Senin, 11 Juli 2011

HIKMAH DALAM SURAH ABASA

Oleh Syekh Subakir pada 11 Juli 2011 pukul 6:11

QS Abasa [80] : 1-12
Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling,
karena telah datang seorang buta kepadanya.
Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa),
atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya?
Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup,
maka kamu melayaninya.
Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman).
Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran),
sedang ia takut kepada (Allah),
maka kamu mengabaikannya.
Sekali-kali jangan (demikian)! Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan,
maka barangsiapa yang menghendaki, tentulah ia memperhatikannya,

Suatu ketika Nabi Muhammad berunding dengan pemuka-pemuka suku Quraisy. Di tengah-tengah perundingan tersebut, datanglah seorang sahabat yang buta dan miskin bernama Ibnu Ummi Maktum yang meminta kepada Rasulullah untuk membacakan ayat-ayat suci Al Qur'an. Rasulullah merasa kesal dengan sikap Ibnu Ummi Maktum yang dianggapnya kurang sopan dan tidak tahu menempatkan diri, di tengah-tengah perundingan penting yang akan menentukan masa depan hubungan antara kaum Mukmin dan kaum Quraisy Makkah. Karena kesal, Rasulullah menampakkan wajah masam dan memalingkan muka. Maka turunlah Surah Abasa ini yang artinya "Ia Bermuka Masam", yang merupakan teguran Allah kepada Rasulullah yang bersikap seperti itu. Betapa Rasulullah adalah manusia pilihan yang berjiwa besar dengan mengakui kesalahannya. Beliau segera membacakan ayat-ayat tersebut di depan hadirin, seraya meminta maaf kepada Ibnu Ummi Maktum.

Apa hikmah yang bisa kita petik dalam kisah ini?

Ya... Jangan mudah terjebak oleh tampak luar! Lihat isinya! Kata pepatah Barat "Don't judge a book by its cover".

Kebanyakan dari kita seringkali menilai kepribadian seseorang dari tampak luarnya saja. Dalam hal memberi dan menerima, kita telah terjebak pada hal-hal yang bersifat kulit, sementara isinya kita abaikan. Kita memberi dan menerima, hanya kepada orang-orang yang "ideal" menurut sudut pandang kita saja.

Jika melihat pemuda yang berpakaian gaul, langsung kita berpikir bahwa mereka orang-orang yang tidak mengerti agama. Sementara melihat orang yang kemana-mana memakai peci, langsung kita berpikir bahwa ia adalah orang yang saleh. Padahal berapa banyak pemuda gaul yang hidupnya bermanfaat untuk masyarakat dan lingkungan, dan berapa banyak orang berpeci yang juga menjadi koruptor?

Pernahkah kita mengalami perasaan marah atau kesal ketika dinasehati anak atau saudara kita yang lebih muda? Dengan arogan kita berkata, "Ah! Tau apa kau ini! "Tapi lucunya, ketika orang lain yang menyampaikan dengan maksud yang sama, kita ternyata bisa menerima! Inilah ternyata, ketika hawa nafsu dan egoisme mendominasi akal pikiran dan hati kita, sehingga kita tidak bisa jernih memandang suatu permasalahan sehingga menjauhkan kita dari hikmah.

Begitu pula dengan pemahaman agama. Sudah menjadi fakta bahwa umat Islam terlalu sibuk berputar-putar di ranah kulit, tanpa memahami isi. Beragama dengan simbol, bukan hikmah! Lebih banyak berdebat mengenai gerakan shalat yang benar seperti apa, tapi melupakan masalah substansi tujuan shalat yaitu mencegah manusia dari perbuatan keji.

Ketika ada generasi muda yang kritis, pandai dalam menangkap intisari ajaran Islam dan berusaha merumuskannya dalam konteks kekinian, langsung saja mereka dicap ingkar, bahkan sesat. Dengan arogan mereka diberondong pertanyaan, "Berapa lama mondok di pesantren? Hafal Al Qur'an dan Hadits gak?" Belum belajar ilmu ini itu kok udah sok-sokan bicara agama!" Sementara di lain pihak bila seorang "ulama" yang sudah tua, dengan jenggot lebat, sorban dan jubah, betapa pun provokatifnya dan betapa pun anti modernitasnya, maka kita serta merta akan menganggapnya sebagai sebuah kebenaran. Masya Allah! Ternyata simbol agama dianggap lebih penting dari pada isi agama itu sendiri! Ini namanya taqlid buta, sahabat .

Maka dari itu, saya tidak akan pernah berhenti menghimbau sahabat-sahabat sekalian untuk beragama dengan hikmah, bukan simbol. Jangan terlalu banyak habis waktu membahas seputar syariat, sementara kita melupakan hakikat! Pencarian kebenaran adalah suatu proses yang tidak akan pernah berhenti sampai ajal menjemput. Maka dari itu dibutuhkan sikap terbuka dan berbesar hati untuk menerima dan memberi, dengan tidak terjebak oleh simbol-simbol keagamaan dan kulit luar saja. Dalam mencari kebenaran, tidak ada guru tidak ada murid. Guru sejati hanyalah Allah semata. Seperti halnya teladan pada Rasulullah, yang selalu menyebut umantnya sebagai sahabat, karena beliau tidak pernah memposisikan dirinya sebagai guru.

Allahu'alam.. Semoga bermanfaat ..


Sabtu, 09 Juli 2011

HARAMNYA BABI, SEBUAH KAJIAN TEOLOGIS

Suatu hari, seorang sahabat saya non-muslim bertanya kepada saya, "Mengapa orang Islam diharamkan mengkonsumsi daging babi?" Teman saya ini sebagai non-muslim dia juga mengkonsumsi dagin babi, dan dia adalah seorang yang berpendidikan tinggi. Maka dari itu saya berikan dia jawaban-jawaban yang saya nilai logis, tapi ternyata alasan-alasan yang saya kemukakan tersebut dibantai mentah-mentah!

1. Babi mengandung cacing pita (Taenia Solium).

Sanggahan:
Jika suatu saat ada teknologi yang bisa membuat babi bebas cacing, akankah babi itu dihalalkan?

2. Babi adalah hewan yang jorok.

Sanggahan:
Definisi jorok itu subyektif sekali. Bagaimana jika saya memelihara babi sejak kecil dan saya tempatkan di lingkungan yang higienis? Kalau bicara jorok, ikan lele juga jorok! Karena doyan (maaf) kotoran manusia. Tapi kenapa ikan lele tidak diharamkan juga?

3. Babi adalah media untuk penularan virus penyakit, seperti flu babi misalnya.

Sanggahan:
Tergantung ilmu kedokteran, jika bisa memvaksin babi hingga mereka bebas virus, apakah akan menjadi halal? Virus yang mengakibatkan flu burung itu juga dari hewan unggas! Kenapa mereka tidak diharamkan?

4. Babi tidak baik untuk kesehatan, terutama meningkatkan obesitas.

Sanggahan:
Kalau begitu hamburger, pizza, minuman bersoda dan es krim juga haram! Karena juga memacu obesitas! Kalau kesehatan jadi alasan, daging kambing juga bisa haram buat yang hipertensi!

