Jumat, 02 September 2011

SEDERHANA, KOK DIBIKIN RUWET

oleh Agus Mustofa pada 1 September 2011 pukul 10:58

Saya melihat, banyak orang ‘pusing’ di sekitar lebaran kali ini. Tapi, saya juga menyaksikan banyak orang ‘happy-happy’ saja. Yang ‘pusing’, kebanyakan adalah orang-orang yang ‘peduli’ kepada nasib umat Islam yang sedang ‘carut-marut’ disebabkan berbagai perbedaan yang semestinya tidak perlu terjadi. Sedangkan yang ‘happy’, terdiri dari dua golongan. Golongan pertama adalah yang ‘tidak peduli’ pada nasib umat. Sedangkan golongan kedua, adalah yang sudah ‘mantap’ dengan pendapat sendiri.

Saya sungguh mengapresiasi golongan yang ‘peduli’ itu. Sebagaimana saya juga mengapresisasi golongan yang sudah ‘mantap’ dengan pendapat sendiri. Selebihnya, golongan yang kurang peduli dengan nasib umat, mesti kita ajak untuk lebih peduli, agar ke masa depan umat Islam ini menjadi umat yang tidak dibingungkan lagi oleh hal-hal yang semestinya ‘sepele’ dan sederhana seperti ini. Sungguh, masih banyak persoalan lebih besar, yang menanti uluran tangan dan pikiran kita untuk diselesaikan demi kemajuan bersama.

Untuk itu, saya ringkaskan inti masalah yang masih mengganjal di benak kita soal lebaran ini. Mudah-mudahan bisa menjadi klarifikasi dan mengembalikan pada substansi persoalannya, sehingga tidak berlarut-larut karenanya.

1). Sebagaimana saya tulis dalam NOTE berjudul ‘Kegundahan di Akhir Ramadan’: Bulan tidak akan pernah berbohong. Karena ia adalah FAKTA. Yang bisa berbohong itu kan manusia. Karena itu, pertanyaan seputar ‘ketinggian bulan’, dan ‘sekarang tanggal berapa syawal’, sebenarnya bisa Anda jawab sendiri. Caranya sangat sederhana, yakni dengan melihat bulan di langit sudah seberapa tinggi. Kalau masih ragu, karena sekarang masih berbentuk sabit, maka dengan mudahnya Anda bisa melihat saat PURNAMA. Itulah tanggal 15 Syawal. Kemudian hitunglah maju ke arah AWAL bulan. Maka Anda akan tahu kapankah tanggal 1 syawal yang sebenarnya. Bulan tidak bisa berbohong, bukan..?

2). Sebenarnya, dua kelompok yang berbeda dalam menetapkan lebaran itu sudah BISA MENGHITUNG dan tahu semua kok, bahwa akhir Ramadan (ijtima’ alias posisi segaris antara Bulan-Bumi-Matahari) itu jatuh pada tanggal 29 Agustus 2011, sekitar jam 11. Sehingga semua juga sependapat bahwa sore/ maghrib itu bulan SUDAH di atas ufuk pada ketinggian di bawah 2 derajat untuk wilayah Indonesia. SEMUA SEPAKAT. Tidak ada perbedaan sampai disini, bahwa bulan RAMADAN SUDAH BERAKHIR hari itu. Bahwa bulan memang sudah berganti. Dibuktikan sudah memiliki ketinggian hampir 2 derajat di atas ufuk.

3). Perbedaan MULAI MUNCUL saat menentukan ‘kapan mengakhiri PUASA’. (Perhatikan: BUKAN mengakhiri RAMADAN. Karena Ramadan memang sudah berakhir.) Nah, disinilah terjadi perbedaan dalam menyikapi DATA yang SAMA itu. Kelompok yang satu mengatakan, bahwa karena Ramadan sudah jelas-jelas BERAKHIR, maka puasa pun harus DIAKHIRI. Sehingga mereka shalat Idul Fitri tanggal 30 Agustus. Sedangkan kelompok kedua berpendapat, KARENA hilal belum kelihatan, maka mengacu kepada hadits Rasulullah: Jika hilal TIDAK KELIHATAN, maka GENAPKANLAH puasa menjadi 30 hari, shalat Id tanggal 31 Agustus. Nah, ketika digenapkan itu, SUDAH PASTI akan ‘memakan’ awal bulan syawal. Karena, usia bulan Ramadan maksimal memang hanya 29,5 hari. Jadi, seandainya pun 0,5 harinya itu muncul di akhir-akhir Ramadan, maka penggenapan puasa menjadi 30 hari itu dengan sendirinya ‘MEMAKAN’ setengah hari awal bulan Syawal. Sebenarnya TIDAK APA-APA. Itulah yang dilakukan Rasulullah. Beliau pun sudah pasti tahu, bahwa penggenapan itu akan menggunakan sebagian bulan syawal.

4). Karena itu, pemilihan MENGAKHIRI puasa atau MENGGENAPKAN, adalah sama-sama BOLEH dan ada dasarnya. Yang satu berdasar hitungan bahwa saat itu memang Ramadan sudah berakhir. Dan yang lainnya berdasar pada hilal tidak terlihat. SUDAHLAH, jangan dipermasalahkan karena sesungguhnya persoalannya sudah sangat jelas. Yang penting, kedua-duanya dilakukan dengan JUJUR dan ingin membangun kemaslahatan bersama. Bukan karena gengsi ataupun alasan-alasan yang kurang dewasa dalam beragama. Atau, apalagi MEMAKSAKAN kehendak agar yang lain mengikutinya. Kalau ini yang terjadi maka sungguh sangat MEMPRIHATINKAN. Karena akan mengarahkan interaksi sosial kita pada prinsip KALAH-MENANG yang menjadikan umat menjadi TERPECAH BELAH.

5). Karena itu Sahabat…, substansi persoalan perbedaan lebaran ini sebenarnya bukanlah SALAH-BENAR dalam menghitung atau merukyat, karena kedua-duanya sudah sama-sama pintarnya. Bagi saya, yang sangat MEMPRIHATINKAN itu adalah: ternyata pemimpin-pemimpin kita 'belum pintar' membuat keputusan yang menjadikan UMAT ini bisa BERSATU dalam indahnya kebersamaan yang kita idam-idamkan BERSAMA… :(

Ihdinashshiraathal mustaqiim, shiraathal ladzina an’amta ‘alaihim, ghairil maghdluubi ‘alaihim waladhdhaalin… Amiin.

