Sabtu, 26 Oktober 2013

SESUNGGUHNYA SHOLAT ITU...

QS 29:45 "...inna shshalaata tanhaa 'ani lfahsyaa-i walmunkari,....".
Saudara-saudara sesungguhnya sholat itu menjegah dari perbuatan keji dan mungkar.

Setiap menjelang matahari terbenam di Radio Banten selalu didengungkan kalimat tersebut, siapa yg menyampaikan tak tanggung2, langsung sang Gurbenur Banten sendiri" Ratu Atut. Ch.", setiap hari kalimat itu diucapkan, namun yg terjadi sang Ratu dalam masalah besar dengan KPK yg berkaitan dengan perilaku keji.

Kisah cerita sang Ratu juga memahami bahwa sholat adalah perilaku ritual dalam menyembah Tuhannya, wal hasil ternyata tidak sesuai apa yg diucapkan sang ratu, sabda sang Ratu hanya sandiwara belaka.

Kalau kita mau menarik logisnya, sesuatu yg bisa mencegah perbuatan keji dan mungkar tentu bukan laku ritual, namun lebih besar dari sekedar itu.

Satu contoh negara Indonesia, apa yg dilakukan negara ini dalam mencegah kejahatan?,
dengan gampang kita akan menjawab yaitu ditegaknya hukum.

Kalau logika ini kita tarik kedalam ayat diatas, "bahwa sesungguhnya hukum itu bisa mencegah dari perbuatan keji dan Mungkar".

Bagaimana menurut saudara2 bisa masuk logika tidak?, sekilas memang bisa masuk logika, namun kalau mau diteliti masih ada yg kurang yaitu : "PENEGAKKANNYA".

Jadi perilaku keji dan mungkar ini hanya bisa di cegah bila Hukum di tegakkan.

Menarik dari benang logika itu, maka apakah sholat di dalam Alqur'an harus ditegakkan?, ternyata kita dapati banyak ayat2 yg berkaitan dengan sholat dengan perintah "TEGAKKANLAH SHOLAT".

HUKUM, dalam pemahaman umum adalah segala aturan yg membatasi perilaku dalam kehidupan, lalu hukum itu berisi apa?
tentu berisi peringatan-peringatan, bagi yg melanggar peringatan itu maka akan dikenai sangsi berupa hukuman.

Apakah sholat itu berisi peringatan-peringatan ?
JIka kita lanjut ayat diatas, maka sholat yg menjegah keji dan mungkar itu ditegaskan lagi, bahwa :

QS:29:45".......waladzikrullaahi akbaru,....".

Ya kalimat inilah kelanjutan dari penegasan tentang sholat bahwa: PERINGATAN Allah melebihi apapun "

Ternyata logika itu selaras dengan ayat-ayat Allah. Bahwa hukum berisi peringatan, sedang sholat juga peringatan dari Tuhan.

QS:36:2 "walqur-aani lhakiim"
Al hakim adalah nama lain dari Alquran' maka muara Shalat itu mengikuti Alhakim. Atau shalat itu mengikuti Alquran telah terhubung dari sini.

29:45] Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Hakim/Al Qur'an) dan dirikanlah shalat, ......."

Untuk menegakkan Hukum (Sholat) ayat di atas di awali dengan membaca Ketetapan (Al Qur'an). Semakin jelas bahwa perintah Tegakkan Sholat=Tegakkan Alhakim/Alqur'an.

Secara lengkap ayat ini berbunyi :

[29:45] Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Qur'an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari keji dan mungkar. Dan sesungguhnya peringatan Allah adalah lebih besar. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Sholat dari akar kata Sad Lad Waw. Bentuk jamaknya Shalawat. Banyak yg mengungkapkan kata shalawat atas nabi. Brarti nyembah nabi.

Bukan seperti itukan. Sholat arti dasarnya adalah mengekor. Atau mengikuti dengan sunguh-sungguh. Dalam perkembangan kata ini muncul banyak pemakaian.

Dalam urusan hamba dengan Rab. Memiliki maksud sang hamba mengikuti Rabnya. Caranya ya kemana Rab berkeinginan selalu diikuti oleh hambanya.

Bagaimana sebaliknya apakah mungkin Rab mengikuti Hambanya?.

Allah dan malaikatnya Shalawat atas nabi.. Alquran menegaskan hal seperti itu.

Maknanya bukan Allah mengikuti kemauan Nabi. Namun pengembangan kata sholat ini mengarah kepada hubungan yang dekat sebagaimana mengekor.

Kata silaturahmi yang bermaksud menjalin hubungan baik berasal dari dasar kata sila serapan dari kata salat. Juga pancasila yg bermakna 5 yg berkaitan / berhubungan.

Jadi sholat itu berhubungan dengan Tuhan dengan sebaik-baik hubungan.

Caranya ya mentaati aturannya menjauhi larangannya. Jika itu dilakukan hambanya maka Rab akan memberi balasan kebaikan

Sholat mengekor itu dari budaya Arab bisa digambarkan seperti ini, jika ada pacuan kuda, antara kuda terdepan dengan kuda yg akan menyalipnya hingga nempel secara ketat, itu bisa dikatakan kuda ke dua sedang sholat kepada kuda pertama.

Dengan gambaran itu, bisa dipahami jika anda sholat untuk Allah atau Rosulnya digambarkan seperti kuda tadi, kemanapun petunuk Allah mengarah maka ikuti sedekat-dekatnya.

gambaran seperti ini bisa anda buka di kamus Arab klasik.

Sebab Alquran itu bahasa Arab klasik tidak sama dengan arab sekarang meski mirip mirip tapi beda. Ini kamusnya :

Ketik aja di huruf shad lalu diurutkan kebawah anda bisa menemukan akar Shad Lam Waw. disitu ada aneka terjemahan yang bisa diambil. kalau belum jelas, masih ada bantuan yg lebih detailnya versi PDF. anda bisa klik diterjemahan yang ada angka birunya.

Kalau masih belum tahu mencari Akar Kata anda langsung aja ke alamat ini: http://quran.bblm.go.id/. disini bisa membantu anda untuk mencari akar kata, pesan saya jangan percaya saja dengan terjemahannya, sebab masih banyak yang terpengaruh dari Kitab Bukhori Cs.

Rabu, 23 Oktober 2013

Bahasa Asli itu Telah Turun 1400 tahun yang Lalu


Manuskrip lama yang bernama Mushhaf Utsmani itu tersimpan di Samarqand, kotanya Imam Bukhari dan Ibnu Sina.

Dari tulisan yang tidak berbaris ini keluar ilmu yang demikian dahsyat. Ketelitiannya (akurasinya) mencapai Titik Nol (Zero). Sebagian orang beranggapan bahwa Al-Quran adalah perkataan biasa seperti perkataan kita sehari-hari. Mereka benar-benar tidak mengerti apa itu Al-Quran. Al-Quran itu dalam Bahasa Asli (Original Languange) dan hal itu dibuktikan sendiri oleh Al-Quran.

'Arabiyu yang sebelum ini diartikan "Bahasa Arab" sesungguhnya mempunyai makna "Bahasa Asli", karena bahasa Arab itu bahasa Asli yang sudah kabur dan berevolusi menjadi bahasa keseharian, maka itu ia perlu dibetulkan.