5. Mengkonsumsi daging babi bisa berpengaruh pada perilaku manusia yang mengkonsumsinya.

Sanggahan:
Ah, ini maksa! Saya banyak ketemu orang pengkonsumsi daging babi yang kelakuannya jauh lebih manusiawi daripada orang yang tidak pernah mengkonsumsi daging babi!

Waduh .. waduh .. waduh .. ngajak berantem rupanya nih orang (hehehe .. bercanda)! Dia tetap ngotot minta alasan yang pas kenapa umat Islam dilarang makan babi. Kemudian saya tanya sama dia, kalau saya memberi jawaban dari sudut pandang teologis (keyakinan), kira-kira mau terima atau tidak? Dia menjawab, " Ya kalau memang menurut saya logikanya pas, why not?"

Jawaban saya adalah : Karena babi memang diciptakan Tuhan untuk MENGUJI KEIMANAN umat manusia!

Lho kok ...?

Ya! Allah telah menetapkan babi sebagai salah satu BATU UJIAN atas KEIMANAN umat manusia, khususnya pengikut agama Samawi (Yahudi, Kristen, dan Muslim).

Ah .... Yang bener??? Ajaran Yahudi dan Kristen juga mengharamkan umatnya memakan daging babi? Mana buktinya?

Imamat 11: 7-8
“Dan lagi BABI, karena sungguhpun kukunya terbelah dua, yaitu bersiratan kukunya, tetapi ia tiada memamah biak, maka HARAMlah ia kepadamu. Janganlah kamu makan dari pada dagingnya dan jangan pula kamu menjamah bangkainya, maka haramlah ia kepadamu”

Perintah ini diulangi juga pada Kitab Ulangan pada Perjanjian Lama. Meskipun amat disayangkan, pada Alkitab terjemahan Indonesia oleh Lembaga Alkitab Indonesia (LAI), kata "babi" telah DIGANTI menjadi "babi hutan". Namun jelas, dalam terjemahan aslinya yang berbahasa Ibrani adalah ALKHNZYR, yang berarti babi saja. Alkitab terjemahan Inggris pun menggunakan kata SWINE, yang merupakan pengertian babi secara umum.

Kitab Imamat dan Ulangan adalah termasuk dalam Taurat Musa, yang hukum-hukumnya TETAP diikuti oleh Nabi Isa Almasih (Yesus Kristus). Bisa dibaca pada Injil Matius 5 : 17-20.

Sementara Al Qur'an dalam 3 ayat berbeda menjelaskan tentang haramnya daging babi untuk dikonsumsi. Salah satunya adalah sbb :

QS Al-Baqarah [2] : 173
"Sesungguhnya Allah HANYA mengharamkan bagimu bangkai, darah, DAGING BABI, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

Betapa maha pemurahnya Allah! Dari sekian juta spesies hewan yang diciptakannya, ternyata Allah gak neko-neko.. cuma mengharamkan satu spesies saja untuk dimakan bagi orang beriman yaitu BABI! Akan tetapi kemaha pemurahan Allah ini masih saja dilanggar oleh umatnya dengan memakan SATU-SATUNYA daging yang dilarang oleh Allah untuk dikonsumsi!

Jadi jelas.. Babi diciptakan Allah untuk menguji keimanan hamba-Nya! Perkara babi mengandung cacing dan berbagai macam penyakit itu adalah efek sampingnya saja! Karena Allah sudah barang tentu memberi perintah dan larangan selalu ada hikmahnya!

Kemudian teman saya itu (masih gak puas aja nih orang..) bertanya, "Kenapa Islam begitu membenci babi?"

Islam hanya melarang umatnya makan babi. Sama sekali tidak ada perintah dari Allah untuk membenci babi, apalagi menyiksa babi! Ya inilah, kadang-kadang umat Islam masih sering berlebih-lebihan dalam merespons perintah dan larangan Allah! Yang diperintahkan cuma A, ehh .. malah melakukan A-Z! Padahal Allah tidak suka kita berlebih-lebihan alias lebay! Apalagi kalau kata "babi" itu digunakan untuk menghina umat tertentu dan ras tertentu sebagaimana kadang kita ucapkan dan dengarkan! Astaghfirullah! Maha suci Allah dari segala apa yang mereka perbuat!

QS Al An'aam [6] : 141
"....dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan".

Sebagai pengikut agama rahmataan lil'alamiin, sudah seharusnya umat Muslim menyayangi semua makhluk hidup, tak terkecuali babi! Sadarkah kita, bahwa babi itu juga bisa mendatangkan pahala bagi manusia?

Pahala??!!!! Wah, teori ngaco dari mana lagi ini?!!!

Ya iyalah... Pahala itu datang ketika kita menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya. Babi itu jelas dilarang untuk dimakan. Nah, sekarang saya tanya: Berapa kalikah anda berkunjung ke restoran, dan ketika membaca menu yang kebetulan ada menu babinya, kita tidak memilihnya dan memilih makanan yang non-babi? Malah kadang kita bertanya kepada pelayan, "Mbak, restoran ini ada menu babinya tidak?" Ketika kita tahu bahwa restoran itu menjual menu babi, kita memilih untuk tidak makan di sana. Saya yakin kejadian ini berulang kali terjadi pada kita. Setiap kali hal ini terjadi, pahala datang kepada kita bukan?

Ooooo ... iya ya ya .....

Teman non-muslim saya itu melongo saja. Saya tanya pada dia, apakah alasan ini bisa diterima?

Di luar dugaan saya, ia tersenyum sambil berkata, "Siap bos! Mantappp!"

Ternyata teman saya yang berpendidikan tinggi ini lebih bisa menerima logika teologis daripada logika biologis yang sering dijadikan alasan kenapa babi itu diharamkan! Subhanallah!

Terakhir ... Dia masih nanya lagi .. (gak kapok-kapok juga nih orang!)

"Kalau alasannya adalah batu ujian keimanan, kenapa Allah memilih babi? "

Saya dengan enteng menjawab, "Karena daging babi itu ENAK!".
Note: Saya pernah secara tidak sengaja makan daging babi, dan harus saya akui daging babi itu HUENAAAKKKK TENANNN

"Lohhh ... kok alasannya enak, bro? "

"Ya iyalahh .. Coba kalau yang diharamkan itu daging kecoa atau daging cacing kremi (wueksss) ... Ya gak usah diharamin oleh Allah umat manusia udah kagak doyan!!! "

Allahu'alam... Semoga bermanfaat .


Kamis, 07 Juli 2011

AYAT-AYAT SEMESTA

Apa sih sebenarnya tujuan hidup manusia itu?

Kekayaan?... Jabatan?... Keluarga yang bahagia?... Nama besar?...

Sahabatku, sebenarnya itu semua hanyalah tujuan duniawi yang semu. Ada sebuah tujuan hidup yang hakiki. Yang merupakan cetak biru dari Sang Pencipta... Ya! Tujuan hidup ini sebenarnya hanyalah untuk kembali kepada-Nya. Tidak ada sesuatu pun di dunia ini yang kekal, melainkan akan kembali kepada-Nya. Dari tiada, menuju ada, dan kemudian tiada lagi.