Wallahu a’lam bishshawab
~ salam ~


Selasa, 30 Agustus 2011

IDUL FITRI BERBEDA LAGI

oleh Agus Mustofa pada 29 Agustus 2011 pukul 11:33

Sangat boleh jadi, Idul Fitri di Indonesia tahun ini berbeda lagi. Padahal di kebanyakan negara muslim lainnya tidak terjadi. Entahlah, kenapa begitu sulit menyatukan dua pendapat mayoritas itu disini. Padahal keduanya sama-sama bisa menghisab dan sama-sama bisa merukyat...

Sulitnya menyatukan dua pendapat ini, seakan-akan menjadi cermin atas ego partisan yang masih begitu kuat di antara golongan-golongan umat Islam. Padahal, mestinya solusinya tidaklah sulit untuk dipecahkan. Masalah sebenarnya bukanlah ’tidak bisa’, melainkan ’tidak mau’ saja. Dengan kata lain, jika kedua pihak yang berbeda itu ’mau’ semua ini akan selesai dengan ending yang sangat melegakan umat yang sudah lama terombang-ambing dalam kebingungan yang tidak perlu ini.

Masalah utamanya tidak lebih dari sekedar ’kesepakatan definisi’ tentang datangnya ’bulan baru’ alias penampakan hilal. Dalam hal ini adalah bulan Syawal. Bahwa, dalam kalender Hijriyah yang berpatokan pada putaran Bulan terhadap Bumi, satu bulan disandarkan pada lamanya Bulan mengitari Bumi satu putaran. Dari titik A ke titik A lagi, dari horison ke horison lagi, yang lamanya 29,5 hari.

Periode satu putaran Bulan terhadap Bumi itu terlihat oleh manusia dari permukaan Bumi sebagai munculnya Bulan dalam bentuk Bulan sabit yang sangat tipis, kemudian semakin menebal, dan mencapai Bulan Purnama, lantas menjadi berbentuk sabit lagi sampai tenggelam.

Maka, datangnya bulan baru (dalam hal ini Syawal) selalu ditandai oleh munculnya bulan sabit alias hilal di ufuk barat, yang tampak pada saat matahari tenggelam di hari terakhir Ramadan. Perbedaan muncul dikarenakan adanya prinsip yang berbeda.

Kelompok pertama berpendapat, bahwa jika hilal sudah berada di atas horison alias diatas nol derajat garis datar Bumi, itu sudah menunjukkan datangnya bulan baru. Berapa pun ketinggian hilal, pokoknya sudah diatas nol derajat, itu artinya bulan Ramadan sudah habis, dan tidak boleh berpuasa lagi. Esok hari adalah 1 Syawal.

Kelompok kedua berpendapat, bahwa untuk bisa disebut sebagai bulan baru hilal itu harus ’terlihat’. Karena ada hadits Nabi yang menyebutkan bahwa, barangsiapa melihat hilal maka hentikanlah puasa Ramadan. Dan jika hilal belum terlihat, maka genapkanlah puasanya menjadi 30 hari.

Masalahnya memang, satu bulan Hijriyah itu berumur 29,5 hari. Sehingga kadang, kita berpuasa 29 hari, dan di waktu lain kita berpuasa 30 hari karena menggenapkan sampai terbenamnya matahari. Kita akan berpuasa 29 hari, jika 0,5 harinya itu sudah muncul di awal Ramadan. Dan kita berpuasa 30 hari, jika 0,5 harinya hadir di akhir Ramadan.

Untuk tahun ini, sebenarnya 0,5 hari itu sudah muncul di awal Ramadan. Sehingga, di akhir Ramadan ini hilal sudah berada di atas horison meskipun tidak sampai 2 derajat. Bagi kelompok pertama, ini dianggap sudah cukup sebagai bukti bahwa bulan Syawal sudah datang. Karena itu, puasanya hanya 29 hari. Dan tanggal 30 sudah shalat Idul Fitri.

Namun, bagi kelompok kedua, belum cukup hitungan di atas kertas itu, karena bisa saja salah. Karena itu harus dibuktikan dengan ’melihat’ munculnya hilal di ufuk Barat. Jika tidak terlihat, keputusannya adalah menggenapkan puasa menjadi menjadi 30 hari. Tetapi jika terlihat, mereka akan mencukupkan puasanya hanya 29 hari. Dan kita shalat Id bersama. Oh, betapa indahnya...

Sayangnya, kemungkinan besar, hilal tidak akan terlihat karena bulan sabit itu demikian tipisnya. Ia akan menampakan diri di atas horison tidak sampai 2 derajat. Dari pengalaman para ahli astronomi, bulan sabit baru akan tampak oleh mata atau bahkan oleh peralatan jika berada di ketinggian minimal 4 derajat. Karena itu, di sejumlah negara dibuat kesepakatan, bahwa yang disebut bulan baru itu adalah jika hilal sudah setinggi minimal 4 derajat di atas horison.

Nah, selama kedua belah pihak bersikukuh dengan pendapat masing-masing tentang datangnya bulan baru, maka ’masalah yang tidak perlu’ ini akan terus ada. Di Mesir, perbedaan ini dengan sangat mudah diatasi oleh pemerintah. Yakni, dengan menyerahkan kepada ahlinya. Masing-masing golongan yang berbeda tidak boleh melakukan perhitungan dan rukyat sendiri-sendiri, melainkan diserahkan kepada lembaga astronomi milik negara.

Para ahli Astronomi itulah yang menghitung, dan kemudian merukyat di lapangan dengan menggunakan peralatan yang mereka miliki. Hasilnya diserahkan kepada lembaga fatwa yang dikenal sebagai Darul Ifta’ yang berisi para ahli fiqih dari Universitas Al Azhar. Maka, sidang isbat yang terjadi sangatlah singkat dan tidak ruwet. Cukup melakukan cross-check hasil pengamatan lembaga astronomi dari berbagai wilayah, dan kemudian melegitimasi. Hasilnya diumumkan oleh pemerintah, dan ditetapkan sebagai keputusan resmi yang harus diikuti oleh seluruh warga.

