan kebaikan demi kebaikan sebagai perintah Tuhan, yang terjadi adalah main klaim sebagai “agama terbaik” atau “agama terunggul”. Jujur saya cukup sedih ketika mendengar ceramah sebagian ustadz yang tidak terlalu menganjurkan untuk berbuat baik demi kemanusiaan, akan tetapi lebih menitikberatkan kepada “kampanye untuk memeluk agama (baca : lembaga) Islam” dengan iming-iming masuk surga, dan ancaman neraka bagi yang tidak memeluk agama Islam versi ustadz tersebut.

Banyak pula yang berislam dengan iri dengki terhadap kebaikan yang dilakukan oleh golongan-golongan “di luar Islam”, sehingga perbuatan sebaik apa pun selama tidak “berlabel Islam” maka tidak akan diapresiasi bahkan menuai kecurigaan. Segala tradisi positif yang berada di luar “koridor Islam” akan secara sepihak dituduh “sesat dan menyesatkan” sebagaimana : yoga, reiki, hongshui-fengshui, adat Kejawen, spiritualisme, dsb. Ini belum termasuk kecurigaan berlebihan terhadap kegiatan kemanusiaan yang dilakukan oleh umat-umat lain, sehingga muncul istilah : “Kristenisasi, Buddhanisasi, dsb”. Seolah-olah hanya umat Islam yang boleh berbuat kebaikan, sementara umat lain selalu dituduh memiliki ‘misi terselubung’.

Ini sungguh merupakan penyakit kronis yang memprihatinkan. Bagaimana mungkin hati kita terluka ketika melihat orang lain berbuat kebaikan? Bukankah seharusnya hati ini senang ketika semakin banyak orang berbuat kebaikan, terlepas dari latar belakang suku, agama, ras, dan golongannya masing-masing, sebagaimana disebutkan dalam QS 5:48 tadi?

Saya jadi teringat nasihat guru ngaji saya dulu, bahwa ciri-ciri ‘orang sakit’ adalah “senang ketika melihat orang lain menderita, dan menderita ketika melihat orang lain senang”.

Jauh lebih memprihatinkan lagi kalau “Pemberhalaan Agama” ini berkembang menjadi sebuah “gerakan penindasan” yang sistematik. Melarang umat lain membangun rumah ibadah dan beribadah, memaksakan ideologi agama di dalam kehidupan negara yang berbhineka tunggal ika (seperti kasus Lurah Susan di Lenteng Agung baru-baru ini), bahkan secara arogan mengkampanyekan slogan “Islam Will Dominate” yang konon diyakini bahwa “Agama Allah akan dimenangkan terhadap agama-agama lain”. Dengan demikian pergesekan dan pertikaian antar umat, bahkan pertumpahan darah adalah sah-sah saja, asalkan “Islam menjadi yang terbaik, terhebat, dan nomor satu.”

Seperti inikah Islam yang kita pahami? Seperti inikah Islam yang kita yakini? Seperti inikah Islam yang kita inginkan?

Tidakkah kita sadari bahwa segala arogansi yang mengatasnamakan Islam itu justru bertentangan dengan ajaran Islam yang damai dan universal? Catat perkataan saya : 
“Hanya Al Qur’anlah satu-satunya kitab suci yang secara eksplisit mendeklarasikan pengakuan terhadap keberagaman syariat (agama) dan anjuran untuk berlomba-lomba berbuat kebajikan!”

“ ... Untuk TIAP-TIAP UMAT di antara kamu, Kami berikan ATURAN dan JALAN yang TERANG. SEKIRANYA ALLAH MENGHENDAKI, niscaya kamu dijadikan-Nya SATU UMAT (saja), tetapi Allah hendak MENGUJI kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka BERLOMBA-LOMBALAH berbuat KEBAJIKAN ...” (QS Al Maidah [5] : 48)

Ketika agama menjadi berhala, maka petakalah yang akan terjadi. Manusia akan disibukkan untuk menegakkan “label-label agama” namun lalai dalam berbuat kebajikan. 