Semua makhluk, termasuk manusia, tentu saja akan kembali kepada Allah. Akan tetapi, apakah semua manusia itu akan sama keadaannya ketika berhadapan dengan Allah? Tentu tidak. Ada yang kembali dalam keadaan terhormat, dan ada pula yang kembali dalam keadaan hina.

Bagaimana caranya agar kita bisa kembali kepada Sang Pemilik Jiwa Raga kita dalam keadaan terhormat?

Tentu saja dengan mengenal-Nya!

Mengenal-Nya... ?

Bukankah hampir semua manusia mengenal-Nya?
Ya.. tapi sekedar kenal nama dan sebutan-Nya saja. Mengenal di sini berarti adalah mengenal dengan kesadaran penuh sehingga kita mengerti apa yang dikehendaki-Nya.

Oke.. Kalau begitu bagaimana cara mengenal-Nya?

Ya dengan segala aturan-Nya yang bisa ditemui pada kitab-kitab suci, seperti Al Qur’an bagi umat Islam. Ayat-ayatnya memberikan petunjuk kepada kita bagaimana cara mengenal Allah.

Ya ya ya.. kami setiap hari mengaji, bahkan menghafal ayat-ayat Al Qur’an. Apakah berarti kami telah mengenal Allah?

...Ya, tapi belum cukup

Sesungguhnya ayat-ayat Al Qur’an hanyalah petunjuk dasar saja, untuk kita dapat menemukan ayat-ayat Allah yang lain!

Ohh.. masih adakah ayat-ayat Allah yang lain? Ya, ya, dan ya! Ayat-ayat Allah ternyata tersebar di mana-mana. Di seluruh alam semesta!

QS Yusuf [12] : 105
"Dan banyak sekali ayat-ayat Allah di langit dan di bumi yang mereka melaluinya, sedang mereka berpaling daripadanya.

Saudaraku... mari kita mencermati ayat pertama Al Qur’an yang turun: “Bacalah!” Sesungguhnya maknanya lebih dari sekedar membaca alias mengeja huruf demi huruf pada ayat-ayat Al Qur’an. “Bacalah” di sini secara luas maknanya adalah “Bacalah tanda-tanda kekuasaan Allah, agar kamu mengenal-Nya!”

Seringkali kita membaca ayat-ayat Al Qur’an tetapi sebatas di bibir saja, tidak sampai ke otak dan hati. Sehingga kita mengabaikan perintah yang jelas termuat dalam ayat-ayat tersebut.

QS Adz-Dzariyaat [51] : 20-21
Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin, dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tiada memperhatikan?

QS Yasiin [36] : 77
Dan apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setitik air (mani), maka tiba-tiba ia menjadi penantang yang nyata!

QS Al Ghaasyiyah [88] : 17-20
Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan? Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?

QS Al Jaatsiyah [45] : 13
Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berpikir.”

Ternyata Allah memerintahkan kepada umat manusia agar mengerti tanda-tanda kekuasaannya dengan membaca alam semesta! Bagaimana kita bisa tahu tentang rahasia alam semesta, jika kita malas belajar ilmu pengetahuan??!

Jika ingin tahu bagaimana Allah menciptakan makhluk hidup, pelajarilah biologi! Jika ingin tahu bagaimana Allah menciptakan bumi dan langit, pelajarilah geologi dan asronomi! Jika ingin tahu bagaimana Allah menyusun karakteristik hubungan antar manusia, pelajarilah sosiologi! Jika ingin tahu bagaimana cara mengelola bumi ini sehingga bisa mensejahterakan masyarakat, maka pelajarilah ilmu ekonomi! Jika ingin dunia ini semakin berwarna, maka pelajarilah ilmu kesenian!

Seperti itulah yang dikehendaki Allah pada umat manusia, untuk terus mencari tanda-tanda Allah dengan ilmu dan hikmah! Namun sayang, banyak di antara kita yang mengaku Islam (dan paling Islami) ternyata lebih suka duduk membaca dan mengulang-ulang ayat-ayat Al Qur’an (dan banyak yang hanya tahu bahasa Arabnya saja tanpa tahu artinya). Kemudian ayat-ayat tersebut dihapal untuk dipamerkan kepada orang awam. Sementara ayat-ayat Allah yang berserakan di alam semesta diabaikan begitu saja!

Dengan ilmu yang terbatas itu, sebagian dari kita malah bersikap sombong dan mengatakan bahwa tidak perlu mendengar dan mencari tahu sumber-sumber lain, karena Islam (baca: Al Qur’an) telah menyediakan semua! Ini jelas pemikiran yang error, karena Al Qur’an baru menyediakan aturan dasar saja sementara Allah memerintahkan kita untuk terus mengembangkan potensi diri dengan belajar dan berpikir! Lebih parah lagi jika ada orang yang mengaku Islam tapi mengatakan kalau mempergunakan akal pikiran akan menjadikan kita sesat! Allah justru murka terhadap orang-orang yang enggan menggunakan akal pikirannya!

QS Yunus [10] : 100
Dan tidak ada seorang pun akan beriman kecuali dengan izin Allah; dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya

Maka dari itu sahabat.. Pelajarilah ayat-ayat Allah dalam Al Qur’an, dan lanjutkan dengan mempelajari ayat-ayat Allah yang tersebar di seluruh penjuru alam semesta, dengan ilmu pengetahuan! Di situ kita akan benar-benar melihat, dengan penuh kekaguman, betapa alam semesta yang luas, indah, penuh warna, dengan sistemnya yang teratur, adalah bukti kebesaran Allah SWT.. Subhanallah!

Dengan berilmu, maka akan semakin mudah mengenal Allah. Dimulai dengan akal pikiran, maka hati akan tulus mengabdi kepada Sang Pencipta. Kalau kita telah mengenal Allah, maka perilaku kita akan semakin baik. Kita akan sadar betapa kecilnya kita di hadapan Allah. Kita tidak akan bersikap sombong dan merasa paling pintar dari orang lain. Dengan mengenal Allah melalui tanda-tandanya, kita akan semakin mengerti tentang arti kehidupan, menghargai nilai-nilai kemanusiaan, dan akan bijak dalam menyikapi perbedaan. Ibarat ilmu padi, semakin berisi semakin menunduk.

Allahu’alam, Semoga bermanfaat ..


Rabu, 06 Juli 2011

KENAPA BABI HARAM?

Oleh Umar Faruq pada 6 Juli 2011 pukul 8:15

QS. Al An’aam [6] : 145
Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi - karena sesungguhnya semua itu kotor - atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

Ayat di atas sangat menarik. Dikatakan bahwa babi itu kotor. Apanya yang kotor??
Kata rijsun – kotor -, rijsa, berakar kata dari rajisa, yang menurut kamus al Munawwir memiliki makna perbuatan keji, kotor, dan bujuk rayu setan sehingga menimbulkan kemudharatan. Kata-kata ini selain digunakan untuk mengharamkan daging babi, darah, bangkai, juga digunakan untuk mengharamkan perjudian, khamr (yang memabukkan), menyembah berhala dan mengundi nasib.

Penggunaan kata rijsun atau rijsa adalah berbagai perbuatan yang dilarang itu mengacu kepada adanya kemudharatan di dalam perbuatan itu yang tidak hanya bersifat fisik, melainkan juga psikis.