Di Indonesia belum ada ketegasan dan kesepakatan seperti itu sehingga masalahnya tidak selesai-selesai. Tapi kita semua berharap, mudah-mudahan perbedaan ini tidak akan berlarut-larut ke masa depan. Tentu saja seiring dengan kedewasaan kita dalam beragama. Bahwa berbeda itu memang membawa rahmat, jika digunakan untuk kemaslahatan umat. Tetapi, menjadi mudharat jika umat menjadi terpecah belah dan tidak nyaman dalam beribadah. Allah tidak pernah mempersulit hamba-hamba-Nya dalam beribadah. Ambillah yang mudah, jangan dipersulit...

QS. Al Baqarah (2): 185
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda. Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan maka (berpuasalah) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki KEMUDAHAN bagimu, dan TIDAK menghendaki KESUKARAN bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.

Saya sendiri, tahun ini menjalankan puasa 29 hari. Dan shalat Idul Fitri pada tanggal 30 Agustus 2011. Karena, kebetulan saya menjadi khatib di Pasuruan pada tanggal tersebut. Perbedaan jangan menjadikan kita terpecah. Tetapi, menjadi pelajaran berharga untuk bisa saling menghormati perbedaan…

~ salam hangat ~
Selamat berhari raya Idul Fitri
Selamat berlebaran bersama keluarga tercinta
Semoga Allah menerima amal ibadah kita semua...

Rabu, 24 Agustus 2011

"PATUNG DAN UANG" ... MANA YANG LEBIH DILARANG OLEH ALLAH?

QS Al Ankabuut [29] : 46
"Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang lalim di antara mereka, dan katakanlah: "Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan kami hanya kepada-Nya berserah diri"

Suatu hari saya bertemu dengan seorang misionaris Kristen. Sebagai seorang muslim yang baik, tentu saja saya harus bersikap baik, sopan, dan penuh penghormatan terhadapnya. Kami memulai sebuah pembicaraan seputar teologi, hingga ia melontarkan sebuah pertanyaan:

"Apakah umat Islam itu jalannya belum lurus? Mengapa setiap hari ketika shalat selalu berdoa agar ditunjukkan jalan yang lurus?"

Saya hanya tersenyum mendengarkan pertanyaan itu. Sebenarnya inilah salah satu pertanyaan yang sering dilontarkan oleh para misionaris. Entah itu karena memang mereka tidak tahu, atau hanya bertujuan melemahkan iman umat Islam.

Inilah ayat dalam Al Qur'an yang sering mereka permasalahkan :

QS Al Fatihah [1] : 5-6
"Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan. TUNJUKKANLAH KEPADA KAMI JALAN YANG LURUS.. "

Di sini saya ingin berbagi kepada sahabat JERNIH, bagaimana menjawab pertanyaan yang "gampang-gampang susah" ini, dengan tepat, masuk akal, dan tentunya yang lebih penting adalah tidak menyakiti perasaan lawan bicara kita.

Saya minta kepada si misionaris untuk membacakan sebuah ayat dari Alkitab, yaitu kitab sucinya sendiri.
"Anda hafal Doa Bapa Kami dari Injil Lukas 11: 2-4?"
Ia menjawab : "Tentu saja!"
Dan ia mulai membacanya dengan lantang :

Injil Lukas 11 : 2-4
"Apabila kamu berdoa, katakanlah: Bapa, dikuduskanlah nama-Mu; datanglah Kerajaan-Mu. BERIKANLAH KAMI SETIAP HARI MAKANAN KAMI YANG SECUKUPNYA dan ampunilah kami akan dosa kami, sebab kamipun mengampuni setiap orang yang bersalah kepada kami; dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan".

Kemudian saya berbalik tanya kepada dia: "Kalau begitu apakah umat Kristen setiap hari kelaparan dan tidak cukup makanan?"

Misionaris itu tersenyum kecut. Kemudian tampak kebingungan menjawab. Segera saya menjelaskan apa makna di balik doa umat Islam agar selalu ditunjukkan kepada jalan yang lurus.

QS Al Fatihah [1] : 5-6
"Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan. Tunjukkanlah kepada kami jalan yang lurus.."

Tentu saja ini adalah sebuah doa. Doa yang menggambarkan kerendahan diri kita di hadapan Sang Pencipta. Kita menyadari bahwa kita hanyalah manusia biasa yang lemah tak berdaya, dan tidak bisa lepas dari kesalahan dan dosa. Iman dalam diri kita ini setiap harinya naik turun, tidak ubahnya seperti kurs mata uang dunia. Hari ini bisa saja diri kita ini berada di "jalan yang lurus", akan tetapi apakah kita berani menjamin bahwa besok kita akan tetap berada di "jalan surga" tersebut? Lagi pula siapa sih diri kita ini bisa bersikap sombong seolah-olah kita tahu bahwa jalan kita sekarang ini adalah jalan yang lurus?

QS Luqman [31] : 18
"Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri."

Kita telah diberikan seperangkat petunjuk oleh Allah untuk mencapai kebenaran, namun kebenaran sejati hanyalah milik Allah saja. Apa yang kita lakukan saat ini hanyalah upaya untuk mendekati kebenaran sejati. Akan tetapi kita tidak akan pernah tahu kebenaran sejati itu seperti apa. Maka dari itu, dengan segala kerendahan hati, dan kesadaran bahwa kita ini adalah makhluk yang lemah, kiranya sudah sepatutnya kita tidak henti-hentinya memohon kepada Yang Maha Memberi Petunjuk, agar selalu dibimbing-Nya dengan hikmat kebijaksanaan dan kasih sayang untuk selalu berada dalam "shirataal mustaqiim" alias "Jalan yang lurus."

Insya Allah ...

Allahu'alam ..


Semoga bermanfaat!


Minggu, 07 Agustus 2011

"TUHANNYA ORANG KRISTEN TELANJANG!"

" Tuhannya Orang Kristen Telanjang! "
Itulah kalimat yang sering saya jumpai di beberapa forum debat kusir agama. Kalimat senada yang melecehkan seorang Yesus Kristus juga sering saya jumpai, misalkan saja, "Tuhan kok gondrong?" Atau juga foto-foto pelecehan terhadap sosok Yesus, yang kemudian di-tag kesana kemari untuk kemudian diberi komentar yang melecehkan. Yang sangat saya sesalkan, bahwa banyak di antara pelecehan itu dilakukan oleh orang-orang muslim.