Mari, kita kembalikan agama sebagai “Jalan menuju Allah”, sebagaimana disebutkan di dalam firman-Nya :

“... Sesungguhnya kami adalah MILIK ALLAH dan kepada-Nya-lah kami KEMBALI .. ” (QS Al Baqarah [2] : 156)

Allahu’alam ...

Kamis, 13 Juni 2013

BENARKAH MURTADIN HARUS DIHUKUM MATI?

Sahabat JERNIH yang diberkahi oleh Allah ...

Ada suatu anggapan umum yang mempercayai bahwa Islam mengajarkan bahwa orang yang keluar dari agamanya (murtad) layak untuk dihukum mati. Itu bukan hanya teori, melainkan benar-benar terjadi bahkan di era modern seperti saat ini, di beberapa negara yang menerapkan ‘syariat Islam’ yang ketat seperti di Afghanistan, misalnya.

Anggapan ini membuat banyak Non-Mukmin memandang Islam sebagai agama mengerikan, yang mengekang kebebasan setiap manusia menentukan jalan hidupnya sendiri, dengan berbagai ancaman yang mengerikan. Sayang sekali, bahwa anggapan yang keliru ini ternyata juga cukup banyak diyakini oleh orang-orang yang mengaku dirinya ‘Muslim’.

Anda bisa googling di internet dan menjumpai beberapa website atau blog yang berbicara tentang keharusan hukuman mati bagi seorang yang murtad. Apakah mereka hanya sekedar omong kosong belaka? Tentu tidak. Mereka memiliki banyak sekali dalil yang bisa membenarkan pandangan mereka.

Di antaranya adalah dalil-dalil berikut :

Ikrimah berkata : “Beberapa orang Zindiq diringkus dan dihadapkan kepada Ali ra, lalu Ali membakar mereka. Kasus ini terdengar oleh Ibnu Abbas, sehingga ia berkata : Kalau aku, tak akan membakar mereka karena ada larangan Rasulullah saw yang bersabda: "Janganlah kalian menyiksa dengan siksaan Allah, " dan aku tetap akan membunuh mereka sesuai sabda Rasulullah saw : "Siapa yang mengganti agamanya, bunuhlah!" (HR Bukhari)

Mu’adz bin Jabal berkata : “Suatu kali Muadz mengunjungi Abu Musa, tak tahunya ada seorang laki-laki yang diikat. Muadz bertanya; "Siapa laki-laki ini sebenarnya? Abu Musa menjawab "Dia seorang Yahudi yang masuk Islam, kemudian murtad. Maka Muadz menjawab; "Kalau aku, sungguh akan kupenggal tengkuknya." (HR Bukhari)

Ibnu Taimiyah berkata : “ Murtad itu terbagi dua, yaitu murtad ringan, kalau dia bertaubat, maka hukuman mati menjadi gugur darinya. Yang kedua adalah murtad berat, dia tetap dihukum mati walaupun sudah bertaubat.” ( Shorim Maslul : 3/ 696 )

Ibn Qudamah berkata : “Para ulama telah bersepakat atas wajibnya membunuh orang murtad.” (Al Mughni 12/271).

Oh .. oh .. Tidakkah anda mencium sesuatu yang ‘Un-Islamic’ di sini?

Ya ... Anda yang jeli pasti bertanya : DI MANA AYAT-AYAT AL QUR’ANNYA?

Jika kita mengaku sebagai seorang Mukmin, tentunya kita memiliki sebuah kitab suci, “manual guide of life”, yaitu Al Qur’an. Sayang sekali, untuk kasus orang berpindah agama (keluar dari Islam), ternyata Al Qur’an tidak dijadikan panduan sama sekali.
Saya sudah sering mengatakan untuk berhati-hati dalam menggunakan Hadits ataupun pendapat para para ulama
Silakan saja, akan tetapi sekali lagi : KROSCEK pendapat-pendapat tersebut dengan Al Qur’an, agar anda tidak melenceng dalam beragama!