Jadi, alasan utama pelarangan daging babi itu memang benar-benar karena kotor dalam arti fisik dan psikis. Kok bisa? Cobalah anda perhatikan kehidupan babi. Ia adalah binatang yang memiliki lingkungan hidup kotor dan makanannya pun kotor.

Apa saja dimakannya. Mulai dari sisa makanan yang baik sampai yang sudah busuk. Air bersih sampai air comberan. Bahkan kotorannya sendiri pun dimakan. Babi adalah binatang yang sangat rakus.

Lingkungan hidupnya jorok, sehingga sangat riskan untuk menjadi media penularan berbagai macam bakteri dan virus. Di dalam tubuh babi terdapat banyak racun, cacing, dan penyakit-penyakit tersembunyi. Tubuh babi menjadi media bagi puluhan jenis penyakit yang membahayakan manusia. Cacing pita adalah salah satu dari jenis penyakit berbahaya yang ngendon di tubuh babi. Selain cacing pita masih ada cacing trachenea lolipia, cacing trichinella spiralis, cacing taenia solium.

Influensa adalah penyakit lain yang sering ditularkan oleh babi kepada manusia. Penyakit ini masuk ke paru-paru babi selama bulan-bulan musim panas dan cenderung menular kepada babi lainnya dan juga kepada manusia pada bulan yang lain. Sosis babi mengandung sedikit paru-paru babi, sehingga orang yang makan sosis babi akan mengalami penderitaan yang lebih berat pada masa terjadinya wabah influensa.

Karena itu, dalam sebuah peternakan, babi harus harus selalu diberi antibiotik dalam dosis yang tinggi. Di Jerman dilaporkan sebuah kasus penolakan daging babi, karena kadar antibiotiknya yang demikian tinggi sehingga membahayakan konsumen. Makan daging babi sama dengan makan antibiotik. Jika itu terjadi dalam kurun waktu panjang, akan sangat membahayakan sistem imunitas tubuh manusia.

Daging babi juga mengandung banyak sekali histamin dan senyawa imidazol yang menyebabkan gatal dan inflamasi; hormon pertumbuhan meningkatkan inflamasi dan pertumbuhan, mensenchymal mucus yang berisi sulfur, dapat menyebabkan terjadinya pembengkakan dan menghasilkan mucus di tendon dan tulang rawan, sehingga menyebabkan terjadinya radang sendi, reumatik, dan sebagainya. Sulfur dapat menyebabkan terjadinya degenerasi pada tulang rawan manusia.

Memakan daging babi juga dapat menyebabkan terjadinya kencing batu dan kegemukan. Barangkali karena kolesterolnya yang tinggi dan kandungan lemak tak jenuh.

Bahaya lain yang terdapat pada babi adalah mekanisme biokimiawi tubuhnya. Babi banyak menyimpan urid acid di dalam darahnya. Urid acid (asam urat) yaitu suatu senyawa kimia yang bisa berbahaya bagi kesehatan manusia. Hanya sekitar 2% saja urid acid yang dikeluarkan lewat kencingnya. 98% masih tersimpan di dalam tubuhnya. Celakanya, babi tidak bisa disembelih di bagian lehernya, karena babi memang tidak punya leher. Sehingga darah yang semestinya dikeluarkan saat penyembelihan, pada babi tidak terjadi. Kandungan uric acid ini berbahaya bagi kesehatan konsumen karena bisa memicu berbagai penyakit persendian. Sejumlah penyakit kulit juga dilaporkan terjadi pada orang-orang yang mengkonsumsi daging babi secara terus menerus.

Babi juga merupakan inkubator yang baik bagi parasit dan virus toksik, meskipun binatang ini tidak tampak sakit ketika membawa penyakit ini. Seorang ilmuwan dari University of Giessen’s Institute for Virology di Jerman dalam penelitiannya mengenai wabah influensa di seluruh dunia menunjukkan bahwa babi adalah satu-satunya binatang yang dapat bertindak sebagai sarana pencampur bagi virus-virus influensa baru yang dapat dengan serius mengancam kesehatan dunia. Jika seekor babi diekspos ke DNA virus manusia, kemudian ke virus burung, maka babi tersebut akan mencampur kedua virus tersebut dan mengembangkan sebuah DNA baru yang seringkali sangat berbahaya bagi manusia. Virus-virus ini menyebabkan terjadinya wabah dan kerusakan di seluruh dunia. Gabungan dari rangkaian genetika dari influensa babi kepada influensa manusia tersebut dapat menciptakan kerusakan yang mematikan dan membunuh 40 juta manusia di seluruh dunia pada tahun 1918 dan 1919 (Journal reference: Science (vol.293, p.1842). Para ahli virus telah menyimpulkan bahwa jika kita tidak menemukan cara untuk memisahkan manusia dengan babi, maka seluruh penduduk bumi berada dalam bahaya. The 1942 Yearbook of Agriculture melaporkan bahwa 50 penyakit ditemukan pada babi, dan sebagian dari penyakit ini masuk kedalam tubuh manusia karena mereka makan daging babi.

Dr. Gordon S. Tessler, dalam bukunya yang luar biasa The Genesis Diet, berkomentar, “Seseorang boleh dikatakan sedang melakukan bunuh diri pelan-pelan ketika ia makan sosis atau sepotong babi...”

Penularan penyakit-penyakit babi kepada manusia menjadi efektif karena kemiripan genetika pada keduanya. Karena alasan genetika itu pula, sebagian transplantasi organ dilakukan dari babi kepada manusia. Misalnya transplantasi jantung – sebagian atau pun seluruhnya – dan organ-organ lainnya, seperti hati dan ginjal. Bahkan ke masa depan, kulit babi pun bisa didonorkan kepada manusia, karena alasan kemiripan genetika itu.

Kemiripan genetika itu bisa menjadi media penularan efektif, bukan hanya secara fisik, melainkan juga secara psikis.

Babi memiliki sifat buruk. Di antaranya babi selalu melawan perintah. Jika di dorong maju, dia justru akan bergerak mundur. Dan jika di dorong mundur dia justru bergerak maju. Maka perhatikanlah bagaimana cara peternak babi jika ingin memasukkan hewan itu ke dalam keranjang. Di depan babi itu diletakkan keranjang terbuka, lantas babi itu ditarik ekornya. Maka meloncatlah si babi masuk keranjang.

Bukan hanya kebiasaan yang rakus. Dalam makanan atau lingkungan hidup yang jorok, dan perilaku yang suka melawan, babi juga memiliki kebiasaan seks yang ‘tidak baik’, untuk sekelas binatang pun. Apalagi manusia.

Babi suka melakukan hubungan seks secara ramai-ramai, sekaligus homoseksual. Jika di dalam kandang ada satu betina dan dua jantan maka tidak akan terjadi pertarungan antara pejantan untuk berebut betina. Para pejantan justru akan melakukan kompromi dan menyetubuhi betinanya ramai-ramai. Bahkan kemudian melakukan homoseks diantara para pejantan itu sendiri.

Karena itu ada istilah mem’babi-buta’ untuk orang yang sudah tidak bisa mengontrol diri dalam berperilaku. Babi yang tidak buta saja saja sudah demikian ‘rusak moral’-nya, apalagi babi buta.