Saya tegaskan! Perilaku itu SANGAT TIDAK ISLAMI!

Al Qur'an jelas sekali mengajarkan kepada manusia, untuk tidak berdebat dengan Non-Muslim, kecuali dengan cara yang PALING BAIK.

QS Al Ankabuut [29] : 46
"Dan janganlah kamu BERDEBAT dengan Ahli Kitab, kecuali dengan cara YANG PALING BAIK, kecuali oleh orang-orang zalim di antara mereka. Dan katakanlah : “Kami beriman kepada apa yang diturunkan (kitab-kitab) kepada kami, dan apa yang diturunkan( kitab-kitab) kepada kamu. Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu, dan kami hanya kepada-Nya berserah diri".

Al Qur'an juga secara tegas melarang umat Islam untuk menghina sesembahan umat lain, bahkan sesembahan yang paling buruk sekalipun : yaitu berhala orang-orang kafir!

QS Al An'am [6] : 108
“Dan janganlah kamu MEMAKI sesembahan-sesembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan MELAMPAUI BATAS tanpa pengetahuan".

Beberapa muslim berdalih bahwa mereka melakukannya sebagai pembalasan atas dilecehkannya Nabi besar Muhammad SAW oleh orang-orang Kristen. Akan tetapi apakah benar Islam mengajarkan untuk membalas dendam?

QS Al-A’raf [7] : 199
“Jadilah PEMAAF dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta JANGAN PEDULIKAN orang-orang yang bodoh”.

QS As-Syuura [42] : 43
“Tetapi barang siapa BERSABAR dan MEMAAFKAN, sungguh yang demikian itu yang termasuk perbuatan yang MULIA”.

Lebih jauh lagi, Al Qur'an menjelaskan perbedaan antara orang-orang beriman dan orang-orang fasik.

QS Ali Imran [3] : 179
“Allah MEMBEDAKAN yang buruk dan baik".

QS As-Sajdah [32] : 18
“TIDAK SAMA orang ber-Iman dengan orang Fasik".

QS Al Hasyr [59] : 20)
“TIDAK SAMA penghuni Surga dan penghuni Neraka."

QS Al Mu'min [40] : 58
“Tidak sama orang BUTA dengan MELIHAT, tidak sama orang beriman yang BERBUAT BAIK dengan orang yang BERBUAT JAHAT."

Setelah anda memahami ayat-ayat di atas, saya akan ajak anda untuk mengenal lebih dekat siapa itu Yesus Kristus yang masih dilecehkan oleh sebagian muslim, yang tentunya mereka tidak berpengetahuan yang cukup.

Merupakan kebodohan dan sebuah kedurhakaan yang luar biasa jika seorang muslim menghina dan melecehkan sesosok Yesus Kristus. Apakah kita tidak menyadari, bahwa Yesus Kristus itu tidak lain dan tidak bukan adalah Nabi Isa Almasih yang sangat dikasihi Allah dan salah satu Nabi besar bagi umat Islam?

Ia adalah seorang Nabi dari kalangan bani Israel, dan menurut naskah-naskah kuno, dikenal dengan nama YOSUA atau ESAU. Sebuah nama yang umum di kalangan orang-orang Israel pada masa itu. Dalam bahasa Arab ia dikenal dengan nama ISA. Dalam bahasa Yunani ia dikenal dengan nama JESUS. Maka dari itu ketika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi YESUS.

Sedangkan nama KRISTUS itu awanya dari bahasa Ibrani : MASYIAKH, artinya "Yang Diurapi", sebuah gelar bagi raja-raja Israel. Dalam bahasa Arab menjadi AL MASIH. Dalam bahasa Yunani menjadi CHRISTOS. Orang Barat menyebutnya CHRIST atau THE MESSIAH. Jika diterjemahkan ke bahasa Indonesia menjadi KRISTUS.

Itulah mengapa bahwa : YOSUA MASYIAKH - ISA ALMASIH - JESUS CHRIST - YESUS KRISTUS itu adalah sama!

Yang membedakan adalah cara pandang Yahudi, Nasrani, dan Muslim dalam memandang figur Yesus Kristus. Jika Yahudi menganggap Yesus sebagai nabi palsu dan pembohong, Nasrani memandang Yesus sebagai Anak Tuhan dan (sebagian besar) perwujudan Tuhan, maka Muslim memandang Yesus sebagai seorang utusan, nabi, dan hamba Allah.

QS Maryam [19] : 30-37
“Berkata Isa: ‘Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al-Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi. Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup, serta berbakti kepada ibuku. Dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka. Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal, dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.’ Itulah Isa putera Maryam, yang mengatakan perkataan yang benar, yang mereka berbantah-bantahan tentang kebenarannya. Tidak layak bagi Allah mempunyai anak, Maha Suci Dia. Apabila Dia telah menetapkan sesuatu, maka Dia hanya berkata kepadanya: ‘Jadilah,’ maka jadilah ia. Sesungguhnya Allah adalah Rabbku dan Rabbmu, maka sembahlah Dia oleh kamu sekalian. Ini adalah jalan yang lurus. Maka berselisihlah golongan-golongan (yang ada) di antara mereka. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang kafir pada waktu menyaksikan hari yang besar. ”

Bahkan di dalam Alkitab (Injil) pun sejalan dengan keyakinan Islam bahwa Yesus hanyalah seorang utusan Allah.

Matius 10:40
"Barangsiapa menyambut kamu, ia menyambut aku, dan barangsiapa menyambut aku, ia menyambut DIA yang MENGUTUS AKU."

Yohanes 17:3
“Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, SATU-SATUNYA ALLAH yang benar, dan mengenal YESUS KRISTUS yang telah Engkau UTUS”.

Maka dari itu, setelah anda semua membaca dan mengerti tentang siapa itu Yesus Kristus atau Isa Almasih, maka sudah semestinya kita menghentikan segala bentuk pelecehan dan penghinaan seputar beliau. Bahkan terhadap Tuhan-Tuhan bagi agama lain, sebagaimana telah diajarkan oleh Allah dalam Al Qur'an. Berhentilah berdebat dengan non-muslim dengan cara yang tidak baik! Tunjukkan bahwa umat Islam adalah umat yang santun dan cerdas serta cinta damai! Sayangilah semua umat manusia, dan tentu saja sayangilah dan perlakukan dengan penuh rasa hormat semua nabi yang pernah diturunkan kepada umat manusia, tidak terkecuali YESUS KRISTUS alias ISA ALMASIH.. Damai besertanya!