"Dan ini kitab yang membetulkan lisan bahasa asli" (46.12)

"Dan seperti itu Kami wahyukan kepadamu bacaan yang asli" (42.7)

Tanpa bacaan ini, bahasa asli itu akan menjadi rusak. Sebab itu dikatakan bahwa pada bacaan itu ada tiap perumpamaan.

"Dan sungguh Kami telah adakan untuk manusia balam bacaan ini dari tiap perumpamaan, agar mereka mendapat peringatan" (39.27)

Perumpamaan itu adalah kamus kata yang dikata-katakan. Orang Arab tidak mempunyai kamus Arab pada masa Al-Quran itu turun. Artinya orang Arab tidak pernah mendatangkan perumpamaan untuk menjelaskan suatu kata. Ini yang disebut pada data:

"Dan tidak mereka datangkan kepadamu perumpamaan melainkan Kami datangkan kepadamu yang lengkap dan setepat-tepat tafsir" (25.38)

"Tidak dia melainkan nama-nama yang kamu dan bapak-bapak kamu namakan,  tidak Allah turunkan dia dari alasan, tidak kamu ikuti melainkan sangkaan dan apa yang diinginkan oleh diri-diri kamu, dan sungguh telah datang kepada mereka dari Pemelihara mereka petunjuk." (53.23)

Bahasa sehari-hari itu adalah sangkaan dan ucapan sesuai keinginan setiap masyarakat penggunanya. Berbeda dengan Al-Quran yang bahasanya bukan didasari keinginan manusia atau masyarakat tertentu. Bahasa Al-Quran adalah bahasa asli yang nyata.

"Dan tidak ia katakan dari keinginannya, tidak dia melainkan wahyu yang dikirim" (53.3-4)

"Sesungguhnya Kami jadikan dia bacaan bahasa asli agar kamu gunakan akal (43.3)

Bahasa sehari-hari Arab itu A'jamiyy. Dan orang di zaman Nabi ada yang menuduh Nabi diajar oleh orang cerdas. Tapi dibantah pada data (16.103) bahwa kalau Nabi Muhammad SAW diajar oleh orang yang cerdas, pastilah Al-Quran itu dalam bahasa sehari-hari (A'jamiyy) padahal Al-Quran itu adalah bahasa asli yang nyata.

"Dan sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka mengatakan: "Sesungguhnya yang memberitahunya orang cerdas". Lisan yang mereka tuduhkan kepadanya bahasa sehari-hari, padahal ini bahasa asli yang nyata." (16.103)

"Dan Kami turunkan atasmu kitab, sebagai bukti untuk tiap sesuatu" (16.89)

"Dan tidaklah bacaan ini bisa diada-adakan oleh selain dari Allah" (10.37)

Maksudnya kalau Nabi Muhammad SAW diajari oleh orang, maka akan keluar dari mulut Nabi yang buta huruf itu adalah bahasa orang sehari-hari juga, padahal Al-Quran adalah bahasa asli yang nyata. Itulah beda antara bahasa Al-Quran dan bahasa Hadits. Hadits menggunakan bahasa orang, sedangkan Al-Quran menggunakan bahasa asli yang datang langsung dari wahyu, yang disebut sebagai ruh yang diwahyukan.

"Dan seperti itu Kami wahyukan kepadamu ruh dari urusan Kami, padahal engkau tadinya tidak tahu apa itu kitab dan apa itu iman" (42.52)

Manusia belum banyak tahu kalau bahasa asli itu telah turun sejak abad ke-7. Ketika ia sudah turun di abad ke-7 itu, butuh 1000 tahun sampai ke dalam bahasa Melayu. Tafsir Al-Quran pertama dalam bahasa Melayu itu ditulis pada abad ke-17 oleh Abdul Ra'uf Alfansuri dari Singkel Aceh. Tafsir Al-Quran pertama dalam bahasa Indonesia itu turun tahun 1928 (pada tahun yang sama saat Sumpah Pemuda itu berkumandang di Nusantara. red) oleh A. Hasan dalam tafsir Al-Furqan.

Indonesia sebagai bekas Negeri Saba, adalah satu-satunya di dunia yang parlemennya (MPRS) kala itu yang menetapkan agar pemerintah menerbitkan tafsir Al-Quran yang terkenal dengan nama Tafsir Al-Quran Departemen Agama RI yang terbit tahun 1965. Itulah sebabnya tanah air Indonesia disebut Baldatun Toyyibatun Warabbun Ghafuur....

Disana putra-putrinya mengatakan "Ketuhanan Yang Maha Esa" sebagai tafsir dari"Allahu Ahad". Negeri ini disebut sebagai Fijjin Amiiq di dalam Al-Quran yang berartiTempat Yang Jauh. Memang dari tempat yang jauh inilah mereka datang ke Mekkah untuk melaksanakan Umrah dan Haji. Jarak Indonesia dari Mekkah lebih jauh dari jarak Mekkah ke Kutub Utara yang 7000km itu, sedangkan jarak Negeri ini ke Mekkah itu 8000km. Setelah 1000 tahun menanti, akhirnya anak cucu yang menggunakan bahasa Melayu itu paham makna yang terkandung di dalam Al-Quran.

Negeri Baldatun Toyyibatun ini hari kemerdekaannya tercatat di Borobudur dengan kode 8-45-17 yang tercatat di Monumen Bangsa-Bangsa peninggalan Presiden (Raja) pertamanya yang bernama Sulaiman. Dan ketika keadaan sangat sukar, presidennya bernama Sukarno. Dan ketika banyak harta, presidennya bernama Suharto, Saya rasa ketika tulisan ini ditulis (2013) banyak terjadi pelanggaran susila. Akhirnya kita merenung, mengapa di negeri ini justru ditemukan hal-hal berikut:
 - Grafik Asli Basmallah
 - Plat emas Surat Nabi Sulaiman
 - Bumi itu Al-Quran
 - Bilangan Berbisik
 - Pilar Al-Quran
 - Roda gigi sholat
 - Permata Al-Quran
 - Permata Sholat
 - Balok Al-Quran
 - Fenomena Bangunan di atas air

Ditemukan semua itu sebagai tanda-tanda bahwa di negeri ini akan terjadi KEBANGKITAN.....

(Disadur dari salah satu bab buku KHFB "Bumi Itu Al-Quran")

Sabtu, 12 Oktober 2013

~ TENTANG BLACK HOLE & KESEIMBANGAN LANGIT ~

CUPLIKAN BUKU DTM-37:
Menjawab Tudingan KESALAHAN SAINTIFIK AL QUR’AN

TUDINGAN KEPADA AL QUR’AN:
Kitab suci umat Islam memberikan indikasi bahwa Lubang hitam alias black hole tidak ada. Padahal, sains modern telah membuktikan keberadaannya. Black holes mengindikasikan adanya instabilitas skala tertentu di dalam galaksi. Lubang hitam itu telah menelan bintang-bintang dan bahkan galaksi-galaksi di sekitarnya, sehingga tidak ada satu entitas pun, bahkan cahaya, yang bisa melepaskan diri darinya. Ayat berikut ini mengindikasikan tidak adanya black holes tersebut.

QS. Al Mulk (67): 3
Yang telah menciptakan tujuh LANGIT berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak SEIMBANG. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?