Dan yang lebih ngeri lagi adalah transfer energi negatif yang terjadi dari babi kepada manusia yang memakan dagingnya, dikarenakan proses ‘penyembelihan’ yang tidak berperikebinatangan.

Perhatikan, bagaimana para peternak ‘menyembelih’ babi di sebuah rumah potong ataupun secara pribadi. Seperti kita ketahui, babi tidak punya leher, sehingga sulit untuk membunuh babi dengan cara menyembelih. Pembuluh darah di lehernya tertanam cukup dalam sehingga tidak terkena pisau penyembelih. Maka, untuk membunuh babi, seseorang harus melakukan aksi brutal.

Ada yang mengepruk kepalanya dan mengeluarkan otaknya. Ada yang membacoki dengan parang berkali-kali sampai kepalanya terbelah. Ada yang menusuk dadanya dengan besi sehingga kena jantungnya, dan sebagainya.

Anda bisa membayangkan betapa menderita dan tersiksanya si babi pada saat sekarat. Karena semua cara itu sangat menyakitkannya dan tidak bisa sekaligus membunuhnya. Kecuali setelah berkali-kali dilakukan.

Ini sangat berbeda dengan cara yang dianjurkan Islam, yaitu memotong pembuluh darah di leher ternak dengan pisau tajam sehingga tanpa tersiksa binatang itu mati karena kehabisan darah. Ada dua hal yang terjadi sekaligus, yaitu keluarnya darah yang memang kotor, dan proses sekarat tanpa kesakitan. Dengan cara seperti itu, akan menyebabkan kematian hewan karena kehabisan darah dari tubuh, bukan karena cedera pada organ vitalnya. Sebab jika organ-organ, misalnya jantung,hati, atau otak rusak, hewan tersebut dapat meninggal seketika dan darahnya akan menggumpal dalam urat-uratnya dan akhirnya mencemari daging. Hal tersebut mengakibatkan daging hewan akan tercemar oleh uric acid, sehingga menjadikannya beracun. Hanya pada masa kini-lah, para ahli makanan baru menyadari akan hal ini.


Binatang yang mati dengan cara tersiksa dan menjerit-jerit akan menghasilkan energi negatif yang meresap ke dalam seluruh organ tubuhnya termasuk ke dalam serat-serat dagingya. Lantas, kita makan. Maka energi negatif itu akan masuk ke dalam tubuh kita dan kemudian meresap juga ke dalam organ-organ tubuh kita, mempengaruhi kualitas badan dan jiwa. Karena kemiripan genetika antara keduanya itu maka transfer energinya menjadi sangat efektif. Informasi genetikanya meresonansi genetika orang yang memakannya.

Maka jangan heran, di era segala macam makanan haram beredar luas seperti ini, sifat-sifat manusia menjadi “membabi-buta”. Rupanya karena memperoleh transfer energi negatif dari apa yang telah dikonsumsinya.

QS. Al Maaidah [5] : 3
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

QS. Al Maaidah [5] : 4
Mereka menanyakan kepadamu: "Apakah yang dihalalkan bagi mereka?". Katakanlah: "Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatih nya untuk berburu; kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu. Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepaskannya). Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat cepat hisab-Nya.

QS. An Nahl [16] : 114
Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.

Salam... ^_^

Minggu, 03 Juli 2011

RAMADHAN BULAN PENUH BERKAH

Sahabat JERNIH semuanya ...

Dalam beberapa hari ke depan, kita akan menghadapi bulan Ramadhan, bulan penuh berkah, di mana pintu surga dibuka seluas-luasnya bagi hamba-Nya yang bertakwa.

QS. Al Baqarah [2]: 183
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”

Saya hanya ingin mengingatkan kepada sesama muslim, akan tanggung jawab kita mengemban amanah “Ramadhan, bulan yang penuh berkah”. Inilah bulan yang penuh berkah! Namun pertanyaannya: Berkah untuk siapa? Apakah hanya untuk orang-orang muslim saja? Oh .. tentu tidak. Karena sudah jelas Islam ada sebagai rahmat bagi semesta alam. Dengan demikian, sudah seharusnya orang-orang non-muslim pun merasakan berkah dari bulan Ramadhan tersebut.

Jika kita memahami hakikat tujuan dari berpuasa, yaitu menjadikan manusia agar bertakwa, sudah tentu Allah memerintahkan kepada umat manusia agar dengan segala daya upayanya meraih ketakwaan. Dengan aturan dasar menahan diri dari lapar dan haus, tidak menghalangi semangat umat Islam untuk terus berbuat kebajikan, berlaku sabar, menebar damai dan kasih sayang, tolong menolong, dan hormat menghormati antar sesama makhluk Tuhan.

Namun demikian, ternyata masih banyak umat Islam yang kurang paham akan hakikat berpuasa ini. “Bulan Ramadhan yang penuh berkah” ini, tanpa sadar dirubah menjadi “bulan penuh bencana” bagi orang lain, karena sebagian dari kita justru menjadikan bulan ini sebagai ajang untuk bersikap sombong, pamer, sewenang-wenang, dan melanggar hak asasi orang-orang yang tidak sedang ber-Ramadhan. 

Ketika Ramadhan tiba, maka berlomba-lombalah masjid dan musholla untuk mengumandangkan lantunan ayat-ayat Al Qur’an sepanjang waktu melalui loudspeaker yang disetel dengan volume yang keras! Seolah-olah semua orang dari agama apa pun wajib hukumnya menikmati bulan Ramadhan. Belum lagi ronda malam dengan memukul kentongan keras-keras dan berteriak-teriak untuk membangunkan orang saur. Ya kalau ini dilakukan di desa yang tradisinya kuat dan hampir seluruh masyarakatnya muslim sih tidak apa-apa, akan tetapi ini juga dilakukan di perkotaan yang mana masyarakatnya heterogen, tidak hanya muslim. Bukankah di zaman sekarang, hampir semua orang punya jam weker yang bisa disetel agar kita bangun pada saat saur?

Tentu masih segar dalam ingatan kita, bagaimana ormas-ormas “Islam” yang melakukan sweeping (bahkan pengrusakan) terhadap rumah-rumah makan yang tetap buka di siang hari. Tidakkah perbuatan ini melanggar hak mereka untuk mencari nafkah? Bahkan ketika mereka “menghukum” muslim yang tidak berpuasa pun, mereka sudah melanggar ajaran Islam bahwa beribadah itu tidak bisa dipaksakan dan harus dilaksanakan dengan keikhlasan.

Dengan wajah garang mereka mendatangi rumah-rumah makan dan memaksa pemilik rumah makan itu untuk menutup jendela dengan kain agar tidak terlihat, yang alasannya adalah untuk menghormati yang berpuasa. Ini logika yang aneh! Tentu saja kita yang berpuasa ini sangat senang apabila orang lain mau menghormati ibadah kita ini. Tapi jangan sampai kita yang meminta (baca: memaksa) untuk dihormati! Justru kitalah yang seharusnya menghormati yang tidak berpuasa! Jika toh mereka tidak mau menghormati kita yang berpuasa, kita harus memahami ini adalah bagian dari ujian Allah untuk kita selalu berlaku sabar. Janganlah perbuatan yang buruk itu dibalas dengan cara yang buruk, balaslah dengan perbuatan yang baik! Tidakkah kita memahami apa yang Al Qur’an ajarkan?