QS Al Baqarah [2] : 136

"Katakanlah (hai orang-orang mukmin): "Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. KAMI TIDAK MEMBEDA-BEDAKAN seorangpun diantara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya."

Rabu, 03 Agustus 2011

ISLAM JALANNYA BELUM LURUS?

QS Al Ankabuut [29] : 46
"Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang lalim di antara mereka, dan katakanlah: "Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan kami hanya kepada-Nya berserah diri"

Suatu hari saya bertemu dengan seorang misionaris Kristen. Sebagai seorang muslim yang baik, tentu saja saya harus bersikap baik, sopan, dan penuh penghormatan terhadapnya. Kami memulai sebuah pembicaraan seputar teologi, hingga ia melontarkan sebuah pertanyaan :

"Apakah umat Islam itu jalannya belum lurus? Mengapa setiap hari ketika shalat selalu berdoa agar ditunjukkan jalan yang lurus?"

Saya hanya tersenyum mendengarkan pertanyaan itu. Sebenarnya inilah salah satu pertanyaan yang sering dilontarkan oleh para misionaris. Entah itu karena memang mereka tidak tahu, atau hanya bertujuan melemahkan iman umat Islam.

Inilah ayat dalam Al Qur'an yang sering mereka permasalahkan :

QS Al Fatihah [1] : 5-6
"Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan. TUNJUKKANLAH KEPADA KAMI JALAN YANG LURUS.. "

Di sini saya ingin berbagi kepada sahabat JERNIH, bagaimana menjawab pertanyaan yang "gampang-gampang susah" ini, dengan tepat, masuk akal, dan tentunya yang lebih penting adalah tidak menyakiti perasaan lawan bicara kita.

Saya minta kepada si misionaris untuk membacakan sebuah ayat dari Alkitab, yaitu kitab sucinya sendiri. "Anda hafal Doa Bapa Kami dari Injil Lukas 11 : 2-4?" Ia menjawab : "Tentu saja!" Dan ia mulai membacanya dengan lantang :

Injil Lukas 11 : 2-4
"Apabila kamu berdoa, katakanlah: Bapa, dikuduskanlah nama-Mu; datanglah Kerajaan-Mu. BERIKANLAH KAMI SETIAP HARI MAKANAN KAMI YANG SECUKUPNYA dan ampunilah kami akan dosa kami, sebab kamipun mengampuni setiap orang yang bersalah kepada kami; dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan".

Kemudian saya berbalik tanya kepada dia: "Kalau begitu apakah umat Kristen setiap hari kelaparan dan tidak cukup makanan?"

Misionaris itu tersenyum kecut. Kemudian tampak kebingungan menjawab. Segera saya menjelaskan apa makna di balik doa umat Islam agar selalu ditunjukkan kepada jalan yang lurus.

QS Al Fatihah [1] : 5-6
"Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan. Tunjukkanlah kepada kami jalan yang lurus.."

Tentu saja ini adalah sebuah doa. Doa yang menggambarkan kerendahan diri kita di hadapan Sang Pencipta. Kita menyadari bahwa kita hanyalah manusia biasa yang lemah tak berdaya, dan tidak bisa lepas dari kesalahan dan dosa. Iman dalam diri kita ini setiap harinya naik turun, tidak ubahnya seperti kurs mata uang dunia. Hari ini bisa saja diri kita ini berada di "jalan yang lurus", akan tetapi apakah kita berani menjamin bahwa besok kita akan tetap berada di "jalan surga" tersebut? Lagi pula siapa sih diri kita ini bisa bersikap sombong seolah-olah kita tahu bahwa jalan kita sekarang ini adalah jalan yang lurus?

QS Luqman [31] : 18
"Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri."

Kita telah diberikan seperangkat petunjuk oleh Allah untuk mencapai kebenaran, namun kebenaran sejati hanyalah milik Allah saja. Apa yang kita lakukan saat ini hanyalah upaya untuk mendekati kebenaran sejati. Akan tetapi kita tidak akan pernah tahu kebenaran sejati itu seperti apa. Maka dari itu, dengan segala kerendahan hati, dan kesadaran bahwa kita ini adalah makhluk yang lemah, kiranya sudah sepatutnya kita tidak henti-hentinya memohon kepada Yang Maha Memberi Petunjuk, agar selalu dibimbing-Nya dengan hikmat kebijaksanaan dan kasih sayang untuk selalu berada dalam "shirataal mustaqiim" alias "Jalan yang lurus."

Insya Allah ...

Allahu'alam ..



Semoga bermanfaat!

Senin, 11 Juli 2011

HIKMAH DALAM SURAH ABASA

Oleh Syekh Subakir pada 11 Juli 2011 pukul 6:11

QS Abasa [80] : 1-12
Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling,
karena telah datang seorang buta kepadanya.
Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa),
atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya?
Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup,
maka kamu melayaninya.
Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman).
Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran),
sedang ia takut kepada (Allah),
maka kamu mengabaikannya.
Sekali-kali jangan (demikian)! Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan,
maka barangsiapa yang menghendaki, tentulah ia memperhatikannya,

Suatu ketika Nabi Muhammad berunding dengan pemuka-pemuka suku Quraisy. Di tengah-tengah perundingan tersebut, datanglah seorang sahabat yang buta dan miskin bernama Ibnu Ummi Maktum yang meminta kepada Rasulullah untuk membacakan ayat-ayat suci Al Qur'an. Rasulullah merasa kesal dengan sikap Ibnu Ummi Maktum yang dianggapnya kurang sopan dan tidak tahu menempatkan diri, di tengah-tengah perundingan penting yang akan menentukan masa depan hubungan antara kaum Mukmin dan kaum Quraisy Makkah. Karena kesal, Rasulullah menampakkan wajah masam dan memalingkan muka. Maka turunlah Surah Abasa ini yang artinya "Ia Bermuka Masam", yang merupakan teguran Allah kepada Rasulullah yang bersikap seperti itu. Betapa Rasulullah adalah manusia pilihan yang berjiwa besar dengan mengakui kesalahannya. Beliau segera membacakan ayat-ayat tersebut di depan hadirin, seraya meminta maaf kepada Ibnu Ummi Maktum.