Jawabannya adalah sebagai berikut:

Point dari kritikan mereka terhadap ayat ini adalah tentang keseimbangan ciptaan Allah yang bernama langit. Menurut mereka, justru langit itu tidak seimbang. Buktinya ada black holes yang memunculkan ketidak-stabilan di berbagai wilayah alam semesta. Diantaranya ada di dalam galaksi, atau di ruang-ruang kosong antar galaksi yang menyedot berbagai materi yang dekat dengannya, termasuk cahaya. Sehingga cahaya yang lewat di dekatnya bakal lenyap tersedot ke dalam black hole. Itulah sebabnya ia kelihatan hitam, karena tidak ada cahaya yang bisa keluar darinya.

Kesimpulan semacam ini, bagi saya, menunjukkan cara berpikir yang parsial dalam melihat realitas. Justru alam semesta ini memperlihatkan bukti adanya keseimbangan yang luar biasa. Memang, dalam skala lokal-lokal banyak ketidak-seimbangan yang memunculkan dinamika lokal, tetapi secara holistik dan universal alam semesta berada dalam keadaan seimbang. Itulah sebabnya alam semesta bisa mencapai umur belasan miliar tahun seperti sekarang. Jika tidak seimbang, alam ini sudah runtuh sesaat setelah terjadinya big bang.

Ada keseimbangan yang sangat menakjubkan antara gaya gravitasi dan anti gravitasinya. Gaya antigravitasi muncul sebagai kekuatan ledakan yang lontarannya sangat dahsyat sehingga menghasilkan alam semesta yang mengembang. Sedangkan gaya gravitasi mengimbanginya dengan gaya tarik yang mempertahankan kestabilan pengembangan alam semesta itu.

Itulah yang diceritakan Al Qur’an, bahwa Allah telah menahan langit supaya tidak lenyap. Karena, jika alam semesta ini tidak seimbang, ia akan lenyap sebagaimana peristiwa black hole yang telah menelan benda-benda langit dan cahaya di sekitarnya itu.

QS. Faathir (35): 41
Sesungguhnya Allah menahan langit dan bumi supaya jangan lenyap; dan sungguh jika keduanya akan lenyap tidak ada seorang pun yang dapat menahan keduanya selain Allah. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.

Disinilah luar biasanya, di skala lokal terjadi ketidak seimbangan tetapi di skala universal semua gaya berjumlah nol: seimbang..!!

Ini menunjukkan adanya desain yang begitu hebat dan akurat. Karena, kalau sampai gaya gravitasi dan antigravitasi alam semesta melampaui keseimbangan ini sedikit saja, alam semesta sudah runtuh sejak dulu-dulu. Termasuk juga antara matahari dengan planet-planet yang mengelilinginya di dalam sebuah tatasurya.

Bumi kita sudah sekitar 5 miliar tahun mengelilingi matahari dengan bertumpu pada keseimbangan gaya gravitasi dan antigravitasi itu. Tarikan matahari diimbangi oleh Bumi dengan cara bergerak melengkung sehingga menghasilkan gaya sentrifugal yang melawan tarikan matahari. Jika ini tidak seimbang, maka usia Bumi tidak akan mencapai miliaran tahun seperti ini.

Dan seterusnya, kita bisa mengembangkan penjelasan ini ke banyak peristiwa di alam semesta. Baik yang dekat dengan kita, maupun yang berada nun jauh disana. Seluruh bukti sains justru menunjukkan adanya keseimbangan secara holistik dan universal..! Wallahu a’lam bissawab.

(*Cuplikan buku DTM-37, halaman 134-137)

~ TENTANG HUJAN YANG MENUMBUHKAN TANAMAN ~

CUPLIKAN BUKU DTM-37:
'Menjawab Tudingan KESALAHAN SAINTIFIK AL QUR'AN'
11 Oktober 2013 pukul 10:26

Agar bisa dibaca secara lebih runtut dan utuh, jawaban QUIZ DTM-37 saya tulis ulang dalam note ini. Sekaligus untuk menghindari jangan sampai sahabat DTM tidak sempat/ terlewat membaca jawaban penulis, karena di dalam postingan tersebut cuplikannya tersembunyi di bagian komentar. Berikut ini adalah cuplikan buku DTM-37, halaman 192-195. Salam.
----------------------------------------------------------------------------

TUDINGAN KEPADA AL QUR’AN:

Al Qur’an gagal menyinggung proses fotosintesis pada tanaman, karena orang-orang Arab melihat di gurun dimana tanamannya langsung tumbuh setelah hujan. Penulis Al Qur’an mengira air hujanlah yang membuat tanaman tumbuh begitu saja. Padahal kita tahu air hanyalah sebagian saja dari faktor-faktor yang menumbuhkan tanaman. Faktor lainnya adalah sinar matahari yang menyebabkan terjadinya fotosintesis sehingga tanaman memperoleh makanan untuk tumbuh besar dan berbuah. Ayat berikut ini adalah salah satu buktinya.

QS. Al Baqarah [2]: 22
Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan AIR (hujan) dari langit, lalu Dia MENGHASILKAN dengan hujan itu segala BUAH-BUAHAN sebagai rezki untukmu. Karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.

JAWABAN:
Apakah yang menyebabkan suatu tanaman bisa hidup dan tumbuh di lingkungan beratmosfer Bumi? Air dan tanahkah? Ataukah, sinar matahari? Mana yang lebih substansial? Ternyata adalah air dan tanah. Atau, kalau diurutkan, nomer satu air, nomer dua tanah, nomer tiga matahari.

Memang, keberadaan ketiga faktor itu secara simultan akan menjadikan tanaman hidup dan tumbuh secara maksimal. Tetapi, tanpa air, tanaman akan mati. Dan ini bersifat mutlak. Dengan ada air, meskipun tanpa tanah dan sinar matahari, tanaman masih bisa hidup dan tumbuh. Tanaman hidroponik adalah tanaman yang tumbuh tanpa media tanah. Cukup dengan media air. Tanah dibutuhkan, lebih dikarenakan unsur-unsur hara yang ada di dalamnya.

Bahkan penemuan terbaru yang sangat menarik adalah: tanaman bisa hidup dan tumbuh tanpa sinar matahari. Para peneliti di Karlshure Institute of Technology, Jerman telah membuktikan hal itu. Mereka berhasil mengembangkan cara bagi tanaman untuk bisa tumbuh dalam keadaan gelap gulita.

Caranya adalah menggantikan sinar matahari dengan zat kimia bernama 15 Eaphycocyanobilin. Dengan diberi zat ini, tanaman akan berperilaku seperti memperoleh sinar matahari, dan bisa melakukan proses ‘fotosintesis’ di dalam kegelapan. Mereka bisa memproduksi daun, bunga, dan buah-buahan.

Karena, ternyata peran sinar matahari dalam proses fotosintesis adalah untuk mengaktifkan fotoreseptor di dalam tanaman. Dan fotoreseptor itu akan mengaktifkan molekul phytochromobilin yang berperan penting pada proses fotosintesis.

Jadi, itulah sebabnya Al Qur’an tidak menjelaskan hubungan langsung antara sinar matahari dengan pertumbuhan tanaman. Karena, sinar matahari itu memang bukan penyebab utama bagi hidup dan tumbuhnya tanaman.

Al Qur’an dengan sangat jitu menyebut penyebab utama hidup dan tumbuhnya tanaman adalah air sebagaimana diceritakan dalam banyak ayat. Namun demikian, Al Qur’an juga menyebut peran tanah dan matahari, tetapi dalam jumlah yang tidak banyak. Diantaranya adalah ayat-ayat berikut ini.