QS. Al Mu’min [40]: 58)
“Dan tidaklah sama orang yang buta dengan orang yang melihat, dan tidaklah (pula sama) orang-orang yang beriman serta mengerjakan amal saleh dengan orang-orang yang durhaka. Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran.”

Berpuasa adalah salah satu proses yang harus dijalani seorang muslim untuk mencapai derajat ketakwaan. Tentu saja jalan itu tidak mudah, dan pastinya sulit! Maka dari itu sangat tidak bijaksana, ketika kita memaksakan kepada orang lain untuk “mempermudah” ibadah puasa kita. Saya pernah mempunyai pengalaman ketika mendatangi rumah seorang teman non-muslim pada saat bulan Ramadhan. Ketika saya datang, beliau sekeluarga sedang makan siang dan begitu melihat saya, mereka seperti hendak menghentikan makan siang mereka, karena merasa tidak enak dan ingin menghormati saya yang sedang berpuasa. Saya katakan kepada mereka (bahkan meyakinkan) untuk melanjutkan makan siang mereka, karena bagi saya tidak akan ada pengaruh apa-apa. Saya berpuasa karena Allah, tidak akan ada suatu apa pun yang akan menghalangi niatan saya. Bahkan saya meyakini derajat ketakwaan saya akan lebih baik oleh sebab itu.

Bulan Ramadhan ibarat Kawah Candradimuka, di mana keimanan dan ketakwaan kita akan digodok dengan berbagai macam godaan dan cobaan, sehingga ketika bulan Syawal tiba, kita akan kembali fitrah, suci, dan bersih. Kita harus hadapi segala godaan dan cobaan tersebut dengan penuh kesabaran. Analoginya, ada dua lembar soal. Yang satu lembar soal SD, dan yang satu lagi lembar soal Perguruan Tinggi. Ketika kita lulus, kira-kira mana yang lebih membanggakan? Tentu saja yang lembar soal Perguruan Tinggi, karena soal-soalnya pasti jauh lebih sulit dibanding soal-soal SD. Sama saja dengan berpuasa. Jika ketika kita berpuasa kita minta orang lain untuk menghormati kita, tidak makan minum di depan kita, tidak mengganggu kesabaran kita: “Di mana letak tantangannya?” Gak seru kan? Berbeda halnya jika kita tetap mampu menjalankan ibadah puasa dengan penuh kesabaran meskipun sedang bekerja di tengah teriknya sinar matahari, sementara ada orang lain yang enak minum jus yang dingin, kemudian ada orang yang tingkah lakunya “nyebelin banget”, dan adanya senyuman wanita seksi yang menggoda.

Bulan Ramadhan.. Bulan yang penuh berkah. Jadikan bulan Ramadhan ini sebagai berkah bagi semesta alam! Tidak hanya berkah bagi seorang muslim yang berburu pahala dan ampunan dari Allah, akan tetapi biarkan semua orang di dunia ini merasakan: bahwa setiap bulan Ramadhan tiba, akan ada lebih banyak muslim yang bersabar, tersenyum, tolong menolong, dan menghormati. Indahnya bulan Ramadhan jika semua umat Islam memiliki kesadaran yang demikian, sehingga saya sangat yakin, bulan Ramadhan ini tidak akan cuma dinanti oleh orang-orang muslim, akan tetapi juga non-muslim seluruh dunia! Insya Allah, seluruh umat manusia akan merasakan berkah Ramadhan, sehingga di bulan suci ini semakin banyak orang yang mendapat hidayah Allah .. Amien 3x

Allahu’alam ...

Semoga bermanfaat ...


Selasa, 14 Juni 2011

BARBAROSSA, SI JANGGUT MERAH


Anda pernah lihat tokoh bajak laut bodoh dan sial berjanggut merah dalam serial Asterix? Atau tokoh bajak laut berjanggut merah yang menjadi lawan bagi Kapten Jack Sparrow dalam film 'Pirates of the Caribbean' ? Atau juga tokoh-tokoh antagonis dalam serial bajak laut yang selalu digambarkan berjanggut merah?

Ya. Barbarossa, yang artinya si Janggut Merah. Tokoh yang satu ini selama berabad-abad selalu digambarkan dunia Barat sebagai tokoh jahat yang menguasai lautan Mediterania. Anggapan itu terus berlanjut hingga kini, yang dibungkus dalam film-film produksi Barat. Tapi apakah kita pernah tahu bahwa bajak laut berjanggut merah ini sebenarnya adalah seorang muslim yang bernama Khairuddin?

Pada abad ke-XVI Masehi, negara-negara penjajah dari Eropa berusaha menguasai laut Mediterania dan menaklukkan beberapa wilayah Islam di Spanyol dan Afrika Utara. Namun usaha penjajahan itu tidak semudah yang diharapkan, karena muncul seorang "perompak" swasta yang selalu mengganggu ketenangan kapal-kapal Eropa tersebut. Kumpulan perompak itu dipimpin oleh dua bersaudara yaitu Aruj dan Khidr, yang sama-sama berjanggut merah. Merekalah yang kemudian dijuluki Barbarossa bersaudara.

Barbarossa bersaudara ini begitu tangguh di lautan, dan perancang strategi yang ulung. Tidak heran jika kapal-kapal Eropa mengalami kekalahan demi kekalahan. Negeri-negeri Islam satu per satu dibebaskan. Atas jasanya, kesultanan Turki Utsmani memasukkan mereka ke dalam angkatan laut Turki.

Bergabungnya Barbarossa bersaudara ke dalam angkatan laut resmi Turki membuat kekuatan mereka semakin menjadi-jadi. Kerajaan-kerajaan Kristen Eropa dibuat ngeri melihat sepak terjang Barbarossa bersaudara ini.

Pada tahun 1518, Aruj gugur dalam pertempuran di Tlemcen. Namun, kepergian sang kakak tidak membuat Khidr patah semangat. Kemenangan demi kemenangan yang gemilang membuatnya diangkat sebagai panglima tertinggi angkatan laut Turki yang bergelar "Kapudan Pasha". Salah satu kemenangan terbesar Khidr Barbarossa (yang juga sering disebut Khairuddin Barbarossa) adalah pada tahun 1538 dalam perang di Preveza, Yunani. Armada Eropa yang terdiri dari 600 kapal Spanyol, Kekaisaran Romawi Suci, Venesia, Portugis, Genoa, Vatikan, Florence, Malta dan negara-negara Eropa lainnya yang dipimpin oleh Andre Doria berusaha melumatkan armada Barbarossa yang jumlahnya hanya sepertiga dari kekuatan musuh. Berkat kejelian dan strategi Barbarossa, serta semangat jihad yang menyala-nyala dari pasukan Turki, pasukan Eropa berhasil diluluh-lantakkan, sehingga di akhir pertempuran, kapal Eropa tinggal tersisa separuh saja. Orang Eropa akan selalu mengenang kekalahan di Preveza ini sebagai mimpi buruk di mana kerajaan Tuhan harus kalah menghadapi kaum kafir Islam.