Apa hikmah yang bisa kita petik dalam kisah ini?

Ya... Jangan mudah terjebak oleh tampak luar! Lihat isinya! Kata pepatah Barat "Don't judge a book by its cover".

Kebanyakan dari kita seringkali menilai kepribadian seseorang dari tampak luarnya saja. Dalam hal memberi dan menerima, kita telah terjebak pada hal-hal yang bersifat kulit, sementara isinya kita abaikan. Kita memberi dan menerima, hanya kepada orang-orang yang "ideal" menurut sudut pandang kita saja.

Jika melihat pemuda yang berpakaian gaul, langsung kita berpikir bahwa mereka orang-orang yang tidak mengerti agama. Sementara melihat orang yang kemana-mana memakai peci, langsung kita berpikir bahwa ia adalah orang yang saleh. Padahal berapa banyak pemuda gaul yang hidupnya bermanfaat untuk masyarakat dan lingkungan, dan berapa banyak orang berpeci yang juga menjadi koruptor?

Pernahkah kita mengalami perasaan marah atau kesal ketika dinasehati anak atau saudara kita yang lebih muda? Dengan arogan kita berkata, "Ah! Tau apa kau ini! "Tapi lucunya, ketika orang lain yang menyampaikan dengan maksud yang sama, kita ternyata bisa menerima! Inilah ternyata, ketika hawa nafsu dan egoisme mendominasi akal pikiran dan hati kita, sehingga kita tidak bisa jernih memandang suatu permasalahan sehingga menjauhkan kita dari hikmah.

Begitu pula dengan pemahaman agama. Sudah menjadi fakta bahwa umat Islam terlalu sibuk berputar-putar di ranah kulit, tanpa memahami isi. Beragama dengan simbol, bukan hikmah! Lebih banyak berdebat mengenai gerakan shalat yang benar seperti apa, tapi melupakan masalah substansi tujuan shalat yaitu mencegah manusia dari perbuatan keji.

Ketika ada generasi muda yang kritis, pandai dalam menangkap intisari ajaran Islam dan berusaha merumuskannya dalam konteks kekinian, langsung saja mereka dicap ingkar, bahkan sesat. Dengan arogan mereka diberondong pertanyaan, "Berapa lama mondok di pesantren? Hafal Al Qur'an dan Hadits gak?" Belum belajar ilmu ini itu kok udah sok-sokan bicara agama!" Sementara di lain pihak bila seorang "ulama" yang sudah tua, dengan jenggot lebat, sorban dan jubah, betapa pun provokatifnya dan betapa pun anti modernitasnya, maka kita serta merta akan menganggapnya sebagai sebuah kebenaran. Masya Allah! Ternyata simbol agama dianggap lebih penting dari pada isi agama itu sendiri! Ini namanya taqlid buta, sahabat .

Maka dari itu, saya tidak akan pernah berhenti menghimbau sahabat-sahabat sekalian untuk beragama dengan hikmah, bukan simbol. Jangan terlalu banyak habis waktu membahas seputar syariat, sementara kita melupakan hakikat! Pencarian kebenaran adalah suatu proses yang tidak akan pernah berhenti sampai ajal menjemput. Maka dari itu dibutuhkan sikap terbuka dan berbesar hati untuk menerima dan memberi, dengan tidak terjebak oleh simbol-simbol keagamaan dan kulit luar saja. Dalam mencari kebenaran, tidak ada guru tidak ada murid. Guru sejati hanyalah Allah semata. Seperti halnya teladan pada Rasulullah, yang selalu menyebut umantnya sebagai sahabat, karena beliau tidak pernah memposisikan dirinya sebagai guru.

Allahu'alam.. Semoga bermanfaat ..


Sabtu, 09 Juli 2011

HARAMNYA BABI, SEBUAH KAJIAN TEOLOGIS

Suatu hari, seorang sahabat saya non-muslim bertanya kepada saya, "Mengapa orang Islam diharamkan mengkonsumsi daging babi?" Teman saya ini sebagai non-muslim dia juga mengkonsumsi dagin babi, dan dia adalah seorang yang berpendidikan tinggi. Maka dari itu saya berikan dia jawaban-jawaban yang saya nilai logis, tapi ternyata alasan-alasan yang saya kemukakan tersebut dibantai mentah-mentah!

1. Babi mengandung cacing pita (Taenia Solium).

Sanggahan:
Jika suatu saat ada teknologi yang bisa membuat babi bebas cacing, akankah babi itu dihalalkan?

2. Babi adalah hewan yang jorok.

Sanggahan:
Definisi jorok itu subyektif sekali. Bagaimana jika saya memelihara babi sejak kecil dan saya tempatkan di lingkungan yang higienis? Kalau bicara jorok, ikan lele juga jorok! Karena doyan (maaf) kotoran manusia. Tapi kenapa ikan lele tidak diharamkan juga?

3. Babi adalah media untuk penularan virus penyakit, seperti flu babi misalnya.

Sanggahan:
Tergantung ilmu kedokteran, jika bisa memvaksin babi hingga mereka bebas virus, apakah akan menjadi halal? Virus yang mengakibatkan flu burung itu juga dari hewan unggas! Kenapa mereka tidak diharamkan?

4. Babi tidak baik untuk kesehatan, terutama meningkatkan obesitas.

Sanggahan:
Kalau begitu hamburger, pizza, minuman bersoda dan es krim juga haram! Karena juga memacu obesitas! Kalau kesehatan jadi alasan, daging kambing juga bisa haram buat yang hipertensi!

5. Mengkonsumsi daging babi bisa berpengaruh pada perilaku manusia yang mengkonsumsinya.

Sanggahan:
Ah, ini maksa! Saya banyak ketemu orang pengkonsumsi daging babi yang kelakuannya jauh lebih manusiawi daripada orang yang tidak pernah mengkonsumsi daging babi!

Waduh .. waduh .. waduh .. ngajak berantem rupanya nih orang (hehehe .. bercanda)! Dia tetap ngotot minta alasan yang pas kenapa umat Islam dilarang makan babi. Kemudian saya tanya sama dia, kalau saya memberi jawaban dari sudut pandang teologis (keyakinan), kira-kira mau terima atau tidak? Dia menjawab, " Ya kalau memang menurut saya logikanya pas, why not?"