QS. Al A’raaf [7]: 57-58
Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan HUJAN di daerah itu, maka Kami keluarkan dengan sebab hujan itu pelbagai macam BUAH-BUAHAN. Seperti itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran.

Dan TANAH yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh SUBUR dengan seizin Allah; dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah Kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang yang bersyukur.

QS. An Naba’ [78]: 13-16
Dan Kami jadikan PELITA yang amat terang (MATAHARI)
dan Kami turunkan dari awan air yang tercurah banyak
Supaya Kami tumbuhkan dengan air itu biji-bijian dan tumbuh-tumbuhan
Dan kebun-kebun yang lebat.

Jadi, tudingan mereka terhadap ketidak ilmiahan Al Qur’an itu telah dijawab dengan telak oleh Al Qur’an (ayat qauliyah) dan hasil penelitian mutakhir (ayat kauniyah). Ternyata, bukan Al Qur’an yang salah secara saintifik, melainkan mereka yang belum memiliki ilmunya dan terlalu tergesa-gesa dalam melakukan tudingan.

Wallahu a’lam bishsawab.

Kamis, 10 Oktober 2013

BERHALA AGAMA

Sahabat JERNIH yang dirahmati oleh Allah ..

Jika umat Islam ditanya : “Siapakah yang kau sembah?” Mereka akan menjawab : “Allah .. atau Tuhan!”

Jika umat Islam ditanya : “Apakah agama Islam membolehkan pemberhalaan?” Mereka akan menjawab : “Tentu tidak!”

Betul sekali sahabat. Kalimat “La Ilahaillalah” adalah sebuah ‘kampanye’ anti-pemberhalaan, di mana tidak boleh ada tuhan-tuhan lain selain Allah yang patut disembah. Sejak dahulu para nabi telah berjuang untuk membimbing umat manusia dari bahaya pemberhalaan, dan mengembalikannya ke jalan yang lurus.

Saya sudah pernah membahas tentang “Hakikat Bersyahadat” (https://www.facebook.com/photo.php?fbid=433994340026016&set=o.145664822172198&type=3) di mana di situ saya paparkan bagaimana manusia meskipun berikrar bahwa “Tiada Tuhan selain Allah”, namun pada kenyataannya masih banyak yang bertuhan kepada kelompok dan golongan, uang, jabatan, dsb. Kali ini saya ingin mengingatkan tentang sebuah bahaya pemberhalaan yang seringkali luput dari perhatian kita : “Bertuhan kepada agama!”

Apa itu “Bertuhan kepada agama?”

Sebagaimana kita ketahui, bahwa Al Qur’an mengatakan bahwa segala apa yang kita lakukan di dunia ini pada akhirnya akan dipersembahkan oleh Allah, Sang Pencipta dan Sang Raja Semesta Alam :

“ Katakanlah: ‘Sesungguhnya shalat, ibadah, hidup dan matiku HANYALAH UNTUK ALLAH, Tuhan semesta alam’” (QS Al An’am [6] : 162)

Agama (Din) hanyalah sebuah jalan untuk menuju kepada-Nya. Dengan berpegang kepada “Perjanjian Suci” yang kita kenal dengan nama “Agama” tersebut, maka manusia bisa kembali kepada Allah dalam keadaan yang baik. Namun patut disayangkani, ternyata sebagian dari kita tidak memahami fungsi agama tersebut, sehingga tanpa sadar mereka menjadikan agama itu sendiri sebagai sebuah tujuan akhir, alias “memberhalakan agama”.

Masih ingat kasus kaos bertuliskan “Tuhan, Agamamu Apa?” yang sempat menimbulkan insiden oleh anggota ormas Islam yang merasa marah akan pesan tersebut? Bahkan saya juga beberapa kali membaca komentar di forum dumay yang mengatakan bahwa “Tuhan beragama Islam”.

Ini adalah logika berpikir yang sangat rancu dan lucu. Bagaimana mungkin Tuhan itu beragama? Bukankah Tuhan adalah Sang Pencipta segala sesuatu termasuk agama-agama itu sendiri? Bahkan secara tegas Al Qur’an menjelaskan bahwa Tuhan telah menciptakan berbagai macam jalan (baca : agama) untuk masing-masing umat di dunia ini :

“Dan bagi TIAP-TIAP UMAT ADA KIBLATNYA (sendiri) yang ia menghadap kepada-Nya. Maka BERLOMBA-LOMBALAH KAMU (DALAM BERBUAT) KEBAIKAN. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (di Hari Akhir). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS Al Baqarah [2] : 148)

Memberhalakan agama itu sesungguhnya terjadi pada setiap umat. Hanya saja, saya tidak tertarik untuk membahas yang terjadi pada umat lain, sehingga biarlah hal tersebut menjadi tanggung jawab pemuka agama masing-masing. Di sini saya akan mengkhususkan pembahasan kepada umat Islam saja.

Coba kita amati yang terjadi selama ini di kalangan umat Islam. Masih banyak yang tidak puas jika “Islam” itu tidak menjadi yang “terunggul” atas umat lain. Sehingga alih-alih giat melakukan kebaikan demi kebaikan sebagai perintah Tuhan, yang terjadi adalah main klaim sebagai “agama terbaik” atau “agama terunggul”. Jujur saya cukup sedih ketika mendengar ceramah sebagian ustadz yang tidak terlalu menganjurkan untuk berbuat baik demi kemanusiaan, akan tetapi lebih menitikberatkan kepada “kampanye untuk memeluk agama (baca : lembaga) Islam” dengan iming-iming masuk surga, dan ancaman neraka bagi yang tidak memeluk agama Islam versi ustadz tersebut.

Banyak pula yang berislam dengan iri dengki terhadap kebaikan yang dilakukan oleh golongan-golongan “di luar Islam”, sehingga perbuatan sebaik apa pun selama tidak “berlabel Islam” maka tidak akan diapresiasi bahkan menuai kecurigaan. Segala tradisi positif yang berada di luar “koridor Islam” akan secara sepihak dituduh “sesat dan menyesatkan” sebagaimana : yoga, reiki, hongshui-fengshui, adat Kejawen, spiritualisme, dsb. Ini belum termasuk kecurigaan berlebihan terhadap kegiatan kemanusiaan yang dilakukan oleh umat-umat lain, sehingga muncul istilah : “Kristenisasi, Buddhanisasi, dsb”. Seolah-olah hanya umat Islam yang boleh berbuat kebaikan, sementara umat lain selalu dituduh memiliki ‘misi terselubung’.

Ini sungguh merupakan penyakit kronis yang memprihatinkan. Bagaimana mungkin hati kita terluka ketika melihat orang lain berbuat kebaikan? Bukankah seharusnya hati ini senang ketika semakin banyak orang berbuat kebaikan, terlepas dari latar belakang suku, agama, ras, dan golongannya masing-masing, sebagaimana disebutkan dalam QS 5:48 tadi?

Saya jadi teringat nasihat guru ngaji saya dulu, bahwa ciri-ciri ‘orang sakit’ adalah “senang ketika melihat orang lain menderita, dan menderita ketika melihat orang lain senang”.