Ada satu pernyataan menarik dari Khairuddin Barbarossa yang menarik untuk disimak. Ketika seorang mengatakan kepadanya bahwa orang Eropa menganggapnya sebagai seorang bajak laut, Khairuddin Barbarossa hanya tersenyum dan menjawab dengan santai tapi penuh makna: "Jika yang dimaksud dengan bajak laut adalah seorang yang berjuang membela negeri-negeri Muslim, menyelamatkan kaum Muslimin yang tertindas, serta memerangi orang-orang yang memusuhi agama Allah, biarlah seluruh dunia mengetahui bahwa saya seorang bajak laut ......"


Minggu, 12 Juni 2011

BAGAIMANA MENYIKAPI POLIGAMI

Oleh Syekh Subakir pada 11 Juni 2011 pukul 16:04

Poligami ketika dipandang hanya dari satu sudut saja, baik itu rasional maupun iman, akan menimbulkan rasa kurang puas di kedua pihak yang mendukung atau menolak.

Di sini saya akan sebisa mungkin menjelaskan poligami dari berbagai sudut pandang.

Sebenarnya masalah poligami ini akan sangat panjang apabila diulas satu persatu, maka dari itu di sini saya tidak menekankan terlalu banyak pada teladan Rasulullah ketika berpoligami, karena kita semua tentu yakin Rasulullah adalah orang yang adil, dan sudah banyak tulisan yang mengupas alasan-alasan mengapa Nabi Muhammad berpoligami.

Jadi di sini saya hanya akan menjelaskan intinya saja.

SEJARAH PANJANG POLIGAMI

Jika kita melihat sejarah umat manusia pra-modern, maka poligami adalah hal yang lumrah. Hampir di seluruh wilayah di dunia ini, pria (terutama yang berada di status sosial yang tinggi) berpoligami.

Seorang Kaisar Tiongkok bisa memiliki 9999 istri pada saat yang bersamaan. Begitu pula raja-raja Mesir, Indian Amerika, Mongol, Afrika, Timur Tengah, bahkan Eropa sekali pun telah terbiasa memiliki banyak istri.

Nah, ketika Islam disempurnakan di abad ke-6, maka perilaku poligami ini ditertibkan, dengan ketentuan: ADIL. Maka dari itu ketika seseorang menyerang habis-habisan poligaminya Nabi Muhammad, seharusnya dia belajar sejarah sosial budaya masyarakat pada waktu itu, bukannya menyamakan cara pandang dan pola pikir dengan masyarakat zaman sekarang.

MEMAHAMI AYAT ALQURAN TENTANG POLIGAMI

An Nisaa' [4] : 3
”Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku ADIL, maka (kawinilah) SEORANG saja … “

Coba kita perhatikan konteks ayat di atas secara menyeluruh. Berapa jumlah istri yang IDEAL menurut ayat ini? Satu istri! Pada kalimat “mengawini seorang saja”, didahului dengan kata ADIL. Sedangkan ajaran Islam sangat menekankan pada prinsip keadilan.

Maka dari itu hendaknya kita selalu menganalisa ayat secara keseluruhan, bukannya kata per kata, sehingga dari sini kita mendapatkan suatu ketegasan dari Al Qur’an bahwa: Pernikahan yang terbaik adalah pernikahan monogami alias satu suami satu istri! Kemudian, masih di surat yang sama, dilanjutkan:

An Nisaa' [4] : 129
“Dan kamu sekali-kali TIDAK AKAN DAPAT BERLAKU ADIL di antara istri-istri (mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.“

Di sini jelas disebutkan bahwa seorang pria tidak akan dapat berbuat adil, maka dari itu sekali lagi pernikahan yang diutamakan dalam Islam adalah pernikahan monogami.

Adil di sini dalam pengertian yang seluas-luasnya, mencakup adil dalam perlakuan, kasih sayang, nafkah lahir dan batin, dsb.

Maka dari itu peran restu seorang istri sangat sentral. Bagaimana mungkin seorang suami bisa dikatakan adil, ketika hati seorang istri telah dilukai?

Maka dari itu, saya berani menegaskan, bahwa poligami bisa dilaksanakan HANYA atas restu (ikhlas) seorang istri.

MENGAPA POLIGAMI DIBOLEHKAN

Kalau begitu ada yang bertanya, “Jika adil itu begitu sulit, mengapa Allah memberikan celah bagi dibolehkannya poligami.

Nah, ini ada beberapa kasus di mana poligami ternyata bisa menjadi solusi. Simak baik-baik!

1). Rasio jumlah wanita yang lebih tinggi dari pria.

Ada saat tertentu di mana jumlah wanita bisa jauh lebih tinggi dari pria. Misalnya pada saat keadaan perang dan kekacauan politik, di mana mayoritas yang gugur adalah dari kalangan pria. Hal ini mengakibatkan hanya sedikit pilihan bagi para wanita. Rela dipoligami, atau tua merana seumur hidup.

Contoh yang ekstrim adalah pada peristiwa Revolusi Perancis yang menelan banyak korban jiwa, sehingga pada saat itu rasio pria dibandingkan wanita adalah 1 : 7.

Seorang filsuf terkenal Perancis waktu itu yaitu Francois Voltaire berkata, “Satu-satunya solusi untuk mengatasi permasalahan sosial ini adalah poligami“.

Selain faktor perang, risiko pekerjaan pria yang lebih berbahaya membuat angka kematian pria lebih tinggi. Belum lagi ditinjau dari ilmu kedokteran, bahwa kekebalan tubuh wanita lebih tinggi dari pria, sehingga sekali lagi angka kematian pria karena penyakit lebih tinggi. Maka dari itu tidak heran bahwa di banyak negara, jumlah wanita lebih tinggi dari pria.

Ada pun di beberapa negara patrialkal (yang mengakui superioritas pria), seperti Tiongkok, India, dan Timur Tengah, jumlah pria lebih tinggi dari wanita, disebabkan sebagian dari mereka akan mengupayakan sebisa mungkin agar bayi yang lahir dari keluarga mereka adalah laki-laki. Jika tidak ada upaya seperti ini bisa dipastikan jumlah wanita di negara mereka pun akan lebih tinggi dari pria.

2). Keadaan sosial budaya pada waktu tertentu.

Seperti telah banyak diulas dalam sejarah, bahwa poligami yang dilakukan Nabi Muhammad dan pengikutnya pada waktu itu sangat berkaitan dengan kondisi politik dan sosial budaya pada waktu itu.

Pada waktu itu pernikahan juga berfungsi sebagai wadah pelindung hak-hak wanita. Salah satu cara tercepat untuk memerdekakan budak wanita (untuk kemudian diajak memeluk Islam) adalah dengan menikahinya. Begitu pula dengan janda-janda wanita, yang hak-hak menafkahi anak-anaknya akan lebih terjamin apabila dinikahi seorang pria

3). Keadaan politik pada waktu tertentu.

Poligami pada abad pertengahan juga bisa bersifat politis.

Beberapa wanita yang dinikahi Nabi ternyata memiliki latar belakang politik, yaitu suatu usaha untuk memperkuat aliansi dan penyatuan suku-suku. Persatuan adalah hal yang dipandang penting.