Jawaban saya adalah : Karena babi memang diciptakan Tuhan untuk MENGUJI KEIMANAN umat manusia!

Lho kok ...?

Ya! Allah telah menetapkan babi sebagai salah satu BATU UJIAN atas KEIMANAN umat manusia, khususnya pengikut agama Samawi (Yahudi, Kristen, dan Muslim).

Ah .... Yang bener??? Ajaran Yahudi dan Kristen juga mengharamkan umatnya memakan daging babi? Mana buktinya?

Imamat 11: 7-8
“Dan lagi BABI, karena sungguhpun kukunya terbelah dua, yaitu bersiratan kukunya, tetapi ia tiada memamah biak, maka HARAMlah ia kepadamu. Janganlah kamu makan dari pada dagingnya dan jangan pula kamu menjamah bangkainya, maka haramlah ia kepadamu”

Perintah ini diulangi juga pada Kitab Ulangan pada Perjanjian Lama. Meskipun amat disayangkan, pada Alkitab terjemahan Indonesia oleh Lembaga Alkitab Indonesia (LAI), kata "babi" telah DIGANTI menjadi "babi hutan". Namun jelas, dalam terjemahan aslinya yang berbahasa Ibrani adalah ALKHNZYR, yang berarti babi saja. Alkitab terjemahan Inggris pun menggunakan kata SWINE, yang merupakan pengertian babi secara umum.

Kitab Imamat dan Ulangan adalah termasuk dalam Taurat Musa, yang hukum-hukumnya TETAP diikuti oleh Nabi Isa Almasih (Yesus Kristus). Bisa dibaca pada Injil Matius 5 : 17-20.

Sementara Al Qur'an dalam 3 ayat berbeda menjelaskan tentang haramnya daging babi untuk dikonsumsi. Salah satunya adalah sbb :

QS Al-Baqarah [2] : 173
"Sesungguhnya Allah HANYA mengharamkan bagimu bangkai, darah, DAGING BABI, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

Betapa maha pemurahnya Allah! Dari sekian juta spesies hewan yang diciptakannya, ternyata Allah gak neko-neko.. cuma mengharamkan satu spesies saja untuk dimakan bagi orang beriman yaitu BABI! Akan tetapi kemaha pemurahan Allah ini masih saja dilanggar oleh umatnya dengan memakan SATU-SATUNYA daging yang dilarang oleh Allah untuk dikonsumsi!

Jadi jelas.. Babi diciptakan Allah untuk menguji keimanan hamba-Nya! Perkara babi mengandung cacing dan berbagai macam penyakit itu adalah efek sampingnya saja! Karena Allah sudah barang tentu memberi perintah dan larangan selalu ada hikmahnya!

Kemudian teman saya itu (masih gak puas aja nih orang..) bertanya, "Kenapa Islam begitu membenci babi?"

Islam hanya melarang umatnya makan babi. Sama sekali tidak ada perintah dari Allah untuk membenci babi, apalagi menyiksa babi! Ya inilah, kadang-kadang umat Islam masih sering berlebih-lebihan dalam merespons perintah dan larangan Allah! Yang diperintahkan cuma A, ehh .. malah melakukan A-Z! Padahal Allah tidak suka kita berlebih-lebihan alias lebay! Apalagi kalau kata "babi" itu digunakan untuk menghina umat tertentu dan ras tertentu sebagaimana kadang kita ucapkan dan dengarkan! Astaghfirullah! Maha suci Allah dari segala apa yang mereka perbuat!

QS Al An'aam [6] : 141
"....dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan".

Sebagai pengikut agama rahmataan lil'alamiin, sudah seharusnya umat Muslim menyayangi semua makhluk hidup, tak terkecuali babi! Sadarkah kita, bahwa babi itu juga bisa mendatangkan pahala bagi manusia?

Pahala??!!!! Wah, teori ngaco dari mana lagi ini?!!!

Ya iyalah... Pahala itu datang ketika kita menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya. Babi itu jelas dilarang untuk dimakan. Nah, sekarang saya tanya: Berapa kalikah anda berkunjung ke restoran, dan ketika membaca menu yang kebetulan ada menu babinya, kita tidak memilihnya dan memilih makanan yang non-babi? Malah kadang kita bertanya kepada pelayan, "Mbak, restoran ini ada menu babinya tidak?" Ketika kita tahu bahwa restoran itu menjual menu babi, kita memilih untuk tidak makan di sana. Saya yakin kejadian ini berulang kali terjadi pada kita. Setiap kali hal ini terjadi, pahala datang kepada kita bukan?

Ooooo ... iya ya ya .....

Teman non-muslim saya itu melongo saja. Saya tanya pada dia, apakah alasan ini bisa diterima?

Di luar dugaan saya, ia tersenyum sambil berkata, "Siap bos! Mantappp!"

Ternyata teman saya yang berpendidikan tinggi ini lebih bisa menerima logika teologis daripada logika biologis yang sering dijadikan alasan kenapa babi itu diharamkan! Subhanallah!

Terakhir ... Dia masih nanya lagi .. (gak kapok-kapok juga nih orang!)

"Kalau alasannya adalah batu ujian keimanan, kenapa Allah memilih babi? "

Saya dengan enteng menjawab, "Karena daging babi itu ENAK!".
Note: Saya pernah secara tidak sengaja makan daging babi, dan harus saya akui daging babi itu HUENAAAKKKK TENANNN

"Lohhh ... kok alasannya enak, bro? "

"Ya iyalahh .. Coba kalau yang diharamkan itu daging kecoa atau daging cacing kremi (wueksss) ... Ya gak usah diharamin oleh Allah umat manusia udah kagak doyan!!! "

Allahu'alam... Semoga bermanfaat .


Kamis, 07 Juli 2011

AYAT-AYAT SEMESTA

Apa sih sebenarnya tujuan hidup manusia itu?

Kekayaan?... Jabatan?... Keluarga yang bahagia?... Nama besar?...

Sahabatku, sebenarnya itu semua hanyalah tujuan duniawi yang semu. Ada sebuah tujuan hidup yang hakiki. Yang merupakan cetak biru dari Sang Pencipta... Ya! Tujuan hidup ini sebenarnya hanyalah untuk kembali kepada-Nya. Tidak ada sesuatu pun di dunia ini yang kekal, melainkan akan kembali kepada-Nya. Dari tiada, menuju ada, dan kemudian tiada lagi.