Jauh lebih memprihatinkan lagi kalau “Pemberhalaan Agama” ini berkembang menjadi sebuah “gerakan penindasan” yang sistematik. Melarang umat lain membangun rumah ibadah dan beribadah, memaksakan ideologi agama di dalam kehidupan negara yang berbhineka tunggal ika (seperti kasus Lurah Susan di Lenteng Agung baru-baru ini), bahkan secara arogan mengkampanyekan slogan “Islam Will Dominate” yang konon diyakini bahwa “Agama Allah akan dimenangkan terhadap agama-agama lain”. Dengan demikian pergesekan dan pertikaian antar umat, bahkan pertumpahan darah adalah sah-sah saja, asalkan “Islam menjadi yang terbaik, terhebat, dan nomor satu.”

Seperti inikah Islam yang kita pahami? Seperti inikah Islam yang kita yakini? Seperti inikah Islam yang kita inginkan?

Tidakkah kita sadari bahwa segala arogansi yang mengatasnamakan Islam itu justru bertentangan dengan ajaran Islam yang damai dan universal? Catat perkataan saya : 
“Hanya Al Qur’anlah satu-satunya kitab suci yang secara eksplisit mendeklarasikan pengakuan terhadap keberagaman syariat (agama) dan anjuran untuk berlomba-lomba berbuat kebajikan!”

“ ... Untuk TIAP-TIAP UMAT di antara kamu, Kami berikan ATURAN dan JALAN yang TERANG. SEKIRANYA ALLAH MENGHENDAKI, niscaya kamu dijadikan-Nya SATU UMAT (saja), tetapi Allah hendak MENGUJI kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka BERLOMBA-LOMBALAH berbuat KEBAJIKAN ...” (QS Al Maidah [5] : 48)

Ketika agama menjadi berhala, maka petakalah yang akan terjadi. Manusia akan disibukkan untuk menegakkan “label-label agama” namun lalai dalam berbuat kebajikan. 

Mari, kita kembalikan agama sebagai “Jalan menuju Allah”, sebagaimana disebutkan di dalam firman-Nya :

“... Sesungguhnya kami adalah MILIK ALLAH dan kepada-Nya-lah kami KEMBALI .. ” (QS Al Baqarah [2] : 156)

Allahu’alam ...

Kamis, 13 Juni 2013

BENARKAH MURTADIN HARUS DIHUKUM MATI?

Sahabat JERNIH yang diberkahi oleh Allah ...

Ada suatu anggapan umum yang mempercayai bahwa Islam mengajarkan bahwa orang yang keluar dari agamanya (murtad) layak untuk dihukum mati. Itu bukan hanya teori, melainkan benar-benar terjadi bahkan di era modern seperti saat ini, di beberapa negara yang menerapkan ‘syariat Islam’ yang ketat seperti di Afghanistan, misalnya.

Anggapan ini membuat banyak Non-Mukmin memandang Islam sebagai agama mengerikan, yang mengekang kebebasan setiap manusia menentukan jalan hidupnya sendiri, dengan berbagai ancaman yang mengerikan. Sayang sekali, bahwa anggapan yang keliru ini ternyata juga cukup banyak diyakini oleh orang-orang yang mengaku dirinya ‘Muslim’.

Anda bisa googling di internet dan menjumpai beberapa website atau blog yang berbicara tentang keharusan hukuman mati bagi seorang yang murtad. Apakah mereka hanya sekedar omong kosong belaka? Tentu tidak. Mereka memiliki banyak sekali dalil yang bisa membenarkan pandangan mereka.

Di antaranya adalah dalil-dalil berikut :

Ikrimah berkata : “Beberapa orang Zindiq diringkus dan dihadapkan kepada Ali ra, lalu Ali membakar mereka. Kasus ini terdengar oleh Ibnu Abbas, sehingga ia berkata : Kalau aku, tak akan membakar mereka karena ada larangan Rasulullah saw yang bersabda: "Janganlah kalian menyiksa dengan siksaan Allah, " dan aku tetap akan membunuh mereka sesuai sabda Rasulullah saw : "Siapa yang mengganti agamanya, bunuhlah!" (HR Bukhari)

Mu’adz bin Jabal berkata : “Suatu kali Muadz mengunjungi Abu Musa, tak tahunya ada seorang laki-laki yang diikat. Muadz bertanya; "Siapa laki-laki ini sebenarnya? Abu Musa menjawab "Dia seorang Yahudi yang masuk Islam, kemudian murtad. Maka Muadz menjawab; "Kalau aku, sungguh akan kupenggal tengkuknya." (HR Bukhari)

Ibnu Taimiyah berkata : “ Murtad itu terbagi dua, yaitu murtad ringan, kalau dia bertaubat, maka hukuman mati menjadi gugur darinya. Yang kedua adalah murtad berat, dia tetap dihukum mati walaupun sudah bertaubat.” ( Shorim Maslul : 3/ 696 )

Ibn Qudamah berkata : “Para ulama telah bersepakat atas wajibnya membunuh orang murtad.” (Al Mughni 12/271).

Oh .. oh .. Tidakkah anda mencium sesuatu yang ‘Un-Islamic’ di sini?

Ya ... Anda yang jeli pasti bertanya : DI MANA AYAT-AYAT AL QUR’ANNYA?

Jika kita mengaku sebagai seorang Mukmin, tentunya kita memiliki sebuah kitab suci, “manual guide of life”, yaitu Al Qur’an. Sayang sekali, untuk kasus orang berpindah agama (keluar dari Islam), ternyata Al Qur’an tidak dijadikan panduan sama sekali.
Saya sudah sering mengatakan untuk berhati-hati dalam menggunakan Hadits ataupun pendapat para para ulama
Silakan saja, akan tetapi sekali lagi : KROSCEK pendapat-pendapat tersebut dengan Al Qur’an, agar anda tidak melenceng dalam beragama!

Bahkan dalam catatan hadits mana pun, sebenarnya tidak ada satu pun hadits yang meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad pernah membunuh orang-orang yang murtad. Hadits-hadist di atas merupakan perkataan (yang diduga dari) orang-orang dekat Nabi yang mengatakan bahwa Nabi mengajarkan demikian, bahwa orang murtad haruslah dihukum mati.

Mari sekarang kita telaah bersama, apa yang Al Qur’an katakan terhadap orang murtad!

Pertama-tama, mari kita baca sebuah ayat yang merupakan GOLDEN RULE terkait kebebasan orang dalam berkeyakinan :

QS Al Baqarah [2] : 256
“TIDAK ADA PAKSAAN DALAM BERAGAMA; SESUNGGUHNYA TELAH JELAS JALAN YANG BENAR DARIPADA JALAN YANG SESAT. Karena itu barangsiapa yang menolak kejahatan dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Al Qur’an : di banyak ayatnya telah menjelaskan berbagai tanda-tanda eksistensi dan keberadaan Allah Sang Pencipta, tentang kebaikan dan keburukan, tentang orang-orang yang berakal dan orang-orang yang enggan menggunakan akalnya; dengan demikian keyakinan akan menjadi pilihan setiap manusia. Allah sendiri mengatakan bahwa bukan hal yang sulit untuk menjadikan seluruh manusia di dunia menjadi orang-orang yang beriman, karena itu untuk apa memaksakan sebuah keimanan terhadap seseorang :

QS Yunus [10] : 99
“Dan JIKALAU TUHANMU MENGHENDAKI, TENTULAH BERIMAN SEMUA ORANG di muka bumi seluruhnya. Maka APAKAH KAMU (HENDAK) MEMAKSA manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya ?”