Salah satu cara untuk menjamin salah satu pihak tidak merusak aliansi adalah dengan penyatuan keluarga. Dalam sejarah bukan hanya Nabi Muhammad yang pernah melakukan manuver politik seperti ini.

Para pemimpin di negeri yang rawan pertempuran antar suku sering melakukan perkawinan politik semacam ini, seperti yang dilakukan oleh Attila the Hun dan Genghis Khan, demi menjaga persatuan negara.

4). Kejadian-kejadian khusus dalam rumah tangga.

Ketika pasangan suami-istri telah bertahun-tahun mendambakan keturunan, namun tidak kunjung diberi, maka bisa jadi poligami adalah solusinya.

Meski tidak dipungkiri, bahwa alasan ini juga pastinya akan ditolak banyak pihak, karena adopsi anak atau program bayi tabung bisa menjadi solusi yang lebih manusiawi.

Ada pula kasus yang saya sendiri pernah melihat pada kisah kawan saya. Ketika sang istri telah 2 th lebih tergolek tidak berdaya karena penyakit kanker, maka sungguh saya sangat tersentuh dan ingin menangis ketika sang istri berkata pada suaminya untuk mengambil istri lagi, supaya bisa melayani sang suami, dan juga bisa merawat anak-anaknya yang masih kecil. Sang istri memilihkan sendiri calon istri bagi sang suami, yaitu salah satu sahabat terbaiknya. Poligami itu tidak lama, karena setelah sang suami menikahi istri kedua, 3 bulan kemudian si istri pertama meninggal dunia. Semoga Allah menempatkannya di surga terbaik. Amien.

5). Kelemahan pria.

Mungkin saja akan ada banyak yang kurang setuju dengan poin ini. Tapi saya sendiri sadar bahwa Allah tahu persis bahwa manusia itu banyak kekurangan.

Para pria secara umum memiliki gairah seksual yang lebih tinggi dari wanita. Apalagi ketika pria tersebut memiliki jabatan atau kekayaan. Maka Allah memberikan jalan, daripada terus menerus berzina dengan memiliki banyak selingkuhan dan jajan di pinggir jalan, maka lebih baik berpoligami.

Seperti halnya para sultan banyak yang berpoligami. Sementara kepala negara di dunia barat tentu saja hanya memiliki satu istri, tapi bukan rahasia lagi bahwa mereka juga terjerumus pada perselingkuhan dengan kekasih gelap.

Nah, kalau sudah begini, saya dengan berat hati harus mengakui bahwa poligami masih lebih baik daripada perselingkuhan gelap.

KESIMPULAN

Jadi bagaimana seorang muslim yang baik menyikapi poligami? Menerima atau menolak?

Mari saya luruskan bahwa intinya bukan menerima atau menolak “poligami”, akan tetapi lebih tepat menerima atau menolak “sebab terjadinya poligami.” Kalau kita menolak poligami yang diperbolehkan oleh Allah, berarti kita makhluk Allah yang tidak sopan. Nah, yang patut didiskusikan atau diperdebatkan adalah alasan yang berpoligami. Kurang lebih seperti ini kesimpulannya :

1). Kita mendukung poligami apabila poligami itu dirasa perlu oleh karena kondisi-kondisi tertentu yang hanya dapat diselesaikan dengan poligami.
Lebih utamanya syarat utama poligami itu terpenuhi yaitu persetujuan istri (dengan seikhlas mungkin).

2). Kita menolak poligami apabila diperbolehkannya poligami itu sebagai pembenaran bagi seorang pria untuk bersikap sewenang-wenang, tidak adil, dan pelampiasan hawa nafsu belaka, sehingga menyakiti perasaan sang istri. Seorang wanita yang tidak mau dimadu, maka ia harus mempertahankan haknya sebagai istri satu-satunya. Apabila sang suami memaksakan kehendaknya untuk menikah lagi, maka tidak ada dosa bagi sang istri untuk meminta cerai.

Phew .....! Demikianlah penjelasan saya yang singkat ini (mungkin juga kepanjangan ... bingung, hehehe) semoga sedikit banyak bisa membuka cara pandang kita terhadap masalah poligami. Semoga bermanfaat ...

Berikut ini marilah kita baca dengan pikiran jernih ayat-ayat poligami yang sangat terkenal itu. Benarkah Alloh memerintahkan poligami atau sebenarnya sedang ‘menyindir’ kita.

An Nisaa' [4] : 3
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), MAKA KAWINILAH WANITA-WANITA (LAIN) YANG KAMU SENANGI: DUA, TIGA ATAU EMPAT. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.

Kalimat yang saya ketik dengan huruf BESAR itulah yang menjadi pegangan penganut poligami. Dan seringkali hanya diambil sepotong. Padahal kalimat itu tidak berdiri sendiri. Ia menjadi bagian dari potongan kalimat sebelumnya yang berkait dengan perintah untuk berlaku adil kepada wanita-wanita yatim, karena dimulai dengan kata ‘maka kawinilah… (fankikuu) berarti ada sesuatu penyebab yang telah dibicarakan sebelumnya.

Dan, harus dicermati lagi, ternyata kalimat tentang wanita yatim itu pun merupakan bagian atau kelanjutan dari kalimat sebelumnya, yang termuat di ayat sebelumnya. Karena, awalnya dimulai dengan kata ‘Dan jika…’

Karena itu untuk memperoleh pemahaman yang lebih utuh kita harus memeriksa ayat-ayat sebelum potongan kalimat itu. Dan bahkan juga sesudahnya, karena masih terkait. Inilah suasana ayat-ayat tersebut secara utuh.

An Nisaa' [4] : 1
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.

Rangkaian ayat-ayat tersebut ternyata dimulai dengan cerita persaudaraan dan silaturahim. Bahwa semua kita ini bersaudara, berasal dari nenek moyang yang sama. Makanya, Alloh memerintahkan kita untuk saling tolong menolong dan menjaga silaturahim di antara sesama manusia. Laki-laki maupun perempuan. Semuanya karena dorongan takwa kepada Alloh – lillahi ta’ala-

Dan kemudian ayat itu dilanjutkan dengan ayat berikutnya.

An Nisaa' [4] : 2
Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan itu, adalah dosa yang besar.

Ayat ke dua ini melanjutkan tema tolong menolong dan silaturahim – di ayat sebelumnya – dengan tema perlindungan kepada anak-anak yatim. Alloh memerintahkan agar kita membantu mengelola harta benda mereka. Dan kemudian kita serahkan ketika mereka sudah beranjak dewasa.

Setelah itu, temanya lebih mengerucut lagi kepada anak-anak yatim yang wanita. Alloh membolehkan kita mengawini anak-anak yatim wanita yang tadinya berada di dalam perlindungan kita itu, ketika mereka sudah akil baligh. Sudah dewasa. Asalkan kita bisa berbuat adil terhadapnya. Tidak memakan harta benda milik mereka, atau hak-hak lainnya.

Akan tetapi jika kita khawatir tidak bisa berlaku adil kepadanya, maka kita ‘diperintahkan’ untuk mengawini wanita lain saja: boleh dua, tiga atau empat – terserah. Maka berikut ayatnya.

An Nisaa' [4] : 3
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.