Bahkan dalam catatan hadits mana pun, sebenarnya tidak ada satu pun hadits yang meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad pernah membunuh orang-orang yang murtad. Hadits-hadist di atas merupakan perkataan (yang diduga dari) orang-orang dekat Nabi yang mengatakan bahwa Nabi mengajarkan demikian, bahwa orang murtad haruslah dihukum mati.

Mari sekarang kita telaah bersama, apa yang Al Qur’an katakan terhadap orang murtad!

Pertama-tama, mari kita baca sebuah ayat yang merupakan GOLDEN RULE terkait kebebasan orang dalam berkeyakinan :

QS Al Baqarah [2] : 256
“TIDAK ADA PAKSAAN DALAM BERAGAMA; SESUNGGUHNYA TELAH JELAS JALAN YANG BENAR DARIPADA JALAN YANG SESAT. Karena itu barangsiapa yang menolak kejahatan dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Al Qur’an : di banyak ayatnya telah menjelaskan berbagai tanda-tanda eksistensi dan keberadaan Allah Sang Pencipta, tentang kebaikan dan keburukan, tentang orang-orang yang berakal dan orang-orang yang enggan menggunakan akalnya; dengan demikian keyakinan akan menjadi pilihan setiap manusia. Allah sendiri mengatakan bahwa bukan hal yang sulit untuk menjadikan seluruh manusia di dunia menjadi orang-orang yang beriman, karena itu untuk apa memaksakan sebuah keimanan terhadap seseorang :

QS Yunus [10] : 99
“Dan JIKALAU TUHANMU MENGHENDAKI, TENTULAH BERIMAN SEMUA ORANG di muka bumi seluruhnya. Maka APAKAH KAMU (HENDAK) MEMAKSA manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya ?”

Sekarang mari kita telaah ayat-ayat yang berbicara tentang seseorang yang murtad, alias keluar dari agama Islam!

QS An Nisaa [4] : 137
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman KEMUDIAN kafir, KEMUDIAN beriman (lagi), KEMUDIAN kafir lagi, KEMUDIAN bertambah kekafirannya, maka sekali-kali Allah tidak akan memberi ampunan kepada mereka, dan tidak (pula) menunjuki mereka kepada jalan yang lurus.”

QS Ali Imran [3] : 86
“Bagaimana Allah akan menunjuki suatu KAUM YANG KAFIR SESUDAH MEREKA BERIMAN, serta mereka TELAH MENGAKUI bahwa Rasul itu (Muhammad) benar-benar rasul, dan keterangan-keteranganpun telah datang kepada mereka? Allah tidak menunjuki orang-orang yang zalim.”

QS Ali Imran [3] : 72
“Segolongan (lain) dari Ahli Kitab berkata (kepada sesamanya): "PERLIHATKANLAH (SEOLAH-OLAH) KAMU BERIMAN kepada apa yang diturunkan kepada orang-orang beriman (sahabat-sahabat Rasul) pada permulaan siang dan INGKARILAH IA PADA AKHIRNYA, supaya mereka (orang-orang mukmin) kembali (kepada kekafiran)”

Perhatikan bahwa ayat-ayat tersebut berbicara tentang beberapa orang yang beriman, kemudian kafir, kemudian beriman, kemudian kafir, dst. JIKA memang benar Hukuman Mati bagi para murtadin itu benar-benar ada, maka TIDAK MUNGKIN ada orang-orang yang berlaku seperti itu, karena mereka akan LANGSUNG DIHUKUM MATI, begitu mereka melakukan kemurtadan untuk pertama kalinya!

Perhatikan juga QS An Nisaa (4): 88-91 yang mengajarkan kepada orang-orang beriman untuk mendahulukan perdamaian daripada pertumpahan darah, kepada orang-orang munafik (yang menyatakan diri beriman, kemudian kafir) jika orang-orang munafik itu menginginkan perdamaian pula!