Sekarang mari kita telaah ayat-ayat yang berbicara tentang seseorang yang murtad, alias keluar dari agama Islam!

QS An Nisaa [4] : 137
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman KEMUDIAN kafir, KEMUDIAN beriman (lagi), KEMUDIAN kafir lagi, KEMUDIAN bertambah kekafirannya, maka sekali-kali Allah tidak akan memberi ampunan kepada mereka, dan tidak (pula) menunjuki mereka kepada jalan yang lurus.”

QS Ali Imran [3] : 86
“Bagaimana Allah akan menunjuki suatu KAUM YANG KAFIR SESUDAH MEREKA BERIMAN, serta mereka TELAH MENGAKUI bahwa Rasul itu (Muhammad) benar-benar rasul, dan keterangan-keteranganpun telah datang kepada mereka? Allah tidak menunjuki orang-orang yang zalim.”

QS Ali Imran [3] : 72
“Segolongan (lain) dari Ahli Kitab berkata (kepada sesamanya): "PERLIHATKANLAH (SEOLAH-OLAH) KAMU BERIMAN kepada apa yang diturunkan kepada orang-orang beriman (sahabat-sahabat Rasul) pada permulaan siang dan INGKARILAH IA PADA AKHIRNYA, supaya mereka (orang-orang mukmin) kembali (kepada kekafiran)”

Perhatikan bahwa ayat-ayat tersebut berbicara tentang beberapa orang yang beriman, kemudian kafir, kemudian beriman, kemudian kafir, dst. JIKA memang benar Hukuman Mati bagi para murtadin itu benar-benar ada, maka TIDAK MUNGKIN ada orang-orang yang berlaku seperti itu, karena mereka akan LANGSUNG DIHUKUM MATI, begitu mereka melakukan kemurtadan untuk pertama kalinya!

Perhatikan juga QS An Nisaa (4): 88-91 yang mengajarkan kepada orang-orang beriman untuk mendahulukan perdamaian daripada pertumpahan darah, kepada orang-orang munafik (yang menyatakan diri beriman, kemudian kafir) jika orang-orang munafik itu menginginkan perdamaian pula!

Maka di sini jelas telah terbukti bahwa kepercayaan akan Hukuman Mati bagi para murtadin tidak mendapatkan dasar apa pun di dalam Al Qur’an. Pembunuhan atas nama agama atau keyakinan sebenarnya telah terjadi sepanjang sejarah kemanusiaan, kita tentunya juga paham pada masa abad pertengahan Gereja Eropa bisa dengan mudahnya menghilangkan nyawa seseorang dengan tuduhan “Heresy” alias “Bid’ah”.
Sayangnya, sebagian dari pengikut Nabi Muhammad pada waktu itu ikut larut dalam nuansa ‘kebengisan purba’, yang terus dilestarikan hingga kini oleh mereka-mereka yang mengklaim sebagai pengikut Nabi yang penuh welas asih tersebut.

Bahkan pengertian : Islam, Muslim, Mukmin, Kafir, dan Murtad itu sendiri tidak sesederhana berganti KTP, ritual, atau baju keyakinan, seperti cara pandang kebanyakan orang saat ini. Insya Allah akan saya bahas di lain kesempatan.

Kebebasan memilih keyakinan adalah sesuatu yang fundamental di dalam ajaran Islam yang BERBASIS Al Qur’an. Allah telah memberikan berbagai tanda-tanda di alam semesta yang dihamparkan-Nya, tinggal manusia yang memilih akan beriman atau menjadi kafir (terhadap keberadaan dan nikmat Allah), yang tentunya akan mengandung konsekuensi di Hari Penghakiman nanti!

“Dan katakanlah: ‘Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka BARANGSIAPA yang INGIN (beriman) HENDAKLAH ia BERIMAN, dan BARANGSIAPA yang INGIN (kafir) BIARLAH ia KAFIR (dengan konsekuensi yang ditanggung sendiri-sendiri)’......."

Allahu’alam ...

Semoga bermanfaat!

MENGKAJI SURAT AL-ASHR

QS Al Ashr [103] : 1-3
"Demi waktu! Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian! Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran."

Inilah salah satu surat yang cukup familiar di telinga umat Islam. Surat Al Ashr, meskipun sangat pendek, namun ternyata memiliki makna yang sangat dalam. Mari kita kaji!

Allah bersumpah atas nama waktu, bahwa pada dasarnya manusia itu hidup di dalam kerugian. Apa maksudnya? Kerugian berarti adalah manusia mengalami kesia-siaan dalam hakikat penciptaannya di dunia ini. Ia akan menjalani kehidupan yang gagal. Kegagalan itu bisa dirasakan di dunia maupun di akhirat nanti. Ia akan menjadi orang yang terbuang, yang hina, dan terputus dari rahmat Allah.

Agar manusia tidak mengalami kerugian, Allah telah memberikan petunjuk yang sederhana, namun dalam maknyanya. Pertama, ia harus beriman. Kedua, beramal saleh. Ketiga, saling mentaati kebenaran, dan Keempat saling menetapi kesabaran.

Apakah beriman itu? Beriman artinya adalah meyakini. Proses beriman itu apakah sekedar mengikuti tradisi orang tua kita, atau memang didapatkan melalui sebuah pencarian? Tentu saja iman akan kuat tak tergoyahkan ketika kita telah melalui proses pencarian terlebih dahulu, dengan memaksimalkan antara kombinasi hati dan pikiran.

Dimulai dengan menelaah petunjuk-petunjuk yang datang dari Allah melalui kitab-kitab suci. Mulai dari Taurat, Zabur, Injil, hingga disempurnakan dalam Al Qur'an. Ketika kita telah meyakini bahwa kitab-kitab tersebut telah memberi sebuah pencerahan dan petunjuk yang jelas kepada kita untuk mengarungi kehidupan ini, tentu kita akan yakin akan kebenaran para Nabi dan Rasul Allah, mulai dari Nabi Adam hingga Nabi Muhammad. Dengan meyakini kitab suci dan para Nabi dan Rasul, maka keyakinan itu akan membawa kita mencapai kesadaran akan keberadaan Allah Sang Pencipta alam semeta.

Keimanan harus berlanjut kepada amal saleh. Al Qur'an telah gamblang menjelaskan bagaimana kita harus beramal saleh. Yang jelas amalan saleh dalam Al Qur'an itu sama sekali tidak njlimet. Menyayangi sesama makhluk hidup, berbuat baik kepada siapa pun, menolong siapa saja yang membutuhkan, serta menyantuni anak yatim dan fakir miskin. Sehingga ada dampak positif dari keberimanan kita.

Namun demikian, ternyata iman dan perilaku yang baik itu tidak cukup hanya untuk diri sendiri. Orang-orang beriman harus senantiasa mengembangkan sikap saling menasehati dan mengingatkan kepada sesama manusia akan kebaikan, dan mencegah kejahatan. Tentu dunia tidak akan menjadi lebih baik jika hanya anda saja yang baik hati, sementara sisanya adalah orang-orang jahat. Sampaikanlah pesan-pesan Allah itu semampu anda. Jika anda mahir berbicara langsung di depan orang, maka bicaralah dengan baik! Jika anda merasa malu dan hanya bisa berbicara di balik layar, maka anda bisa menasehati sesama manusia lewat media tulisan dan facebook ini misalnya. Anda pun bisa menasehati orang lain lewat contoh perilaku yang baik. Lakukan apa saja semampu anda, asal bisa efektif dan berdampak positif!