Semua makhluk, termasuk manusia, tentu saja akan kembali kepada Allah. Akan tetapi, apakah semua manusia itu akan sama keadaannya ketika berhadapan dengan Allah? Tentu tidak. Ada yang kembali dalam keadaan terhormat, dan ada pula yang kembali dalam keadaan hina.

Bagaimana caranya agar kita bisa kembali kepada Sang Pemilik Jiwa Raga kita dalam keadaan terhormat?

Tentu saja dengan mengenal-Nya!

Mengenal-Nya... ?

Bukankah hampir semua manusia mengenal-Nya?
Ya.. tapi sekedar kenal nama dan sebutan-Nya saja. Mengenal di sini berarti adalah mengenal dengan kesadaran penuh sehingga kita mengerti apa yang dikehendaki-Nya.

Oke.. Kalau begitu bagaimana cara mengenal-Nya?

Ya dengan segala aturan-Nya yang bisa ditemui pada kitab-kitab suci, seperti Al Qur’an bagi umat Islam. Ayat-ayatnya memberikan petunjuk kepada kita bagaimana cara mengenal Allah.

Ya ya ya.. kami setiap hari mengaji, bahkan menghafal ayat-ayat Al Qur’an. Apakah berarti kami telah mengenal Allah?

...Ya, tapi belum cukup

Sesungguhnya ayat-ayat Al Qur’an hanyalah petunjuk dasar saja, untuk kita dapat menemukan ayat-ayat Allah yang lain!

Ohh.. masih adakah ayat-ayat Allah yang lain? Ya, ya, dan ya! Ayat-ayat Allah ternyata tersebar di mana-mana. Di seluruh alam semesta!

QS Yusuf [12] : 105
"Dan banyak sekali ayat-ayat Allah di langit dan di bumi yang mereka melaluinya, sedang mereka berpaling daripadanya.

Saudaraku... mari kita mencermati ayat pertama Al Qur’an yang turun: “Bacalah!” Sesungguhnya maknanya lebih dari sekedar membaca alias mengeja huruf demi huruf pada ayat-ayat Al Qur’an. “Bacalah” di sini secara luas maknanya adalah “Bacalah tanda-tanda kekuasaan Allah, agar kamu mengenal-Nya!”

Seringkali kita membaca ayat-ayat Al Qur’an tetapi sebatas di bibir saja, tidak sampai ke otak dan hati. Sehingga kita mengabaikan perintah yang jelas termuat dalam ayat-ayat tersebut.

QS Adz-Dzariyaat [51] : 20-21
Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin, dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tiada memperhatikan?

QS Yasiin [36] : 77
Dan apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setitik air (mani), maka tiba-tiba ia menjadi penantang yang nyata!

QS Al Ghaasyiyah [88] : 17-20
Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan? Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?

QS Al Jaatsiyah [45] : 13
Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berpikir.”

Ternyata Allah memerintahkan kepada umat manusia agar mengerti tanda-tanda kekuasaannya dengan membaca alam semesta! Bagaimana kita bisa tahu tentang rahasia alam semesta, jika kita malas belajar ilmu pengetahuan??!

Jika ingin tahu bagaimana Allah menciptakan makhluk hidup, pelajarilah biologi! Jika ingin tahu bagaimana Allah menciptakan bumi dan langit, pelajarilah geologi dan asronomi! Jika ingin tahu bagaimana Allah menyusun karakteristik hubungan antar manusia, pelajarilah sosiologi! Jika ingin tahu bagaimana cara mengelola bumi ini sehingga bisa mensejahterakan masyarakat, maka pelajarilah ilmu ekonomi! Jika ingin dunia ini semakin berwarna, maka pelajarilah ilmu kesenian!

Seperti itulah yang dikehendaki Allah pada umat manusia, untuk terus mencari tanda-tanda Allah dengan ilmu dan hikmah! Namun sayang, banyak di antara kita yang mengaku Islam (dan paling Islami) ternyata lebih suka duduk membaca dan mengulang-ulang ayat-ayat Al Qur’an (dan banyak yang hanya tahu bahasa Arabnya saja tanpa tahu artinya). Kemudian ayat-ayat tersebut dihapal untuk dipamerkan kepada orang awam. Sementara ayat-ayat Allah yang berserakan di alam semesta diabaikan begitu saja!

Dengan ilmu yang terbatas itu, sebagian dari kita malah bersikap sombong dan mengatakan bahwa tidak perlu mendengar dan mencari tahu sumber-sumber lain, karena Islam (baca: Al Qur’an) telah menyediakan semua! Ini jelas pemikiran yang error, karena Al Qur’an baru menyediakan aturan dasar saja sementara Allah memerintahkan kita untuk terus mengembangkan potensi diri dengan belajar dan berpikir! Lebih parah lagi jika ada orang yang mengaku Islam tapi mengatakan kalau mempergunakan akal pikiran akan menjadikan kita sesat! Allah justru murka terhadap orang-orang yang enggan menggunakan akal pikirannya!

QS Yunus [10] : 100
Dan tidak ada seorang pun akan beriman kecuali dengan izin Allah; dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya

Maka dari itu sahabat.. Pelajarilah ayat-ayat Allah dalam Al Qur’an, dan lanjutkan dengan mempelajari ayat-ayat Allah yang tersebar di seluruh penjuru alam semesta, dengan ilmu pengetahuan! Di situ kita akan benar-benar melihat, dengan penuh kekaguman, betapa alam semesta yang luas, indah, penuh warna, dengan sistemnya yang teratur, adalah bukti kebesaran Allah SWT.. Subhanallah!

Dengan berilmu, maka akan semakin mudah mengenal Allah. Dimulai dengan akal pikiran, maka hati akan tulus mengabdi kepada Sang Pencipta. Kalau kita telah mengenal Allah, maka perilaku kita akan semakin baik. Kita akan sadar betapa kecilnya kita di hadapan Allah. Kita tidak akan bersikap sombong dan merasa paling pintar dari orang lain. Dengan mengenal Allah melalui tanda-tandanya, kita akan semakin mengerti tentang arti kehidupan, menghargai nilai-nilai kemanusiaan, dan akan bijak dalam menyikapi perbedaan. Ibarat ilmu padi, semakin berisi semakin menunduk.

Allahu’alam, Semoga bermanfaat ..