Maka di sini jelas telah terbukti bahwa kepercayaan akan Hukuman Mati bagi para murtadin tidak mendapatkan dasar apa pun di dalam Al Qur’an. Pembunuhan atas nama agama atau keyakinan sebenarnya telah terjadi sepanjang sejarah kemanusiaan, kita tentunya juga paham pada masa abad pertengahan Gereja Eropa bisa dengan mudahnya menghilangkan nyawa seseorang dengan tuduhan “Heresy” alias “Bid’ah”.
Sayangnya, sebagian dari pengikut Nabi Muhammad pada waktu itu ikut larut dalam nuansa ‘kebengisan purba’, yang terus dilestarikan hingga kini oleh mereka-mereka yang mengklaim sebagai pengikut Nabi yang penuh welas asih tersebut.

Bahkan pengertian : Islam, Muslim, Mukmin, Kafir, dan Murtad itu sendiri tidak sesederhana berganti KTP, ritual, atau baju keyakinan, seperti cara pandang kebanyakan orang saat ini. Insya Allah akan saya bahas di lain kesempatan.

Kebebasan memilih keyakinan adalah sesuatu yang fundamental di dalam ajaran Islam yang BERBASIS Al Qur’an. Allah telah memberikan berbagai tanda-tanda di alam semesta yang dihamparkan-Nya, tinggal manusia yang memilih akan beriman atau menjadi kafir (terhadap keberadaan dan nikmat Allah), yang tentunya akan mengandung konsekuensi di Hari Penghakiman nanti!

“Dan katakanlah: ‘Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka BARANGSIAPA yang INGIN (beriman) HENDAKLAH ia BERIMAN, dan BARANGSIAPA yang INGIN (kafir) BIARLAH ia KAFIR (dengan konsekuensi yang ditanggung sendiri-sendiri)’......."

Allahu’alam ...

Semoga bermanfaat!

MENGKAJI SURAT AL-ASHR

QS Al Ashr [103] : 1-3
"Demi waktu! Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian! Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran."

Inilah salah satu surat yang cukup familiar di telinga umat Islam. Surat Al Ashr, meskipun sangat pendek, namun ternyata memiliki makna yang sangat dalam. Mari kita kaji!

Allah bersumpah atas nama waktu, bahwa pada dasarnya manusia itu hidup di dalam kerugian. Apa maksudnya? Kerugian berarti adalah manusia mengalami kesia-siaan dalam hakikat penciptaannya di dunia ini. Ia akan menjalani kehidupan yang gagal. Kegagalan itu bisa dirasakan di dunia maupun di akhirat nanti. Ia akan menjadi orang yang terbuang, yang hina, dan terputus dari rahmat Allah.

Agar manusia tidak mengalami kerugian, Allah telah memberikan petunjuk yang sederhana, namun dalam maknyanya. Pertama, ia harus beriman. Kedua, beramal saleh. Ketiga, saling mentaati kebenaran, dan Keempat saling menetapi kesabaran.

Apakah beriman itu? Beriman artinya adalah meyakini. Proses beriman itu apakah sekedar mengikuti tradisi orang tua kita, atau memang didapatkan melalui sebuah pencarian? Tentu saja iman akan kuat tak tergoyahkan ketika kita telah melalui proses pencarian terlebih dahulu, dengan memaksimalkan antara kombinasi hati dan pikiran.

Dimulai dengan menelaah petunjuk-petunjuk yang datang dari Allah melalui kitab-kitab suci. Mulai dari Taurat, Zabur, Injil, hingga disempurnakan dalam Al Qur'an. Ketika kita telah meyakini bahwa kitab-kitab tersebut telah memberi sebuah pencerahan dan petunjuk yang jelas kepada kita untuk mengarungi kehidupan ini, tentu kita akan yakin akan kebenaran para Nabi dan Rasul Allah, mulai dari Nabi Adam hingga Nabi Muhammad. Dengan meyakini kitab suci dan para Nabi dan Rasul, maka keyakinan itu akan membawa kita mencapai kesadaran akan keberadaan Allah Sang Pencipta alam semeta.