Yang terakhir adalah mengembangkan sikap sabar. Mari kita renungkan.. Semua perintah Allah itu adalah satu paket. Anda tetaplah orang yang merugi dalam perjalanan hidup anda, seberapa pun kuat iman anda, seberapa saleh pun anda, seberapa teguh anda memberi nasihat kepada sesama.. jika anda belum bisa bersabar! Kemarahan, kebencian, kekerasan, dan penindasan adalah akibat dari disingkirkannya kata "sabar" dalam kamus hidup anda. Maka dari itu, saya sungguh prihatin melihat kondisi umat Islam saat ini yang jauh dari kesabaran. Bahkan ilmu agama yang tinggi tidak menjamin seseorang bebas dari amarah yang berlebihan, saling caci mencaci, hujat menghujat, dan melakukan tindak anarki dengan alasan agama! Agama disenggol sedikit saja, bukannya dilawan dengan dialog yang baik, akan tetapi langsung direspon dengan aksi premanisme. Ini sungguh jauh dari apa yang diinginkan Allah kepada orang-orang beriman.

Maka dari itu, setelah anda memahami keempat syarat yang diberikan Allah agar manusia tidak merugi.. Pertanyaanya : kenapa Allah menggunakan kata "waktu" dan "kerugian"?

Ya.. Karena waktu terus berjalan. Detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, dan tahun terus bergerak, dan kita tidak akan bisa kembali walau barang sedetik pun..

Ya.. Karena waktu adalah salah satu syarat utama terciptanya kehidupan, selain ruang. Karena keberadaan waktu lah, segala sesuatu menjadi semakin tua, semakin lemah, semakin usang, semakin lapuk, semakin rusak..

Ya.. Karena hidup kita ini ibarat menaiki kereta waktu.. Di mana rel waktu setiap orang akan berbeda panjang pendeknya. Bisa jadi yang muda lebih dulu mati daripada yang tua. Bisa jadi yang sehat lebih dulu mati daripada yang sakit. Maka jika kita tidak mengisi detik demi detik kehidupan kita dengan iman, amal salih, kebenaran, dan kesabaran.. Bagaimana jika tiba-tiba kereta waktu kita telah tiba di stasiun terakhir?

Pernahkan anda membayangkan kapan kereta anda akan berhenti di stasiun terakhir?

Apakah anda memiliki pengetahuan tentang itu?

Sudah siapkah anda?

Untung atau rugi?

Allahu'alam ..


Semoga bermanfaat!

Jumat, 07 Juni 2013

MITOS AL-AQSA

Bismillahirrahmanirrahiim.

Berbicara tentang konflik Palestina dan Israel, tak pelak akan menyinggung tentang Masjid Al-Aqsa. Dilingkupi oleh mitos-mitos suci, masjid ini menjadi salah satu alasan klasik menentang keberadaan negara Israel, bahan propaganda para Islamis dari Hizb at-Tahrir, Ikhwan al-Muslimin, maupun ulama-ulama Islam tradisional untuk mengajak umat Islam ikut bergabung dengan perjuangan rakyat Palestina. Ironisnya, semangat mempertahankan masjid ini mungkin dilandasi oleh mitos belaka dan bahkan bisa menjurus ke arah kemusyrikan. Mungkin perlu ditengok kembali sejarah Al-Aqsa.

Kuil Yahudi

Kuil Yahudi adalah bagian tak terpisahkan dari agama Yahudi. Berbeda dengan sinagog, kuil di Yerusalem ini memiliki beberapa kekhususan bagi umat Yahudi. Misalnya, beberapa upacara seperti Qurban (Yahudi: Qorban) hanya bisa dilakukan di kuil yang berada di Yerusalem.

Sepanjang sejarah, kuil ini mengalami kehancuran besar-besaran dua kali. Yang pertama adalah ketika kerajaan Babilonia di bawah Nebukadnezar menyerbu dan memperbudak Bani Israil. Menurut salah satu teori, di masa perbudakan inilah, umat Yahudi mulai menyusun kitab-kitab awal seperti Taurat untuk mempertahankan identitas mereka. Setelah jatuhnya Babilonia oleh Raja Persia, Kurosh (Yunani: Cyrus), barulah umat Yahudi kembali ke Yerusalem dan mulai membangun kuil mereka.

Kuil yang kedua ini pun juga memiliki kisah-kisah konflik sendiri dari mulai awal pembangunannya, sampai konflik keagamaan ketika Romawi menjajah Yerusalem dan memasang patung Zeus. Kuil ini juga direnovasi dan diperbesar di masa raja boneka, Herodes untuk menarik simpati kaum Yahudi. Di masa Yesus (Isa) pun, bagian depan kuil ini menjadi kisah hidupnya ketika beliau membalikkan meja-meja penukar uang. Mengikuti jejak pendahulunya, kuil kedua ini hancur di tahun 70 M ketika Romawi tak sanggup bersabar pada kerusuhan dan pemberontakan di daerah ini. Bersamaan dengan hancurnya kuil kedua, orang-orang Romawi juga mengusir kaum Yahudi dari Yerusalem.

Sampai menjelang direbutnya Yerusalem oleh kaum Muslim, kebijakan Romawi terhadap kaum Yahudi dan Yerusalem berubah-ubah. Ada masanya kaum Yahudi diperbolehkan masuk di Yerusalem tetapi ada masanya pula mereka kembali ditendang dari Yerusalem. Sempat pula Yerusalem dikuasai oleh Persia sebelum akhirnya direbut lagi oleh Romawi. Di masa Heraklius di abad 7, pembantaian terhadap kaum Yahudi di kota ini kembali terulang dan hanya mereka yang bersedia menjadi Kristen yang diampuni. Sementara di sinagog-sinagog yang tersebar dari Kaifeng, Ethiopia, hingga Eropa, kerinduan terhadap kuil dikumandangkan.

Umar ibn Khatab di Yerusalem

Alkisah, setelah direbutnya Yerusalem oleh pasukan pimpinan Abu Ubaidah ibn al-Jarrah, Uskup Agung Sofronius (Patriarch Sophronius) dari Gereja Makam Suci (Church of Holy Sepulchre) yang sudah ketakutan semenjak Betlehem dikuasai bangsa Arab, mengunci diri di dalam gereja dan menolak keluar kecuali bertemu dengan Amir al-Mu'minin sendiri, Umar ibn Khattab. Umar mengabulkan permintaan itu dan datang secara pribadi ke depan pintu gereja.

Saat bertemu Umar, Uskup Agung sebagai tanda tunduk, mengizinkan Umar untuk sembahyang di dalam gereja. Umar menolak karena tak mau menjadi dalil pengikut-pengikutnya setelahnya mengubah gereja umat Kristen menjadi masjid. Sebagai penggantinya, Umar melakukan salat di halaman selatan Gereja. Di lokasi itu kini berdiri masjid yang dinamakan Masjid Umar.

Yang mungkin jarang diketahui oleh umat Muslim dan jarang disebut oleh sejarawan Muslim adalah, di masa Umar ini, umat Yahudi diizinkan kembali ke Yerusalem. Umar bahkan mengatur pertemuan antara sang Uskup dan perwakilan dari Umat Yahudi, membahas jumlah keluarga Yahudi yang diperbolehkan pindah ke Yerusalem. Sebanyak 70 keluarga Yahudi akhirnya ditentukan oleh Umar untuk pindah dari Tiberias ke Yerusalem dan mendirikan sinagog di tembok Barat.

Dalam sejarah versi Muslim, ada sosok bernama Ka'ab al-Ahbar yang menjadi kontroversi antara Sunni, Syiah, dan para pecinta teori konspirasi. Ia adalah mantan Rabi Yahudi yang menjadi seorang muslim di masa Umar ibn Khattab. Sosok inilah yang menunjukkan pada Umar di mana lokasi kuil berada. Kaum muslim membersihkan puing-puing dan memutuskan untuk mendirikan bangunan untuk salat di sana. Terjadi perselisihan antara Ka'ab al-Ahbar dan Umar di mana Ka'ab menginginkan umat Muslim salat di tempat di mana mereka juga akan menghadap batu (Qodesh HaqQodasim) tempat dahulu Tabut (Ark of Convenant) diletakkan di kuil sementara Umar tidak menyukai pengaruh Yahudi. Akhirnya, Umar memutuskan mendirikan masjid di tempat di mana umat Muslim yang salat akan membelakangi lokasi tersebut. Bagian tersebut bahkan merupakan bagian terluar dari bekas kuil dan bahkan sebenarnya hanya merupakan gudang tambahan yang disebut Chanoyut dan bukan bagian dari bagian utama kuil. Masjid ini kelak dibangun ulang di masa khalifah Abdul Malik ibn Marwan dari dinasti Umayyah di akhir abad 7 beserta Kubah di atas batu tempat Tabut.

Yang menarik adalah sebuah catatan dari Rahib Sebeos dari Armenia yang ditulis di tahun setelah pertengahan abad 7. Rahib ini mengisahkan bagaimana orang-orang Yahudi yang saat itu cenderung didukung oleh penguasa Muslim mencoba memfitnah orang-orang Kristen dan nyaris mengakibatkan pembantaian massal seandainya tidak dicegah oleh salah seorang Muslim yang menjadi saksi. Rahib ini juga mengisahkan orang-orang Yahudi yang berhasil menemukan lokasi Kuil dan berniat mendirikan kembali kuilnya. Terjadi kecemburuan dan orang-orang Islam menguasai lokasi, mendirikan masjid di lokasi tersebut dan orang Yahudi mendirikan kuil di tempat lain. Entah di masa siapa peristiwa yang dimaksud oleh rahib ini dan apakah cerita ini bertentangan dengan versi Muslim.

Dengan demikian ada tiga lokasi penting di Yerusalem yang bersejarah di masa Umar ibn Khattab.

1. Masjid Umar

Masjid ini berada di sebelah selatan Gereja Makam Suci. Bentuk yang sekarang dibangun oleh penerus Salahuddin Al-Ayyubi, konon merupakan lokasi Umar ibn Khattab melakukan salat pertama setelah menolak tawaran dari Uskup Agung Sofronius.

2. Masjid Al-Aqsa

Masjid ini berada di bagian selatan Kuil Kedua. Bagian ini merupakan perluasan dari Kuil yang dilakukan oleh Raja Herodes dan di masa kuil masih berjalan, bagian ini adalah gudang chanoyut yang menyimpan peralatan kuil. Walau versi Muslim menyatakan Umar sudah mendirikan masjid ini, beberapa catatan non-Muslim mengisyaratkan khalifah pertama yang memulai. Pembangunan besar-besarannya hingga satu kompleks dimulai di masa Abdul Malik di akhir abad 7. Semenjak masa Turki Usmaniyah, kompleks tersebut dinamakan sebagai Haram Al-Syarif dan Masjid Al-Aqsa adalah bagian yang digunakan untuk salat di sebelah selatan.

3. Kubah ( Dome of the Rock)

Masjid ini mungkin adalah bagian paling dikenal dan bahkan sering disangka sebagai Masjid Al-Aqsa. Dari kisah versi Muslim di atas, Umar tidak menganggap berarti keberadaan situs ini dan hanya memagarinya. Khalifah Abdul Malik dari dinasti Umayyah, membangun kubah di situs ini bersamaan dengan renovasi kompleks kuil dan pembangunan Masjid Al-Aqsa.


Seperti yang dilihat dari sejarahnya, bisa disimpulkan bahwa Masjid Al-Aqsa adalah salah satu dari masjid biasa. Tidak ada yang istimewa dari masjid ini. Mitos-mitos seperti Isra Mi'raj yang menyebabkan gairah umat Muslim akan muncul berapi-api bila para khatib salat Jumat mengobarkan semangat membela masjid ini dari kaum Yahudi. Padahal bila direnungkan:

1. Kaum Yahudi jauh lebih memiliki kaitan sejarah dengan situs tersebut. Hal ini dibuktikan dari keberadaan mantan rabi Yahudi untuk menemukan lokasi tersebut;

2. Umar ibn Khattab, berhati-hati untuk tidak salat di dalam gereja, mencegah dirinya dijadikan dalil para pengikutnya memaksakan mengubah gereja menjadi masjid. Walau dinarasikan berbeda dalam sejarah Muslim, dengan asumsi bahwa sejarah versi Muslim bisa dipercaya, bisa jadi dengan prinsip yang sama, Umar ibn Khattab menolak membangun masjid persis di mana kuil itu berada dan memilih di bagian terluar;

3. Seandainya Umar ibn Khattab menganggap Isra Miraj sebegitu pentingnya dan lokasi peristiwa tersebut harus dipertahankan secara fanatis mati-matian, niscaya ia akan membangun masjid tersebut di lokasi yang disarankan oleh mantan rabi, Ka'ab al-Ahbar;

4. Itupun dengan asumsi bahwa Isra Mi'raj benar terjadi. Masjid al-Aqsa sendiri berarti Masjid yang Jauh dan tidak ada bangunan berupa masjid yang kita kenal di masa Nabi dan ketika Umar berada di Yerusalem, tentara Muslim harus membersihkan dahulu tempatnya. Tentu saja bila Isra Miraj benar terjadi, maka masjid di sini bisa saja berarti sekedar 'tempat bersujud'. Bangunan fisik Masjid al-Aqsa baru ada di masa dinasti Ummayah. Pertimbangkan pula bahwa lokasi Al-Aqsa adalah di bagian luar dari Kuil, tidak dipaksakan di bagian dalam.

5. Renungkan juga sikap Nabi Muhammad terhadap Ka'bah. Ia meninggalkan Ka'bah ketika hijrah. Bahkan ia mengakui kekuasaan Quraisy atas Ka'bah dalam perjanjian Hudaibiyah dengan mengikuti permintaan mereka untuk menunda haji. Bisa disimpulkan, nyawa manusia dan perdamaian jauh lebih penting daripada kesucian sebuah benda.

Akhir kata, ada banyak alasan mendukung perjuangan rakyat Palestina tetapi membela Masjid Al-Aqsa karena menganggapnya tempat suci adalah tidak Islami. Ada banyak alasan mempertahankan Masjid Al-Aqsa, dari kesejarahan, kegunaan sebagai tempat ibadah umat Muslim yang masih berjalan, tetapi menyatakan bahwa Masjid Al-Aqsa harus dibela karena tempat suci setelah Ka'bah adalah tidak sesuai dengan pribadi umat Muslim paling awal bahkan sebenarnya cenderung Israiliyat.