Keimanan harus berlanjut kepada amal saleh. Al Qur'an telah gamblang menjelaskan bagaimana kita harus beramal saleh. Yang jelas amalan saleh dalam Al Qur'an itu sama sekali tidak njlimet. Menyayangi sesama makhluk hidup, berbuat baik kepada siapa pun, menolong siapa saja yang membutuhkan, serta menyantuni anak yatim dan fakir miskin. Sehingga ada dampak positif dari keberimanan kita.

Namun demikian, ternyata iman dan perilaku yang baik itu tidak cukup hanya untuk diri sendiri. Orang-orang beriman harus senantiasa mengembangkan sikap saling menasehati dan mengingatkan kepada sesama manusia akan kebaikan, dan mencegah kejahatan. Tentu dunia tidak akan menjadi lebih baik jika hanya anda saja yang baik hati, sementara sisanya adalah orang-orang jahat. Sampaikanlah pesan-pesan Allah itu semampu anda. Jika anda mahir berbicara langsung di depan orang, maka bicaralah dengan baik! Jika anda merasa malu dan hanya bisa berbicara di balik layar, maka anda bisa menasehati sesama manusia lewat media tulisan dan facebook ini misalnya. Anda pun bisa menasehati orang lain lewat contoh perilaku yang baik. Lakukan apa saja semampu anda, asal bisa efektif dan berdampak positif!

Yang terakhir adalah mengembangkan sikap sabar. Mari kita renungkan.. Semua perintah Allah itu adalah satu paket. Anda tetaplah orang yang merugi dalam perjalanan hidup anda, seberapa pun kuat iman anda, seberapa saleh pun anda, seberapa teguh anda memberi nasihat kepada sesama.. jika anda belum bisa bersabar! Kemarahan, kebencian, kekerasan, dan penindasan adalah akibat dari disingkirkannya kata "sabar" dalam kamus hidup anda. Maka dari itu, saya sungguh prihatin melihat kondisi umat Islam saat ini yang jauh dari kesabaran. Bahkan ilmu agama yang tinggi tidak menjamin seseorang bebas dari amarah yang berlebihan, saling caci mencaci, hujat menghujat, dan melakukan tindak anarki dengan alasan agama! Agama disenggol sedikit saja, bukannya dilawan dengan dialog yang baik, akan tetapi langsung direspon dengan aksi premanisme. Ini sungguh jauh dari apa yang diinginkan Allah kepada orang-orang beriman.

Maka dari itu, setelah anda memahami keempat syarat yang diberikan Allah agar manusia tidak merugi.. Pertanyaanya : kenapa Allah menggunakan kata "waktu" dan "kerugian"?

Ya.. Karena waktu terus berjalan. Detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, dan tahun terus bergerak, dan kita tidak akan bisa kembali walau barang sedetik pun..

Ya.. Karena waktu adalah salah satu syarat utama terciptanya kehidupan, selain ruang. Karena keberadaan waktu lah, segala sesuatu menjadi semakin tua, semakin lemah, semakin usang, semakin lapuk, semakin rusak..

Ya.. Karena hidup kita ini ibarat menaiki kereta waktu.. Di mana rel waktu setiap orang akan berbeda panjang pendeknya. Bisa jadi yang muda lebih dulu mati daripada yang tua. Bisa jadi yang sehat lebih dulu mati daripada yang sakit. Maka jika kita tidak mengisi detik demi detik kehidupan kita dengan iman, amal salih, kebenaran, dan kesabaran.. Bagaimana jika tiba-tiba kereta waktu kita telah tiba di stasiun terakhir?

Pernahkan anda membayangkan kapan kereta anda akan berhenti di stasiun terakhir?

Apakah anda memiliki pengetahuan tentang itu?

Sudah siapkah anda?

Untung atau rugi?

Allahu'alam ..


Semoga bermanfaat!